">

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK

Selasa, 29 November 2011

| | | 0 komentar


Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera tersebut, perlu secara terus menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan pemberantasan tindak pidana pada umumnya serta tindak pidana korupsi pada khususnya. Ditengah upaya pembangunan nasional di berbagai bidang, aspirasi masyarakat memberantas korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya semakin meningkat, karena kenyataan adanya perbuatan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis diberbagai bidang. Untuk upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat.
Undang-undang No.31 Tahun 1999 ini dimaksudkan untuk menggantikan Undang-undang No.3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diharapkan mampu memenuhi, mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka mencegah dan pemberantasan secara efektif setiap bentuk tindak tindak pidana korupsi yang sangat merugikan keuangan negara pada khususnya serta masyarakat pada umumnya. Kembali mengenai langkah-langkah menghentikan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme akhir-akhir ini, khususnya korupsi dalam hal penyelesaiannya selalu terbentur pada masalah pembuktian. Permasalahan inilah yang hendak penulis kaji, kaitannya dengan efektif tidaknya sistem pembuktian terbalik yang tertuang dalam rancangan amandemen UU No. 31 Tahun 1999 dalam upaya menaggulangi masalah korupsi di Indonesia serta kendala-kendala yang ada didalam sistem pembuktian tersebut.
Adapun beberapa temuan penulis dalam legal opini ini, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut : Mantan Presiden Abdurrahman Wahid mencetuskan sistem pembuktian terbalik (omkering van bewijslast atau shifting burden of proof) dalam kasus narkotik dan KKN secara selektif. Bahwa dalam sistem pembuktian terbalik, tesangka atau terdakwalah yang harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atas apa yang disangkakan atau dituduhkan kepadanya. Oleh karena itu pembuktian terbalik merupakan pengingkaran, penyimpangan, pengecualian terhadap "presumption of innocence" dan "non self incrimination" dan ataupun bertentangan dengan asas yang berlaku. Dalam sistem pembuktian terbalik yang bersifat berimbang dan menyeluruh ini akan tertuang dalam Rancangan Amandemen Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Dengan sistem pembuktian terbalik ternyata masih kurang efektif untuk upaya penanggulangan korupsi sebab masih ada kelemahan di dalamnya yaitu Pembuktian terbalik juga bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah karena tersangka atau terdakwa dianggap telah terbukti bersalah kecuali ia bisa membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Menyangkut pelanggaran hak asasi manusia dalam kategori hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar dasar hukum yang berlaku surut, walaupun peraturan tentang pelaporan harta kekayaan pejabat sudah ada, apabila penerapan asas ini tidak secara professional hal tersebut dapat timbul. Di tunjang dengan kurangnya bukti atau kurang kuatnya bukti yang ada maka akan dapat memudahkan terdakwa lepas dari jerat hukum. Disamping adanya kelemahan-kelemahan tersebut kekurangan efektifan dari sistem pembuktian terbalik ini juga di karenakan adanya kendala-kendala yang ada dalam sistem pembuktian terbalik tersebut, seringkali dimanfaatkan terdakwa untuk menyatakan bahwa ia tidak bersalah melakukan korupsi, kurangnya ahli untuk mengasut kasus korupsi, masih banyaknya jumlah hakim dan jaksa yang tidak bersih, kurangnya serta masyarakat.
Dengan demikian, masalah pembuktian memang sangat penting dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana. Untuk itu penulis menganggap bahwa masalah pembutian ini benar-benar harus dilakukan secara cermat selain itu yang harus juga diperhatikan adalah perlunya perbaikan-perbaikan dalam upaya penanggulangan korupsi. Karena korupsi mempunyai implikasi yang luas dan dapat mengganggu pembangunan serta menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis diberbagai bidang maka untuk upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan
Deskripsi Alternatif :

Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera tersebut, perlu secara terus menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan pemberantasan tindak pidana pada umumnya serta tindak pidana korupsi pada khususnya. Ditengah upaya pembangunan nasional di berbagai bidang, aspirasi masyarakat memberantas korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya semakin meningkat, karena kenyataan adanya perbuatan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis diberbagai bidang. Untuk upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat.
Undang-undang No.31 Tahun 1999 ini dimaksudkan untuk menggantikan Undang-undang No.3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diharapkan mampu memenuhi, mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka mencegah dan pemberantasan secara efektif setiap bentuk tindak tindak pidana korupsi yang sangat merugikan keuangan negara pada khususnya serta masyarakat pada umumnya. Kembali mengenai langkah-langkah menghentikan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme akhir-akhir ini, khususnya korupsi dalam hal penyelesaiannya selalu terbentur pada masalah pembuktian. Permasalahan inilah yang hendak penulis kaji, kaitannya dengan efektif tidaknya sistem pembuktian terbalik yang tertuang dalam rancangan amandemen UU No. 31 Tahun 1999 dalam upaya menaggulangi masalah korupsi di Indonesia serta kendala-kendala yang ada didalam sistem pembuktian tersebut.
Adapun beberapa temuan penulis dalam legal opini ini, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut : Mantan Presiden Abdurrahman Wahid mencetuskan sistem pembuktian terbalik (omkering van bewijslast atau shifting burden of proof) dalam kasus narkotik dan KKN secara selektif. Bahwa dalam sistem pembuktian terbalik, tesangka atau terdakwalah yang harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atas apa yang disangkakan atau dituduhkan kepadanya. Oleh karena itu pembuktian terbalik merupakan pengingkaran, penyimpangan, pengecualian terhadap "presumption of innocence" dan "non self incrimination" dan ataupun bertentangan dengan asas yang berlaku. Dalam sistem pembuktian terbalik yang bersifat berimbang dan menyeluruh ini akan tertuang dalam Rancangan Amandemen Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Dengan sistem pembuktian terbalik ternyata masih kurang efektif untuk upaya penanggulangan korupsi sebab masih ada kelemahan di dalamnya yaitu Pembuktian terbalik juga bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah karena tersangka atau terdakwa dianggap telah terbukti bersalah kecuali ia bisa membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Menyangkut pelanggaran hak asasi manusia dalam kategori hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar dasar hukum yang berlaku surut, walaupun peraturan tentang pelaporan harta kekayaan pejabat sudah ada, apabila penerapan asas ini tidak secara professional hal tersebut dapat timbul. Di tunjang dengan kurangnya bukti atau kurang kuatnya bukti yang ada maka akan dapat memudahkan terdakwa lepas dari jerat hukum. Disamping adanya kelemahan-kelemahan tersebut kekurangan efektifan dari sistem pembuktian terbalik ini juga di karenakan adanya kendala-kendala yang ada dalam sistem pembuktian terbalik tersebut, seringkali dimanfaatkan terdakwa untuk menyatakan bahwa ia tidak bersalah melakukan korupsi, kurangnya ahli untuk mengasut kasus korupsi, masih banyaknya jumlah hakim dan jaksa yang tidak bersih, kurangnya serta masyarakat.
Dengan demikian, masalah pembuktian memang sangat penting dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana. Untuk itu penulis menganggap bahwa masalah pembutian ini benar-benar harus dilakukan secara cermat selain itu yang harus juga diperhatikan adalah perlunya perbaikan-perbaikan dalam upaya penanggulangan korupsi. Karena korupsi mempunyai implikasi yang luas dan dapat mengganggu pembangunan serta menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis diberbagai bidang maka untuk upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan

Undergraduate Theses from JIPTUMM / 2002-11-19 05:37:00

Oleh : RM. AROBBI RAHMAT ZONEIJDHI (98400071), Dept. of Law

Keyword : PEMBERANTASAN, KORUPSI, PEMBUKTIAN TERBALIK


Contoh perjanjian utang piutang.

Senin, 28 November 2011

| | | 0 komentar


PERJANJIAN UTANG PIUTANG

Perjanjian Utang Piutang ini dibuat pada hari ini _____ tanggal _____ tahun _____ oleh dan antara:
Nama           :
Usia              :
Pekerjaan      :
Alamat          :
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.

Nama           :
Usia              :
Pekerjaan      :
Alamat          :
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.

Kedua belah pihak menerangkan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut:
Bahwa PIHAK PERTAMA telah mempunyai utang dari PIHAK KEDUA sejumlah uang sebesar Rp _____ (_____ Rupiah).
Bahwa dengan uang pinjaman dari PIHAK KEDUA, PIHAK PERTAMA tersebut, telah membeli dari PIHAK KETIGA sebuah bangunan rumah tinggal berikut turutan dan pekarangannya yang terletak dalam daerah wilayah _____ berikut dengan segala hak-hak dan kepentingan di atas sebidang tanah dimana didirikan bangunan/rumah tinggal tersebut.
 Bahwa mengenai pinjaman uang tersebut dan sekalian mengenai pemberian jaminan atas bengunan rumah tinggal berikut dengan bidang tanahnya tersebut, kedua belah pihak bermaksud hendak menetapkan dalam suatu Perjanjian.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Para Pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam Perjanjian Utang Piutang ini dengan syarat-syarat sebagai berikut:



Pasal 1
JUMLAH UTANG

PIHAK PERTAMA dengan ini telah berutang dari PIHAK KEDUA uang sejumlah Rp _____ (_____ Rupiah) untuk dapat membeli dalam keadaan kosong bangunan rumah tinggal berikut dengan turutan yang terletak di _____ No. _____ berikut dengan segala hak-hak dan kepentingan-kepentingan di atas bidang tanah tersebut.
Pasal 2
PENYERAHAN

PIHAK KEDUA telah menyerahkan uang sebagai pinjaman sebesar Rp _____ (_____ Rupiah) tersebut secara tunai dan sekaligus kepada PIHAK PERTAMA pada saat Perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak, dan sekaligus Perjanjian ini sebagai tanda bukti penerimaan yang sah.

Pasal 3
BUNGA

Atas utang sejumlah Rp _____ (_____ Rupiah ) tersebut, PIHAK PERTAMA tidak dikenakan bunga apa pun juga oleh PIHAK KEDUA.

