Ada yang bilang bahwa Politisi atau
Politikus adalah seperti ”belut”. Tetapi ada pula yang mengatakan
sebenarnya bahwa Politisi seperti ”Belut dikasih Oli”. Tetapi yang benar
dan jelas Politisi adalah sosok manusia yang memiliki Karakter,
Idealisme, Moral dan jiwa kesatriaan serta memiliki daya juang cita-cita
luhur.
Hal itu banyak dimiliki oleh Pemimpin atau Politisi di zaman pergerakan atau perjuangan seperti: HOS Tjokroaminoto, Dr. Sutomo, Dr. Wahidin, Soekarno, Moh. Hatta, Tan Malaka, Ki Hajar Dewantoro, Sultan Syahrir, K.H. Dahlan, Wahid Hasyim dan banyak lagi tokoh-tokoh lainnya. Jika disebutkan sangat panjang. Lebih-lebih tokoh-tokoh Lokal yang berjuang melawan keangkaramurkaan penjajah.
H.O.S Tjokroaminoto adalah Politisi handal di zamannya, ketika melawan penjajah, Politisi yang mampu mencetak kader-kader bangsa. Dr. Sutomo, meskipun isterinya orang Belanda, tetapi jiwa nasionalisme tidak pernah padam hingga akhir hayat.
Seperti halnya Dr. Setiabudi atau Dowes Dekker). Dr. Wahidin juga segala harta bendanya termasuk bendi dan kuda kesayangannya dijual untuk biaya perjuangan. Soekarno sebagai murid Pak Tjokroaminoto selalu konsisten terhadap cita-cita Proklamasi.
Demikian juga Moh. Hatta, meskipun anak seorang Demang di Sumatra Barat tetapi lebih mengutamakan jiwa kerakyatan. Tan Malaka sejak tahun 1926 memimpikan kemerdekaan Indonesia dengan nama Republik.
Ki Hajar Dewantoro, jiwa dan karakternya khususnya di bidang pendidikan tetap menyala-nyala. Meskipun pernah hidup di negara Belanda tetapi, beliaulah orang pertama Indonesia yang mendirikan kantor Berita Indonesia.
Sutan Syahrir Perdana Menteri pertama di Indonesia yang berusia sangat muda 36 tahun dengan jiwa sosialismenya. K.H. Dahlan, Kyai pertama yang mendirikan peradaban pendidikan melalui Muhammadiyah.
Kini kadar-kadernya tersebar luas di Indonesia. Demikian juga tokoh K. H. Wahid Hasyim dengan karakter dan moral agama beliau membangun kader-kader melalui pondok-pondok pesantren. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh politisi lainnya di tingkat daerah yang berjuang tanpa pamrih dan tanpa nama, seperti Pak Kyai Sahal pendiri Pondok Gontor.
Sepak terjang mereka dari muda, remaja hingga pemuda dan dewasa tetap konsisten dikenang oleh masyarakat luas. Sifat-sifat dan perilakunya ”Tidak Memalukan”.
Tidak seperti politisi zaman sekarang, banyak oknum politisi ”yang memalukan” dan ”tidak punya malu”. Sebagai contoh tindak korupsi yang dilakukan oleh oknum para politisi, dibenci dan dicatat oleh Rakyat untuk tidak dipilih kembali.
Gaji pegawai Bank Indonesia (BI) sudah tinggi, tapi oleh oknum politisi muda anggota DPR diperjuangkan untuk dinaikkan lagi. Sedang rakyat kecil terhimpit hidupnya.
Di layar televisi disuguhkan tayangan di mana ada politisi muda di mana kemarin bicara anti Korupsi. Ee, sekarang malah melakukan tindak korupsi. Tentu KPK tidak akan segan-segan mengusut terus.
Tindakan-tindakan yang bersifat ”tidak punya malu dan “sangat memalukan” justru banyak dilakukan oleh polisi muda, baik di parlemen (Legislatif) di pemerintahan (Eksekutif) termasuk di kalangan Yudikatif.
