Pengantar
Mata kuliah ini
membahas tentang Falsafah dan dasar hukum pajak, pendekatan pajak, sejarah
perpajakan, pengertian, peranan dan fungsi pajak, ke hukum pajak dalam tata
hukum nasional, dasar teori pembenaran dasar dalam pemungutan pajak, asas
pemungutan pajak lainnya (yuridiksi dalam pemungutan pajak), jenis pajak,
stelsel dan system pemungutan pajak, ketentuan umum perpajakan, penyelesaian
sengketa dan peradilan pajak, subjek & cara menghitung PPh, Pajak
Pertambahan (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn-BM), Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), Pajak/ bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB,
pajak/ bea materai, pajak retribusi daerah.
Melalui mata kuliah
hukum pajak diharapkan mahasiswa dapat mendalami berbagai persoalan hukum
sebagai akibat yang timbul dari berbagai hubungan hukum yang berkaitan dengan
aktivitas di bidang perpajakan sehingga mahasiswa mampu mengindentifikasi dan
menganalisis persoalan-persoalan hukum yang timbul.
Mata kuliah ini
bertujuan memberikan pengetahuan tentang peraturan-peraturan perpajakan,
prosedurprosedur perpajakan yang berlaku saat ini, mengetahui tata cara
pemungutan pajak dan ketentuan tarif pajak, mengetahui tentang kewajiban
perpajakan, memahami hak dan kewajiban sebagai wajib pajak memahami aspek-aspek
penagihan pajak, tata cara perhitungan pajak penghasilan, PPN dan PPnBM, PBB,
serta BPHTB.
PENGERTIAN
HUKUM PAJAK
Rochmat Soemitro mengatakan bahwa hukum
pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur antara pemerintah sebagai
pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan kata lain, hukum pajak
menerangkan mengenai siapa saja wajib pajak (subjek) dan apa
kewajiban-kewajiban mereka terhadap pemerintah, hak-hak pemerintah, objek-objek
apa saja yang dikenakan pajak, cara penagihan, cara pengajuan
keberatan-keberatan, dan sebagainya.
Dengan demikian, hukum pajak merupakan
bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara
dan orang-orang atau badan-badan hukum) yang berkewajiban membayar pajak
(selanjutnya sering disebut wajib pajak).
Pendapat-pendapat tersebut
memperlihatkan bahwa hukum pajak rnengatur hubungan antara pemerintah dengan
rakyat. Pemerintah berperan dalam fungsinya sebagai pemungut pajak (fiscus) dan
rakyat dalam kedudukannya sebagai subjek pajak (wajib pajak). Oleh karena
adanya hubungan semacam itu maka hukum pajak dikategorikan sebagai hukum
publik.
Kedudukan
Hukum Pajak
Sistem hukum yang berlaku di Indonesia
sekarang adalah civil law system atau sistem Eropa Kontinental. Dalam sistem
ini hukum dibagi menjadi dua, yaitu hukum privat dan hukum publik. Pada
umumnya, hukum pajak dimasukkan sebagai bagian dan hukum publik yang mengatur
hubungan hukum antara penguasa dengan rakyatnya. Hal tersebut dapat dimengerti,
karena di dalam hukum pajak diatur mengenai hubungan antara penguasa/Pemerintah
dalam fungsinya selaku fiscus (pemungut pajak) dengan rakyat dalam kaptasitasnya
sebagal wajib pajak.
Walaupun hukum pajak merupakan hukum
publik tetapi hukum pajak mempunyai hubungan yang erat dengan hukum perdata
(privat) dan saling bersangkutan. Hal ini karena kebanyakan hukum pajak mencari
dasar kemungkinan pemungutannya atas kejadian-kejadian, keadaan-keadaan dan
perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak dalam lingkungan perdata seperti
pendapatan, kekayaan, perjanjian, penyerahan, pemindahan hak karena warisan,
kompensasi pembebasan utang, dan sebagainya.
Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
(Psl.1 angka 6 UU KUP) Kewajiban
Mendaftarkan Diri Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif
dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan
kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.. (Psl.2 (1) UU KUP)
Fungsi
NPWP
Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut
merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap
Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor
Pokok Wajib juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak
dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan
dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak
yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan undang-undang perpajakan. (Penjelasan Psl.2 (1) UU KUP) Wajib Pajak.