Pasal 4
CARA PEMBAYARAN

PIHAK PERTAMA wajib membayar kembali utangnya tersebut kepada PIHAK KEDUA dengan cara pembayaran angsuran sebesar Rp _____ (_____ Rupiah ) per bulan selama _____ tahun.

Pasal 5
JANGKA WAKTU

Jangka waktu pinjaman ditetapkan selama _____  (_____) tahun sedemikian rupa, sehingga pada akhir jangka waktu, yaitu pada bulan _____ seluruh pinjaman harus telah dilunasi oleh PIHAK PERTAMA.


Pasal 6
BIAYA PENAGIHAN

1.  Bilamana untuk pembayaran kembali atas segala sesuatu yang berdasarkan Perjanjian ini diperlukan tindakan-tindakan penagihan oleh PIHAK KEDUA, maka segala biaya-biaya penagihan itu baik di hadapan maupun di luar pengadilan semuanya menjadi tanggungan dan wajib dibayar oleh PIHAK PERTAMA.
2.  Apabila PIHAK PERTAMA lalai dalam membayar biaya-biaya penagihan-penagihan yang dibayar pada Ayat (1) pasal ini, maka terhadap seluruh biaya-biaya tersebut juga dikenakan bunga sebesar  _____ % (_____ persen ) per hari sampai seluruh penagihannya tersebut lunas terbayar.

Pasal 6
PENGEMBALIAN SEKALIGUS

1.  Apabila PIHAK PERTAMA karena sebab apa pun juga lalai atau ingkar dari Perjanjian ini, sedangkan masih ada utang yang belum lunas dibayar oleh PIHAK PERTAMA, maka selambat-lambatnya dalam waktu dua bulan terhitung semenjak tanggal jatuh tempo, PIHAK PERTAMA wajib membayar lunas seluruh tunggakan yang belum dilunasi oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA.
2.  Yang digolongkan sebagai kelalaian atau ingkar janji PIHAK PERTAMA sebagai-mana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, bilamana:
     PIHAK PERTAMA tidak atau lalai memenuhi salah satu kewajibannya yang ditetapkan dalam Perjanjian ini.
a) Terhadap PIHAK PERTAMA diajukan permohonan kepada instansi yang ber-wenang untuk diletakan di bawah pengakuan atau untuk dinyatakan pailit.
b) Bilamana harta kekayaan dari PIHAK PERTAMA terutama bangunan rumah tinggal berikut dengan bidang tanahnya disita atau bilamana terhadap PIHAK PERTAMA dilakukan tindakan eksekusi untuk pembayaran kepada PIHAK KEDUA.
c) Bilamana PIHAK PERTAMA meninggal dunia.

Pasal 7
JAMINAN

Untuk menjamin pembayaran kembali yang tertib dan sebagaimana mestinya atas segala sesuatu yang berdasarkan Perjanjian ini masih terutang oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA, berikut dengan ongkos-ongkos lainnya serta biaya-biaya penagihan, maka akan dibuat sebuah perjanjian di mana PIHAK PERTAMA akan menyerahkan sebagaimana jaminan kepada PIHAK KEDUA sebagai bangunan milik PIHAK PERTAMA terbuat dari dinding tembok lantai ubin dan atap genteng terletak di Jalan  _____  Didirikan di atas sebidang tanah seluas kurang lebih _____ m2 (_____ meter persegi), persil No. _____  Tertanggal _____ berikut dengan segala hak dan kepentingan yang sekarang atau di kemudian hari akan diperoleh PIHAK PERTAMA atas sebidang tanah tersebut di atas.

Pasal 8
KUASA

1.  PIHAK PERTAMA dengan ini memberikan kuasa kepada PIHAK KEDUA untuk mengambil dan menguasai rumah dan tanah serta turutannya sebagaimana disebut pada Pasal 7 untuk menjual atau melakukan lelang atau memiliki sendiri atas benda jaminan tersebut dalam rangka melunasi utang PIHAK PERTAMA.
2.  Kuasa yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA di dalam atau berdasarkan Perjanjian ini, merupakan bagian yang terpenting dan tidak terpisahkan dari Perjanjian ini, kuasa mana tidak dapat ditarik kembali, dan juga tidak akan berakhir karena meninggal dunianya PIHAK PERTAMA, atau karena sebab apa pun juga.

Pasal 9
PENYELESAIAN PERSELISIHAN

1.  Apabila ada hal-hal yang tidak atau belum diatur dalam Perjanjian ini, dan juga jika terjadi perbedaan penafsiran atas seluruh atau sebagian dari Perjanjian ini, maka kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat.
2.  Jika penyelesaian secara mesyawarah untuk mufakat juga ternyata tidak menyelesaikan perselisihan tersebut, maka perselisihan tersebut akan diselesaikan secara hukum yang berlaku di Indonesia, dan oleh karena itu kedua belah pihak memilih tempat tinggal yang tetap dan seumumnya di Kepaniteraan Pengadilan Negeri _____ .

Demikian Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak pada hari dan tanggal tersebut di atas, dibuat rangkap 2 (dua ) bermeterai cukup untuk masing-masing pihak yang mempunyai kekuatan hukum yang sama.