Apa jadinya negeri ini jika dipimpin oleh oknum-oknum ”politisi” yang punya karakter ”Tidak Punya Malu” dan ”Sangat Memalukan”. Nah, kembali ke jalan yang benar!
Hal itu banyak dimiliki oleh Pemimpin atau Politisi di zaman pergerakan atau perjuangan seperti: HOS Tjokroaminoto, Dr. Sutomo, Dr. Wahidin, Soekarno, Moh. Hatta, Tan Malaka, Ki Hajar Dewantoro, Sultan Syahrir, K.H. Dahlan, Wahid Hasyim dan banyak lagi tokoh-tokoh lainnya. Jika disebutkan sangat panjang. Lebih-lebih tokoh-tokoh Lokal yang berjuang melawan keangkaramurkaan penjajah.
H.O.S Tjokroaminoto adalah Politisi handal di zamannya, ketika melawan penjajah, Politisi yang mampu mencetak kader-kader bangsa. Dr. Sutomo, meskipun isterinya orang Belanda, tetapi jiwa nasionalisme tidak pernah padam hingga akhir hayat.
Seperti halnya Dr. Setiabudi atau Dowes Dekker). Dr. Wahidin juga segala harta bendanya termasuk bendi dan kuda kesayangannya dijual untuk biaya perjuangan. Soekarno sebagai murid Pak Tjokroaminoto selalu konsisten terhadap cita-cita Proklamasi.
Demikian juga Moh. Hatta, meskipun anak seorang Demang di Sumatra Barat tetapi lebih mengutamakan jiwa kerakyatan. Tan Malaka sejak tahun 1926 memimpikan kemerdekaan Indonesia dengan nama Republik.
Ki Hajar Dewantoro, jiwa dan karakternya khususnya di bidang pendidikan tetap menyala-nyala. Meskipun pernah hidup di negara Belanda tetapi, beliaulah orang pertama Indonesia yang mendirikan kantor Berita Indonesia.
Sutan Syahrir Perdana Menteri pertama di Indonesia yang berusia sangat muda 36 tahun dengan jiwa sosialismenya. K.H. Dahlan, Kyai pertama yang mendirikan peradaban pendidikan melalui Muhammadiyah.
Kini kadar-kadernya tersebar luas di Indonesia. Demikian juga tokoh K. H. Wahid Hasyim dengan karakter dan moral agama beliau membangun kader-kader melalui pondok-pondok pesantren. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh politisi lainnya di tingkat daerah yang berjuang tanpa pamrih dan tanpa nama, seperti Pak Kyai Sahal pendiri Pondok Gontor.
Sepak terjang mereka dari muda, remaja hingga pemuda dan dewasa tetap konsisten dikenang oleh masyarakat luas. Sifat-sifat dan perilakunya ”Tidak Memalukan”.
Tidak seperti politisi zaman sekarang, banyak oknum politisi ”yang memalukan” dan ”tidak punya malu”. Sebagai contoh tindak korupsi yang dilakukan oleh oknum para politisi, dibenci dan dicatat oleh Rakyat untuk tidak dipilih kembali.
Gaji pegawai Bank Indonesia (BI) sudah tinggi, tapi oleh oknum politisi muda anggota DPR diperjuangkan untuk dinaikkan lagi. Sedang rakyat kecil terhimpit hidupnya.
Di layar televisi disuguhkan tayangan di mana ada politisi muda di mana kemarin bicara anti Korupsi. Ee, sekarang malah melakukan tindak korupsi. Tentu KPK tidak akan segan-segan mengusut terus.
Tindakan-tindakan yang bersifat ”tidak punya malu dan “sangat memalukan” justru banyak dilakukan oleh polisi muda, baik di parlemen (Legislatif) di pemerintahan (Eksekutif) termasuk di kalangan Yudikatif.
Apa jadinya negeri ini jika dipimpin oleh oknum-oknum ”politisi” yang punya karakter ”Tidak Punya Malu” dan ”Sangat Memalukan”. Nah, kembali ke jalan yang benar!
Sumber : Entri
0 komentar:
Posting Komentar