">

DISKUSI MATA KULIAH HUKUM PAJAK

Selasa, 20 Desember 2011

| | |

Pengantar
Mata kuliah ini membahas tentang Falsafah dan dasar hukum pajak, pendekatan pajak, sejarah perpajakan, pengertian, peranan dan fungsi pajak, ke hukum pajak dalam tata hukum nasional, dasar teori pembenaran dasar dalam pemungutan pajak, asas pemungutan pajak lainnya (yuridiksi dalam pemungutan pajak), jenis pajak, stelsel dan system pemungutan pajak, ketentuan umum perpajakan, penyelesaian sengketa dan peradilan pajak, subjek & cara menghitung PPh, Pajak Pertambahan (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn-BM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak/ bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB, pajak/ bea materai, pajak retribusi daerah.
Melalui mata kuliah hukum pajak diharapkan mahasiswa dapat mendalami berbagai persoalan hukum sebagai akibat yang timbul dari berbagai hubungan hukum yang berkaitan dengan aktivitas di bidang perpajakan sehingga mahasiswa mampu mengindentifikasi dan menganalisis persoalan-persoalan hukum yang timbul.
Mata kuliah ini bertujuan memberikan pengetahuan tentang peraturan-peraturan perpajakan, prosedurprosedur perpajakan yang berlaku saat ini, mengetahui tata cara pemungutan pajak dan ketentuan tarif pajak, mengetahui tentang kewajiban perpajakan, memahami hak dan kewajiban sebagai wajib pajak memahami aspek-aspek penagihan pajak, tata cara perhitungan pajak penghasilan, PPN dan PPnBM, PBB, serta BPHTB.

PENGERTIAN HUKUM PAJAK

Rochmat Soemitro mengatakan bahwa hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan kata lain, hukum pajak menerangkan mengenai siapa saja wajib pajak (subjek) dan apa kewajiban-kewajiban mereka terhadap pemerintah, hak-hak pemerintah, objek-objek apa saja yang dikenakan pajak, cara penagihan, cara pengajuan keberatan-keberatan, dan sebagainya.
Dengan demikian, hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut wajib pajak).
Pendapat-pendapat tersebut memperlihatkan bahwa hukum pajak rnengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyat. Pemerintah berperan dalam fungsinya sebagai pemungut pajak (fiscus) dan rakyat dalam kedudukannya sebagai subjek pajak (wajib pajak). Oleh karena adanya hubungan semacam itu maka hukum pajak dikategorikan sebagai hukum publik.

Kedudukan Hukum Pajak

Sistem hukum yang berlaku di Indonesia sekarang adalah civil law system atau sistem Eropa Kontinental. Dalam sistem ini hukum dibagi menjadi dua, yaitu hukum privat dan hukum publik. Pada umumnya, hukum pajak dimasukkan sebagai bagian dan hukum publik yang mengatur hubungan hukum antara penguasa dengan rakyatnya. Hal tersebut dapat dimengerti, karena di dalam hukum pajak diatur mengenai hubungan antara penguasa/Pemerintah dalam fungsinya selaku fiscus (pemungut pajak) dengan rakyat dalam kaptasitasnya sebagal wajib pajak.
Walaupun hukum pajak merupakan hukum publik tetapi hukum pajak mempunyai hubungan yang erat dengan hukum perdata (privat) dan saling bersangkutan. Hal ini karena kebanyakan hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas kejadian-kejadian, keadaan-keadaan dan perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak dalam lingkungan perdata seperti pendapatan, kekayaan, perjanjian, penyerahan, pemindahan hak karena warisan, kompensasi pembebasan utang, dan sebagainya.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
(Psl.1 angka 6 UU KUP) Kewajiban Mendaftarkan Diri Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.. (Psl.2 (1) UU KUP)

Fungsi NPWP

Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang perpajakan. (Penjelasan Psl.2 (1) UU KUP) Wajib Pajak. (WP), adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Psl.1 angka 2 UU KUP) Surat Pemberitahuan (SPT)

1.      Pengertian SPT. (Psl 1 UU KUP)
2.      SPT : Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3.      SPT Masa : Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
4.      SPT Tahunan : Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun pajak atau bagian Tahun Pajak

Dalam UU no 28 tahun 2007, khususnya pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa “setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan nomor pokok wajib pajak. Apabila wajib pajak tidak mendaftarkan diri, tentu akan menimbulkan akibat hokum berupa ancaman sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi sebesar 4 kali pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Kita melihat banyak wajib pajak yang belum memiliki NPWP walaupun telah mengetahui peraturan yang ada. Masalahnya bukan pada sanksi tetapi bagaimana menciptakan masyarakat yang bangga karena telah memliki NPWP. Selain berfungsi sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak, NPWP juga dimaksudkan untuk tertib administrasi pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
Seharusnya tidak ada masyarakat yang mengatakan mereka tidak mengetahui bahwa harus memliki NPWP. Dari sudut ilmu hokum, hal itu tidak bias dibenarkan berdasarkan adagium “ setiap orang dianggap telah mengetahui setiap UU yang telah diundangkan oleh pemerintah.
Pemilikan NPWP berkaitan erat dengan pengertian penghasilan , mereka yang sudah berpenghasilan wajib mempunyai NPWP. Penghasilan itu sendiri diartikan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima tau diperoleh dari Indonesia atau luar negeri yang dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan (investasi). Namun demikian, tidak setiap orang yang berpenghasilan diwajibkan memiliki NPWP. Bila seseorang sudah berpenghasilan dengan jumlah penghasilan dibawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tentu yang bersangkutan tidak memiliki kewajiban untuk memiliki NPWP.

Pemeriksaan Pajak

1. Pengertian Pemeriksaan.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Psl.1 angka 25 UU KUP)

2. Wewenang Pemeriksaan Pajak
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Psl.29 (1) UU KUP)

       Penagihan Pajak.

Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan dasar penagihan pajak (Psl.18 (1) UU KUP)

Gugatan

Gugatan wajib Pajak atau Penanggung pajak terhadap (Psl.23 (2) UU KUP):

1. Pelaksanaan surat Paksa,Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau pengumuman Lelang.
2. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak
3. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26.
4. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peratiran perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.

Keberatan

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:

1.      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (1) huruf a dan huruf e UU KUP ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (Psl.13 (2) UU KUP)

2.  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Paja, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yamg terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. (Psl.15 (1) UU KUP)

3. Surat Ketetapan Pajak Nihil,

adalah Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.

4.      Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak lebih bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang (Psl.17 (1) UU KUP)


0 komentar:

Posting Komentar

Blogingria adalah sebuah blog pribadi yang ditujukan khusus dalam masalah yang ada dalam kuliah hukum dan seputaran hukum yang ada di sekitar kita. Semoga tulisan yang ada bermanfaat bagi pembaca dan khususnya penulis sendiri.

Apabila ada pembaca yang mau tulisannya ikut diposting dalam blog ku ini, silahkan kirim tulisan anda ke email saya pandora.ghotica@gmail.com