PIHAK PERTAMA                                                                         PIHAK KEDUA

___________                                                                             ___________


Karya ilmiah dalam bidang hukum pidana

Minggu, 13 November 2011

| | | 5 komentar
 
ABSTRAK

            Dalam lapangan hukum pidana ,banyak terdapat apa-apa saja yang termasuk dalam perbuatan yang melanggar hukum atau yang dikenal dengan  istilah tindak pidana (delik).Dalam ilmu hukum  menurut Pompe ,fungsionaris dari hukum pidana (materiel)yaitu “keseluruhan peraturan-peraturan hukum ,yang menunjukan perbuatan-perbuatan mana yang seharusnya dikenakan pidana ,da dimana pidana itu seharusnya terdapat.”1
            Dewasa  ini tindak pidana semakin meningkat drastis seiring dengan berbagai macam cara melakukan tindakan tersebut,baik dengan cara yang halus maupun dengan cara kekerasan,menunjukan frekuensi yang tajam baik secara kuantitas maupun kualitas.Hal ini dapat dilihat atau dibaca diberbagai media massa.Peningkatan tindak pidana tersebut didapat tidak hanya dari kota-kota besar yang peluang tindakan kejahatannya besar,namun di pedesaan-pedesaan juga sudah sering kita temui.Salah satu yang paling menonjol yang sering terjadi belakangan ini adalah tindak pidana kesusilaan, yaitu perkosaan,yang dilakukan terhadap perempuan baik yang sudah dewasa maupun anak di bawah umur.
            Tindak pidana perkosaan ini sangat membahayakan sekali terhadap pergaulan masyarakat dan lingkungannya,karena akibatnya sangat luas.Tidak saja memberi rasa malu terhadap sikorban,keluarga pun akan terkena dampak dari perbuatan asusila itu.Bahkan dapat menghancurkan masa depan sikorban.
            Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat membuat semua orang mesti lebih giat bekerja dalam mencari makan.Baik denga cara yang baik maupun dengan yang buruk. Sehingga mampu  merubah cara dan pola tingkah laku seseorang dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Dimana yang dulunya tindakan asusila itu dianggap tabu atau asing , sekarang sudah dianggap biasa dan lumrah terjadi.Tak mengenal tempat ,waktu maupun keadaan kalau sudah menjadi kebiasaan buruk dengan cara apapun dilakukan.
            Di samping itu tindak pidana perkosaan sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran yang terkandung dalam setiap agama yang ada di Indonesia, serta dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam lingkungan adat istiadat.Dalam budaya adat Indonesia , perkosaan adalah hal yang sangat sakral yang apabila terjadi  suatu wilayah ,maka para pelaku biasanya akan di usir dari kampung . bahkan bisa dirajam seperti yang biasa terjadi di kota Serambi Aceh,orang yang melakukan perbuatan asusila akan dikenakan hukum cambuk sesuai kebiasaan-kebiasaan adat yang telah ada sebelumnya.Sebab perkosaan selalu menyangkut kehormatan seorang wanita yang sangat berharga,apabila kehormatan itu tidak dapat dipertahankan sebelum menikah,maka hal ini menjadi aib yang dapat mencemarkan nama baik  keluarga bahkan lebih luas lagi terhadap lingkungan masyarakat sekitar.Mengenai pelakunya saat ini tidak hanya tergolong kepada kaum muda saja yang tingkat kriminal pergaulan bebasnya besar,namun tidak jarang pelakunya dari kalangan tua.Dari kalangan bapak-bapak bahkan ada juga daari kakek yang sudah tua masih sanggup melakukan tindakan perkosaan tersebut.
            Kalau dilihat dari tata hukum kita,atau tata hukum perundang-undangan yang khususnya terdapat dalam KUHP ,tindak pidana perkosaan ini diatur jelas dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan diancam karena melakukan pemerkosaan dengan tindak pidana penjara paling lama dua belas tahun”.Bahkan secara khusus diatur oleh undang-undang Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga yaitu UU No 23 Tahun 2004 yang apabila perbuatan tersebut dilakukan dalam hubungan keluarga .Seperti seorang ayah memperkosa anak kandungnya sendiri yang diatur dalam Pasal 47 Undang-undang No 23 tahun 2004 dipidana paling singkat empat tahun dan paling lama 15 tahun,dan atau denda paling sedikit Rp 12.000.000 atau paling banyak Rp 15.000.000 .
            Para korban pemerkosaan inipun sangat dibutuhkan turut andil dalam penyelesaian kasus pemerkosaan ini.Sebab pengakuan dan pengaduan korban sangat dibutuhkan .Karena masih banyak korban yang enggan melaporkan dengan alasan malu ,bahkan telah berselang beberapa waktu lamanya baru ia laporkan.Tentu hal itu mempersulit aparat penegak hukum dalam pemeriksaan kasus pemerkosaan tersebut ,sebab kemungkinan bukti-bukti atas perbuatan itu sudah kabur dan tidak memiliki bukti yang otentik.        
            Akan tetapi tetap sulit memberantas “pekat” yang tiap tahun selalu mengalami kenaikan yang cukup signifikan ini.Apa sebenarnya yang melatar belakangai perbuatan tersebut,apakah daya kekuatan hukum kita yang kurang bagus atau masih lemah,ataukah memang moral masyarakat kita yang sudah hancur.Disini penulis mencoba meneliti bagaimana pandangan Bangsa Indonesia dalam menyikapi kasus tindak pidana perkosaan sesuai dengan ideologi dan falsafah bangsa Indonesia.


