SINERGITAS POLRI DAN TNI DALAM PEMELIHARAAN KAMTIBMAS
Pendahuluan
Perkembangan
sosial, budaya, ekonomi dan politik yang sangat pesat serta berbagai
dampak dari era globalisasi pada masyarakat menimbulkan berbagai
permasalahan Kamtibmas yang semakin kompleks dan meluas, yang mana hal
ini sangat mungkin terjadi kapan saja dan dimana saja.
Salah
satu permasalahan Kamtibmas yang potensial terjadi di tengah-tengah
masyarakat adalah meningkatnya aksi-aksi kriminalitas, yang pada mulanya
didominasi oleh kejahatan konvensional (street crime) dengan
pelaku yang berasal dari kalangan masyarakat dengan tingkat pendidikan
rendah, namun pada beberapa tahun terakhir ini meluas hingga pada jenis
kejahatan berdimensi internasional (transnational crime) dengan pelaku berasal dari kalangan berpendidikan. Tidak
berlebihan apabila dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan
damai, sebagai salah satu dari 3 (tiga) agenda pembangunan nasional yang
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional
(RPJMN) 2004-2009, pemerintah telah menetapkan beberapa prioritas
pembangunan nasional, salah satunya adalah peningkatan keamanan,
ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas.
Potensi
terjadinya gangguan Kamtibmas sejatinya telah diprediksi pula oleh
institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum
dalam Rencana Strategis Kepolisian Negara Republik Indonesia (Renstra
Polri) 2005-2009 pada bagian Ancaman (threats) huruf g yang menyebutkan: Gangguan Nyata (GN) keamanan
yang diakibatkan tidak teratasinya Potensi Gangguan (PG) dan Ambang
Gangguan (AG) tersebut di atas, menyulut tindakan perampokan, pencurian,
kecelakaan lalu lintas, ketidaktertiban masyarakat, serta konflik
dengan rekayasa provokator, terhisab dalam 4 (empat) golongan jenis
kejahatan. Oleh karena itu, dalam periode 2005 – 2010 ditetapkan sebagai
tahap trust building, dimana masyarakat cenderung lebih mendambakan rasa aman dan rasa keadilan pemerintah, peningkatan service quality fokus pada kebutuhan tersebut. (Lampiran SKEP KAPOLRI NO. POL. : SKEP/360/VI/2005 Tanggal 10 Juni 2005)
Potensi
terjadinya berbagai gangguan nyata sebagaimana dikemukakan di atas
terjadi hampir disetiap wilayah hukum di Indonesia, tidak terkecuali di
wilayah Samarinda, sebagai sebagai salah satu kota terbesar di wilayah
Kalimantan Timur. Padahal, munculnya aksi-aksi kriminalitas tersebut
dapat mempengaruhi kondisi Kamtibmas secara menyeluruh, khususnya
menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum 2009.
Telah
banyak upaya yang dilakukan oleh institusi Polri dalam menanggulangi
aksi-aksi kriminalitas, seperti melalui kegiatan operasi rutin,
menempatkan personil Polri berseragam ditempat-tempat tertentu,
pemasangan alat-alat pendeteksi kejahatan, seperti CCTV di tempat
strategis, dan sebagainya. Namun demikian, angka kejahatan tetap saja
tidak mengalami penurunan secara signifikan bahkan terkesan semakin
meningkat.
Tingginya
angka kejahatan di tengah-tengah keterbatasan sumber daya yang dimiliki
aparat Polri, seperti sumber daya manusia, sarana prasarana serta
anggaran, tentu mendorong perlunya semua pihak untuk ikut terlibat di
dalamnya. Mengharapkan aparat keamanan untuk dapat mengatasi semua
bentuk ancaman dan gangguan Kamtibmas bukanlah pilihan yang bijaksana Di
samping itu, pengalaman membuktikan, bahwa pelibatan pihak lain,
misalnya anggota masyarakat dalam menjaga Kamtibmas merupakan cara yang
paling efektif, mengingat masyarakat sendirilah yang mengetahui secara
tepat kondisi wilayah dimana mereka tinggal, sehingga setiap potensi
terjadinya ancaman dan gangguan Kamtibmas lebih mudah untuk dideteksi
serta diantisipasi.
Sejatinya pelibatan aktif masyarakat dalam menjaga dan memelihara Kamtibmas bukan
semata-mata akibat keluarnya Surat Keputusan Kapolri No. Pol:
SKEP/737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Polmas di Dalam
Penyelenggaraan Tugas Polri, jauh sebelumnya dalam lingkup masyarakat
tradisional sudah banyak terbentuk organisasi non formal yang bertugas
dalam menjaga Kamtibmas, seperti pecalang yang ada di Bali.
Sekalipun
konsep Polmas telah tersusun dengan baik bahkan telah memperoleh dasar
pijakan yuridis yang kuat dengan keluarnya Peraturan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia No. 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Dasar
Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan
Tugas Polri, namun tidak berarti Polmas mudah untuk diimplementasikan,
terbukti dalam praktiknya banyak kendala yang dihadapi, di antaranya:
masih muncul pemikiran sempit dari sebagian anggota masyarakat bahwa
Polmas dibentuk sebagai upaya menandingi Bintara Pembina Masyarakat
(Babinsa) yang dibentuk oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Akibat
cara pandang seperti ini memunculkan sikap saling curiga mencurigai di
antara kedua institusi terkait pelaksanaan tugas dalam menjaga
Kamtibmas.
