Pada
sebuah data yang didapat, pada setiap tahunnya terdapat sekitar 1000 orang
lulusan dari perguruan tinggi yang diwisuda. Dan permasalahannya sekarang akan
muncul beberapa pertanyaan klasik yang akan tidak asing lagi didengar di
telinga kita. Yaitu “kemana ilmu yang didapat itu akan mereka bawa?”
Dari
data yang didapat diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 300 juta
jiwa, 70 persen diantaranya adalah
penduduk diusia pencari kerja.
Dan dipastikan mereka akan menyerbu pasar kerja, sehingga sangat menyeramkan
bila membayangkan itu semua ditengah kekuatan pertumbuhan ekonomi indonesia
yang tidak menentu.
Dari
jumlah tersebut 40 persen diantaranya adalah para pencari kerja yang rata-rata
adalah tamatan dari perguruan tinggi terkemuka. Selebihnya adalah yang
tergolong kepada taraf kurang terdidik
bahkan tidak sempat mengenyam dunia pendidikan.
Mengapa terjadi banyak pengangguran?
Mari
kita mulai lihat dari beberapa fenomena yang terjadi pada masyarakat kita saat
ini. Masyarakat indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya bermata pencarian
sebagai petani. Dilihat dari jumlah dan ketidak menentunya hasil panen, bahkan
belum lagi hama yang menyerang tanaman akan mengurangi jumlah dan kualitas dari
hasil panen petani kita.
Dan
kita kembali pada pembahasan awal, dari hasil panen yang tidak menentu bahkan
akan terjadi kegagalan panen. Dari sini akan dapat kita lihat, seandainya jika
petani kita gagal panen, dengan apa mereka akan meneruskan kehidupan mereka.
Apalagi dengan bahan pokok yang harganya mengila, tentu akan semakin menekan dan
mencekik mereka dari sisi ekonomi.
Dan
dalam hal ini seandainya mereka mempunyai anak, tentu mereka akan membutuhkan biaya
yang tidak sedikit untuk membiayai segala perlengkapan sekolah seperti tas,
baju, sepatu, dan lainnya. Ini akan memperdalam tikaman dari penderitaan yang telah mereka alami sebelumnya.
Pertanyaannya, bagaimana mereka akan menyekolahkan anak-anak mereka sementara
untuk hidup di keesokan hari saja mereka belum tau bagaimana..!?
Dari
sini mau tak mau meski ingin, mereka terpaksa mengurungkan dan mengubur dalam-dalam harapan untuk mengenyam dunia pendidikan. Dan lahirlah para
pengangguran cilik yang hanya bisa
duduk terpaku melihat teman-teman sebayanya berangkat kesekolah dengan senyum
diwajahnya.
Sekarang
mari kita lihat pada tingkat yang lebih tinggi. Pada dunia perkuliahan yang
memang telah ditujukan dalam kekhusussan karir masing-masing sesuai minat dan
kemampuan pada tiap fakultas yang dipilih. Untuk memasukinya saja tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan. Sepeti yang baru-baru ini dilaksanakan tes masuk
melalui jalur SNMPTN diseluruh Indonesia. Dan tentu juga akan melahirkan lagi
calon bibit pengangguran baru.
Pada
fenomena yang tejadi, tidak dapat dipungkiri terjadi kecurangan disana-sininya.
Dimulai dari joki saat ujian tes
masuk, bahkan kebocoran soal. Yang memungkinkan penghambatan secara tidak
lansung dalam mengecam dunia pendidikan di kampus. Padahal kalau kita lihat
dari sisi ekonominya, tidak sedikit pengeluaran yang dilakukan pada saat itu.
Seperti anak daerah yang pergi tes masuk perguruan tinggi ke kota, bahkan ada
juga yang mati-matian ikut pelatihan ini dan itunya seperti lembaga-lembaga
Bimbingan Belajar (BIMBEL) yang mana biaya yang dikeluarkan untuk mengikutinya
tidak lah sedikit sampai jutaan rupiah, belum untuk biaya kos-kosan untuk
anak-anak yang berdomisi jauh dari tempat BIMBEl tersebut.
Fakta
mengatakan, ada diantara peserta tes yang hanya pergi dengan bermodal nekat dengan keinginan mereka saja dan mereka pergi
dengan keras hati. Padahal diketahui orang tua mereka telah melarang karena memang
tidak ada uang untuk membiayai semua kebutuhan kuliahnya kelak.
Dari
sudut pandang kehidupan yang miris ini seharusnya pemerintah tidaklah tinggal
diam dalam menyikapi hal ini. Sebagai negara republik seharusnya pemerintah
paham kalau masyarakat akan banyak
bergantung kepada keputusan yang akan ditetapkan oleh pemerintah pusat,
namun bagaimana kalau pemerintah bersikap acuh tak acuh dengan itu semua???
Karena itu lah dibentuk DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang akan memperjuangkan
hak rakyat. Pertanyaan selanjutnya, apa DPR sudah melakukan kewajibannya???
Belum !!DPR hanya melakukan hak tak penting dengan membangun istana sebagi
kantor mereka menggunakan miliaran rupiah yang bukan hak mereka namun milik
rakyat yaitu APBN.
Bagimana
pun, dalam kasus ini pemerintah dan DPR juga bersalah, kalau seandainya mereka
serius dalam menangani masalah pendidikan dan pengangguran, tentulah tidak akan
banyak pengangguran terdidik yang bingung mencari pekerjaan.
Disisi
lain, masalah pengangguran ini juga merupakan kesalahan pengangguran itu
sendiri, kenapa? karena mereka seharusnya sadar, dimanapun masih berlaku
prinsip hutan yaitu “yang kuat yang akan menang, yang lemah akan kalah”,
maksudnya orang-oarang yang berpotensilah yanag akan selamat dalam persaingan
dalam mencari kerja, serta orang-orang yang kalah akan tersisihkan dan menjadi
pengangguran. Semakin lama persaingan di dunia bisnis dan peluang kerja akan
terus meningkat. Jadi, untuk menghindari resiko tersebut, ada beberapa yanag
harus dilakukan seseorang sebelum mencari kerja, diantaranya : memahami potensi
yang dimilikinya, memprediksi keahlian yang dibutuhkan dan mempelajari
probabilitas (kemungkinan) peluang penerimaan.
Penyebab
pengangguran terdidik yang terbesar adalah tidak adanya keberanian pada setiap
diri sehingga mereka takut untuk membuka lapangan kerja sendiri, dan slalu
ingin bergantung pada lowongan kerja yang sudah ada. Padahal kalau seandainya
mereka melakukan itu, setidaknya mereka bisa mengurangi pengangguran, dengan
mempekerjakan dirinya sendiri. Namun hal itulah yang harus ditumbuhkan dalam
setiap diri individu sebelum dia terjun ke dalam persaingan dalam mencari
kerja.
Untuk
menciptakan hal tersebut, selanjutnya menjadi tugas guru, dosen, serta tenaga
pendidik lainnya untuk menumbuhkan sikap berani berwirausaha sejak dini kepada setiap
peserta didiknya, agar beberapa tahun kemudian mereka menjadi anak yang matang
dalam menghadapi persaingan. Banyak cara yang bisa dilakukan oleh guru dan
pihak sekolah lainnya, contoh konkritnya adalah memberikan mata pelajaran
seperti kewirausahaan di dalam kelas, bukan hanya mata pelajaran wajib seperti
matematika, IPA, dan IPS saja. Karena tidak hanya itu yang akan mereka butuhkan
kelak.
0 komentar:
Posting Komentar