PERMASALAHAN

Kasus perkosaan yang terjadi tidak luput akibat faktor pornografi dan pornoaksi yang kerap menghiasi layar kaca pertelevisian Indonesia.Hampir tiap hari tayangan yang berbau porno dan adegan-adegan fulgar yang terdapat dalam sinetron-sinetron ataupun film-film itu ditayangkan. Bangsa Indonesia kini telah dilanda krisis multi dimensi.Kini semakin diperparah dengan semakin maraknya porno aksi dan porno grafi yang dipertontonkan secara vulgar di tengah-tengah masyarakat, ini mengakibatkan kebrobrokan moral generasi-generasi bangsa Indonesia dan ini pula salah satu sebab mengapa maraknya kasus-kasus kriminal berupa pemerkosaan atau pun pelecehan seksual di negeri tercinta kita ini terjadi.
Akhir-akhir ini sangat marak sekali kasus pemerkosaan baik pada wanita-wanita dewasa maupun anak-anak yang di bawah umur. Dan hal-hal ini tidak hanya dilakukan oleh mereka-mereka yang awam atau tidak berpendidikan, tapi hal ini pula banyak dilakukan oleh orang-orang yang berpendidikan, hal ini mencerminkan betapa parahnya kebrobrokan moral di negeri ini. Perlu adanya penanganan dan penelitian secara khusus tentang faktor-faktor yang menyebabkan banyaknya kasus-kasus kriminal berupa pemerkosaan yang terjadi di bumi pertiwi ini.Dalam hal ini alasan penyebab utama penyebab terjadinya pemerkosaan adalah wanita, yakni wanita yang menggunakan baju-baju yang seronok yang mengundang nafsu birahi bagi siapapun yang melihatnya,termasuk kaum lelaki, namun jika ditinjau lebih jauh faktor-faktor penyebab terjadinya pemerkosaan bukan hanya sebatas itu saja.Banyak faktor yang bisa didapati,antara lain pergaulan anak muda yang saat ini sudah sangat tidak sewajarnya,mulai dari gaya berpakaian  yang sudah mulai meniru-niru gaya ala barat sana sampai gaya berpacaranpun tidak ikut tertinggal untuk ditiru.
Tindak pidana pemerkosaan adalah suatu tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja atau disebut juga kesengajaan atau kehendak yang dilakukan dengan sengaja. Menurut teori, kehendak kesengajaan adalah melakukan suatu perbuatan dengan mengetahui dan menghendakinya. Jika seperti itu maka perbuatan itu dilakukan dengan sengaja, hal ini terdapat pada pasal 18 KUHP Swiss.
Ketika kapan saja kita keluar rumah. Misalnya pergi ke sebuah pusat pembelajaran atau tempat-tempat terkonsenralisasinya masa. Disana banyak sekali wanita-wanita yang menggunakan baju-baju yang terbuka, hingga siapapun yang melihatnya akan terangsang nafsu birahinya, ini mungkin salah satu faktor penyebab terjadi pemerkosaan dan dalam hal lain yaitu maraknya porno aksi dan porno aksi di negeri ini. Pihak-pihak yang mengeksploitasi wanita sebagai subyek dari porno grafi maupun pun porno aksi dengan tujuan mengeruk keuntungan material tanpa memikirkan dampak negatif bagi orang lain, hal ini menyebabkan banyaknya orang yang ketika memuncak nafsu birahinya namun tak tersalurkan maka besar kemungkinan terjadinya pemerkosaan dengan paksa dan dengan kekerasan, bahkan tidak hanya itu bisa pula berawal dari pemerkosaan hingga terjadi pembunuhan. Mungkin itulah faktor-faktor penyebab terjadinya pemerkosaan secara garis besarnya.
Jika dikaitkan dengan kondisi sekarang yang ada di Indonesia,maka tidak beda jauh dengan kondisi di Swiss tersebut.Para pelaku pasar industri perteknologian, mereka tidak ragu-ragu untuk mengeksploitasi wanita-wanita baik yang masih sekolah atau kuliah maupun yang tidak memiliki pekerjaan,mereka memanfaatkan “wanita” tersebut demi meraih keuntungan material yang berlipat.Bahkan mereka juga tidak segan-segan untuk menjual gadis-gadis Indonesia ke luar negeri untuk dijadikan bahan pelepesan nafsu bejat  dari seorang laki-laki yang bejat.
Berdasar data dari Associated Press (AP), negara kita merupakan negara kedua setelah Rusia yang paling banyak menebarkan Pornoaksi dan pornografi (PP) ini dikemukakan oleh Ketua Komite Indonesia untuk Pemberantasan Pornografi, dan Pornoaksi (KIP3) Pusat, Juniawati T Masjchun. Sekitar 90 persen tindak pidana pemerkosaan yang terjadi pada masyarakat Indonesia dilatarbelakangi tontonan pornografi serta pornoaksi (PP) dari berbagai media massa serta dari informasi massa lainnya.
Rintangan yang dihadapi dalam memerangi peredaran PP di Indonesia di antarnya adalah sulitnya perwujudan regulasi, sehingga gerakan penekanan serta nalar kritis masyarakat harus terus didorong sehingga menjadi gerakan penyeimbang bagi penangulangan PP.Alasan-alasan sepihak diharapkan tidak  mendominasi wacana penanggulangan PP, karena pada setiap tindakan harus didasari hati nurani, nilai kesopanan serta etika sosial harus dikedepankan daripada wacana-wacana yang mengasumsikan perpecahan bangsa apabila UU PP itu diwujudkan.PP juga sangat sering menjadikan perempuan sebagai objek seks, katanya, padahal dalam setiap agama perempuan sangat dimuliakan, Kedudukan seorang ibu lebih tinggi dari pada ayah.
Dengan kondisi permasalahan yang penulis buat di atas, maka disinilah letak pentingnya sebuah hukum dalam kehidupan manusia yaitu untuk mengatur segala perilaku manusia agar tercipta  kehidupan yang nyaman. Dan agar tercipta pula manusia atau masyarakat-masyarakat yang bermoral.