Cara
pandang sempit demikian tentu menyebabkan munculnya kondisi disharmonis
antara Polisi dan TNI dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
guna memelihara dan menjaga keamanan nasional. Padahal idealnya diantara
kedua institusi ini terjalin hubungan sinergitas yang saling melengkapi
menuju tujuan yang sama sebagaimana menjadi cita-cita bersama yaitu
terwujudnya Masyarakat Indonesia yang aman dan damai.
Dalam
tulisan singkat ini, saya akan menggambarkan secara singkat beberapa
hal terkait upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan sinergitas
antara Polri dan TNI dalam menjaga keamanan nasional, dengan harapan
melalui uraian ini akan diperoleh pencerahan pada kita semua bahwa
antara Polri dan TNI tidak terjadi rivalitas sebagaimana yang selama ini
berkembang di tengah-tengah masyarakat, namun sebaliknya keduanya
saling melengkapi.
Permasalahan yang timbul
Munculnya
permasalahan terkait upaya kedua institusi dalam menjaga dan memelihara
Kamtibmas sejatinya tidak perlu terjadi apabila masing-masing institusi
memiliki pemahaman yang tepat terkait tugas dan tanggung jawabnya.
Belum baiknya kerjasama dan koordinasi antara instansi terlihat dari
hal-hal sebagai berikut:
a. Belum adanya pemahaman yang sama di antara aparat Polri dan TNI, khususnya pada level bawah terkait tugas-tugas penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Deteksi
dini terhadap potensi kriminalitas di wilayahnya seringkali dilakukan
secara parsial, tanpa ada kerjasama dan koordinasi yang baik;
c. Belum adanya nota kesepakatan (Memorandum of Understanding)
antara Polri dengan TNI terkait penyelenggaraan Kamtibmas, akibatnya
personil kedua institusi tersebut tidak memiliki arahan yang jelas
tentang apa yang harus dilakukan;
d. Sosialisasi
terhadap personil kedua anggota terkait kerjasama dan koordinasi di
antara kedua institusi dalam penyelenggaraan keamanan jarang dilakukan;
e. Masing-masing institusi dalam menjalankan kewenangannya masih bersifat sektoral tidak dalam keterpaduan sistem.
Upaya yang dapat dilakukan
Agar
sinergitas di antara kedua institusi dapat terwujud, diharapkan
terbangun pola kerjasama dan koordinasi yang ideal, yang dicirikan
melalui hal-hal sebagai berikut, di antaranya:
a. Kesamaan pemahaman terkait penerapan berbagai perundang-undangan yang mengatur mengenai pemeliharaan keamanan nasional;
b. Keterpaduan dalam melaksanakan deteksi dini terhadap potensi gangguan keamanan di daerah;
c. Tersusunnya nota kesepakatan (Memorandum of Understanding) antara Polri dan TNI terkait pola pembinaan keamanan;
d. Terlaksananya pengamanan di daerah secara terpadu;
e. Terwujudnya kerjasama yang baik dengan TNI dalam kaitan pembinaan keamanan;
f. Polri dan TNI dilibatkan
secara aktif oleh pemerintah dan legislatif dalam pembahasan berbagai
produk perundang-undangan yang menyangkut pemeliharan keamanan dan
ketertiban masyarakat;
g. Transparansi
dan akuntabilitas terwujud dengan baik antara Polri dam TNI dalam
melaksanakan upaya menjaga keamanan nasional (Kamtibmas)
h. Tidak adanya ego sektoral di masing-masing instansi dalam menjalankan kewenangannya;
i. Adanya koordinasi yang baik dan intensif dalam setiap penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Agar
kerjasama dan koordinasi antara Polri dan TNI guna terciptanya hubungan
yang sinergis dalam rangka mendukung terpeliharanya keamanan nasional
dapat terwujud, upaya yang dapat dilakukan, di antaranya:
a. Polri
bekerjasama dengan TNI melakukan pemetaan terhadap berbagai masalah
yang biasa muncul dalam penyelenggaraan ketertiban dan ketenteraman
masyarakat;
b. Polri
melakukan kerjasama dengan TNI untuk melakukan kaji ulang terhadap
beberapa produk perundang-undangan yang potensial menimbulkan konflik
kewenangan dalam penyelenggaraan ketertiban dan ketenteraman masyarakat;
c. Polri secara periodik melakukan pertemuan dengan TNI, baik formal maupun informal guna membahas perkembangan keamanan wilayah;
d. Polri
mengusulkan agar dalam setiap penyusunan Perundang-undangan yang
berkaitan dengan ketertiban dan ketenteraman masyarakat Polri dan TNI
dilibatkan dalam pembahasannya;
e. Polri
mengusulkan kepada TNI agar masing-masing institusi secara periodik
memberitahukan setiap operasi/kegiatan penertiban yang dilakukan oleh
aparatnya guna menghindarkan munculnya penyalahgunaan wewenang;
Sumber : Entri
0 komentar:
Posting Komentar