(WP), adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Psl.1 angka 2 UU
KUP) Surat Pemberitahuan (SPT)
1.
Pengertian SPT. (Psl 1 UU KUP)
2.
SPT : Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
3.
SPT Masa : Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
Masa Pajak.
4.
SPT Tahunan : Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk
suatu Tahun pajak atau bagian Tahun Pajak
Dalam UU no 28 tahun
2007, khususnya pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa “setiap wajib pajak yang
telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan nomor pokok wajib pajak.
Apabila wajib pajak tidak mendaftarkan diri, tentu akan menimbulkan akibat
hokum berupa ancaman sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling
tinggi sebesar 4 kali pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Kita melihat banyak
wajib pajak yang belum memiliki NPWP walaupun telah mengetahui peraturan yang
ada. Masalahnya bukan pada sanksi tetapi bagaimana menciptakan masyarakat yang
bangga karena telah memliki NPWP. Selain berfungsi sebagai tanda pengenal diri
atau identitas wajib pajak, NPWP juga dimaksudkan untuk tertib administrasi
pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
Seharusnya tidak ada
masyarakat yang mengatakan mereka tidak mengetahui bahwa harus memliki NPWP.
Dari sudut ilmu hokum, hal itu tidak bias dibenarkan berdasarkan adagium “
setiap orang dianggap telah mengetahui setiap UU yang telah diundangkan oleh
pemerintah.
Pemilikan NPWP berkaitan erat dengan pengertian penghasilan , mereka yang sudah berpenghasilan wajib mempunyai NPWP. Penghasilan itu sendiri diartikan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima tau diperoleh dari Indonesia atau luar negeri yang dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan (investasi). Namun demikian, tidak setiap orang yang berpenghasilan diwajibkan memiliki NPWP. Bila seseorang sudah berpenghasilan dengan jumlah penghasilan dibawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tentu yang bersangkutan tidak memiliki kewajiban untuk memiliki NPWP.
Pemilikan NPWP berkaitan erat dengan pengertian penghasilan , mereka yang sudah berpenghasilan wajib mempunyai NPWP. Penghasilan itu sendiri diartikan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima tau diperoleh dari Indonesia atau luar negeri yang dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan (investasi). Namun demikian, tidak setiap orang yang berpenghasilan diwajibkan memiliki NPWP. Bila seseorang sudah berpenghasilan dengan jumlah penghasilan dibawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tentu yang bersangkutan tidak memiliki kewajiban untuk memiliki NPWP.
Pemeriksaan Pajak
1. Pengertian Pemeriksaan.
Pemeriksaan adalah
serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti
yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (Psl.1 angka 25 UU KUP)
2. Wewenang Pemeriksaan Pajak
Direktur Jenderal
Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Psl.29 (1) UU
KUP)
Penagihan Pajak.
Surat Tagihan Pajak,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang
masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan dasar penagihan pajak
(Psl.18 (1) UU KUP)
Gugatan
Gugatan wajib Pajak
atau Penanggung pajak terhadap (Psl.23 (2) UU KUP):
1. Pelaksanaan surat Paksa,Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau pengumuman Lelang.
2. Keputusan
pencegahan dalam rangka penagihan pajak
3. Keputusan yang
berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam
Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26.
4. Penerbitan surat
ketetapan pajak atau Surat Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai
dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peratiran
perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan
pajak.
Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Jumlah kekurangan pajak yang terutang
dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada Pasal 13
ayat (1) huruf a dan huruf e UU KUP ditambah dengan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (Psl.13 (2) UU KUP)
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Paja, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yamg terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. (Psl.15 (1) UU KUP)
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil,
adalah Direktur Jenderal Pajak, setelah
melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah
kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang
terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada
pembayaran pajak.
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Direktur Jenderal Pajak, setelah
melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak lebih bayar apabila
jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang (Psl.17 (1) UU KUP)
0 komentar:
Posting Komentar