               
PEMBAHASAN
           
A.    Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-unsurnya
Istilah tindak pidana adalah istilah dalam bahasa Indonesia yang biasa dipakai untuk  menterjemahkan istilah “strafbaar feit” atau “delict” yang adadalam bahasa Belanda.Sedangkan istilah strafbaar feit itu sampai sekarang masih belum ada pengertian yang secara kompleks.Banyak sarjana-sarjana yang mendefenisikan dengan berbagai penafsiran , yaitu peristiwa pidana,perbuatan pidana, pertanggung jawaban pidana dan lain-lain.2 Secara garis besar pengertian tindak pidana yaitu perbuatan yang dilarang atau diharuskan dalam Undang-undang ,dan apabila dilanggar larangan atau keharusan tersebut maka akan diancam dengan pidana dalam Undang-undang.
Berdasarkan pengertian secara umum dari tindak pidana di atas , maka syarat-syarat dari tindak pidana yaitu :
1.      Dilakukan oleh manusia ( manusia sebagai subjek hukum ).
2.      Terjadinya tindak pidana itu karena kesalahan ( schuld ) baik dalam bentuk sengaja (dolus) maupun alpa (culpa).
3.      Dilakukan oleh dua orang yang dapat dipertanggung jawabkan.
4.      Adanya aturan yang tertulis (undang-undang) yang dilangggar.
Berdasarkan kutipan yang penulis dapatkan unsur-unsur yang terkandung dalam suatu  tindak pidana  dari
1.       Prof.Satochid Kartanegara, S.H., berpendapat ;3
Unsur-unsur tindak pidana itu terdiri dari :
a.       Unsur Objektif
Unsur objektif adalah unsur-unsur yang terdapat dari luar manusia yang berupa :
-          Suatu tindakan
-          Suatu akibat (een, bepaald gejolk )
-          Keadaan ( omstedigheid )
b.      Unsur subjektif
Unsur subjektif adalah subjektif dari perbuatan yang berupa :
-          Dapat dipertanggung jawabkan
-          Kesalahan ( schuld )

2.      Prof.Moeljatno, S.H berpendapat ;4
Tiap –tiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahir,oleh karena perbuatan yang mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya,adalah suatu kejadian dalam bentuk lahir”.
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini ialah hukum pidana yang telah dikodifikasir, yaitu sebagian besar dari aturan-aturannya telah di susun dalam satu kitab undang-undang (wet boek), yang dinamakan kitab undang-undang hukum pidana. Hukum pidana di Indonesia mengatur segala tingkah laku semua masyarakat Indonesia dengan rujukan untuk menciptakan kedamaian keamanan dalam hal bergaul antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya. Inilah pentingnya adanya hukum pidana beserta undang-undang agar semua masyarakat yang hidup di negara ini merasa terlindungi dirinya, dan merasa aman serta nyaman dalam bergaul ataupun melakukan segala aktivitas yang berkaitan dengan orang banyak.

B.     Tindak Pidana Perkosaan
Menurut Wirjono ,kata perkosaan sebagai terjemahan dan kualifikasi aslinya (Belanda), yakni verkrachting tidaklah tepat karena istilah perkosaan tidak menggambarkan secara tepat tentang perkosaan menurut arti yang sebenarnya dan kualifikasi verkrachting, yakni perkosaan untuk bersetubuh. Oleh karena itu, menurut beliau kualifikasi yang tepat untuk Pasal 285 ini adalah perkosaan untuk bersetubuh 5. Apabila rumusan perkosaan di atas dirinci, terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut.
a. Perbuatannya: memaksa;
b. Caranya:      1) dengan kekerasan;
2) ancaman kekerasan;
c. Objek: seorang perempuan bukan istrinya;
d. bersetubuh dengan dia:
            Dalam pengertian lain perkosaan tersebut berasal dari kata “Perkosa” yang berati paksa, gagah , kuat, dan perkasa. Memperkosa berati menundukan dengan kekerasan , menggagahi, melanggar (menyerang) dengan kekerasan.6 Sedangkan pemerkosaan diartikan sebagai proses ,cara, perbuatan memperkosa;pelanggaran dengan kekerasan.7 Dapat diketahui bahwa pemerkosaan memiliki unsur yang memaksa dengan kekerasan.
Definisi perkosaan sendiri masih rumit. Masih banyak perbedaan pandangan tentang definisi perkosaan. Artinya bila laki-laki dengan paksa memasukkan kemaluannya ke vagina perempuan dan meninggalkan sperma di dalamnya, itu baru dinamakan pemerkosaan. Namun bila sesama jenis, homo, lesbi, melakukan dengan paksa bukan pemerkosaan lagi, akan tetapi mengarah pada perbuatan cabul. Intinya seorang laki-laki dengan agresifitas memaksa memasukkan kemaluannya dan meninggalkan sperma di dalamnya, itu yang namanya diperkosa. Kalau alat vitalnya sama dan sejenis dan dilakukan dengan paksa, itu perbuatan cabul.
Dalam visi medis pun, seorang dokter juga tak akan dengan mudah mengklaim pasien yang melapor kemudian diperiksa, telah atau baru saja diperkosa. Dokter akan memeriksa vagina sang korban, apakah ada perobekan didalam vagina--menurut searah jarum jam, misalkan jam 12.00, 09.00 atau 15.00--kemudian dicari apakah ada luka-luka memar dalam tubuhnya.Dan bila ternyata dalam vagina terdeteksi ada sperma yang tertinggal dan terjadi perobekan, dokter akan mengeluarkan visum dengan kata-kata: pada diri pasien ini telah terjadi perobekan akibat benda kenyal sebesar sekian dalam vagina dan tertinggal cairan sperma disertai luka-luka memar di wajah atau badan, tanpa langsung memberikan kesimpulan bahwa si korban telah diperkosa.
            Pemerkosaan itu erat hubungannya dengan pemaksaan. Karena pemerkosaan itu dilakukan dengan pemaksaan(dwingen). Pengertian perbuatan memaksa (dwingen) adalah perbuatan yang ditujukan pada orang lain dengan menekan kehendak orang lain yang bertentangan dengan kehendak orang lain itu agar orang lain tadi menerima kehendak orang yang menekan atau sama dengan kehendaknya sendiri.  Cara-cara memaksa di sini terbatas dengan dua cara, yaitu :
1.          Kekerasan (geweld)
2.          Ancaman kekerasan (bedreiging met geweld).
Dua cara memaksa itu tidak diterangkan lebih jauh dalam undang-undang. Hanya mengenai kekerasan, ada Pasal 89 yang merumuskan tentang perluasan arti dan kekerasan, yaitu membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Sedangkan ancaman kekerasan adalah ancaman kekerasan fisik yang ditujukan pada orang, yang pada dasarnya juga berupa perbuatan fisik, perbuatan fisik mana dapat saja berupa perbuatan persiapan untuk dilakukan perbuatan fisik yang besar atau lebih besar yang berupa kekerasan, yang akan dan mungkin segera dilakukan/diwujudkan kemudian bilamana ancaman itu tidak membuahkan hasil sebagaimana yang diinginkan pelaku.
a.d.1 Ada dua fungsi kekerasan dalam hubungannya dengan tindak pidana yang bersangkutan, yaitu sebagai berikut.
a. Kekerasan yang berupa cara melakukan suatu perbuatan.
Kekerasan di sini memerlukan syarat akibat ketidakberdayaan korban. Ada causal verband antara kekerasan dengan ketidakberdayaan korban. Contohnya kekerasan pada perkosaan, yang digunakan sebagai cara dan memaksa bersetubuh. Juga pada pemerasan (Pasal 368), yang mengakibatkan korban tidak berdaya, dengan ketidakberdayaan itulah yang menyebabkan korban dengan terpaksa menyerahkan benda, membuat utang atau menghapuskan piutang.
c.       Kekerasan yang berupa perbuatan yang dilarang dalam tindak pidana, bukan merupakan cara melakukan perbuatan. Contohnya kekerasan pada Pasal 211 atau 212.
a.d.2 Ancaman kekerasan mengandung dua aspek penting, yaitu sebagai berikut.
1. Aspek objektif, ialah wujud nyata dan ancaman kekerasan yang berupa perbuatan persiapan dan mungkin sudah merupakan perbuatan permulaan pelaksanaan untuk dilakukannya perbuatan yang lebih besar yakni kekerasan secara sempurna; serta yang menyebabkan orang menerima kekerasan menjaai tidak berdaya secara psikis, berupa rasa takut, rasa cemas (aspek subjektif yang diobjektifkan).

2. Aspek subjektif, ialah timbulnya suatu kepercayaan bagi si penerima kekerasan (korban) bahwa jika kehendak pelaku yang dimintanya tidak dipenuhi yang in casu bersetubuh dengan dia, maka kekerasan itu benar-benar akan diwujudkan. Aspek kepercayaan mi sangat penting dalam ancaman kekerasan sebab jika kepercayaan mi tidak timbul pada din korban, tidaklah mungkmn korban akan membiarkan dilakukan suatu perbuatan terhadap dirinya.
            Perkosaan itu juga dapat digolongkan menjadi beberapa tipe: 8
1.      Seductive rape
Yaitu perkosaan yang terjadi karena pelakunya merasa teransang nafsu birahinya,bisa saja disebabkan oleh sesuatu yang dilihat yang menggairahkan baginya,dan ini bersifat sangat subjektif. Biasanya tipe perkosaan seperti ini terjadi pada mereka yang saling mengenal,misalnya pada pacar,teman,atau orang-orang terdekat.Faktor pergaulan dan interaksi sosial sangat berpengaruh pada perkosaan jenis ini.

2.      Sadistic rape
Yaitu perkosaan yang dilakukan secara sadis. Dalam tipe ini,pelaku yang memperkosa bukannya mendapatkan kepuasan bersetubuh dengan korban,namun karena perbuatan kekerasan yang dilakukan terhadap tubuh perempuan , terutama organ genitalianya.

3.      Anger rape
Yaitu perkosaan yang dilakukan atas kesal dan marah sipelaku.Perkosaan tipe ini biasanya disertai dengan tindakan-tindakan brutal secara fisik.Disini pelaku tidak menghendaki kepuasan seks ,melainkan terlampiasnya rasa marah terhadap korban.

4.      Domination rape
Dalam tipe perkosaan ini,pelaku ingin menunjukan dominasinya pada korban.Maksudnya pelaku ingin menguasai korban secara seksual,tidak ada unsur-unsur kekerasan fisik yang jadi prioritas utama pelaku. Dengan demikian pelaku dapat membuktikan pada dirinya bahwa ia berkuasa atas orang-orang tertentu yang dapat ia perkosa.Misalnya,perkosaan yang dilakukan majikannya terhadap pembantunya.

5.      Exploration rape
Perkosaan tipe ini terjadi karena ketergantungan korban terhadap pelaku,baik secara ekonomi maupun sosial. Ibaratnya korban mempunyai hutang budi pada pelaku.Dalam hal ini tanpa menggunakan kekerasan fisikpun pelaku dapat memaksakan keinginan seksualnya pada korban. Misalnya ada sebuah persetujuan dari korban dengan pelaku .Hal ini bukan karena adanya keinginan seksual dari koran melainkan ada ketakutan apabila dipecat dari pekerjaannya.



Kalau kita menarik sejarah masa lampau, ada semacam dominasi laki-laki sebagai manusia superior dibandingkan dengan kaum hawa yang notabene lemah dan butuh perlindungan. Ini berkaitan dengan adanya budaya masyarakat kita yang sangat male oriented, yang selalu melihat segalanya dari selera laki-laki. Wanita secara kultural dilihat sebagian orang kedua. Dalam seuatu penilaian yang memuliakan atau meremehkan, laki-laki melihat wanita sebagai obyek seks. Entah itu sebagai gundik atau selir. Bahkan sekarang istilah yang paling memasyarakat munculnya para WIL (Wanita Idaman Lain) .
Hal ini membuat wanita selalu dalam keadaan terancam baik itu secara fisik atau secara psikologis. Dalam male culture Jawa, laki-laki selalu memingit wanita atau sering disebut dengan pagar ayu. Di pedesaan Cina tradisional, gadis sering tidak melihat suaminya sebelum perkawinan, karena perkawinan diatur oleh orang tua. Sedangkan dalam Islam atau dalam tradisi perkawinan Jawa, laki-laki diperbolehkan untuk menikah lebih dari satu sesuai dengan syarat yang berlaku . Istri yang sudah ada, bisa diwayuh ( diduakan ). Ini merupakan indikasi dari kekuatan atau superior laki-laki dibandingkan perempuan. Artinya sisi lain sangat tabu sekali seorang perempuan menikah lebih dari satu atau mempunyai laki-laki lebih dari seorang.
Bahwa pemerkosaan dimungkinkan terjadi karena adanya benturan antara male oriented dengan kondisi wanita yang makin menjunjung emansipasi. Di satu pihak wanita itu menjadi semakin bebas,wanita dalam bertindak bertingkah laku sesuai dengan yang diinginkannya.Sementara di pihak lain laki-laki tetap memandang wanita sebagai obyek,obyek dalam kehidupan dan bisa juga dalam nafsu belakanya. Ini akhirnya bisa disinyalir dengan munculnya atau timbulnya kasus-kasus perkosaan.
Kalau kita melihat kasus perkosaan ini dalam segi kelas dari masyarakat tertentu.Misalnya dalam masyarakat kelas menengah ke atas,mereka sering membuat wanita sebagai objek seks atau pelampiasan nafsu,tapi masih sesuai dengan hukum.Seperti melakukan poligami karena mereka sanggup untuk membiayai istri lebih dari satu,atau kalau minat mereka tidak tersalurkan ,mereka juga sering ke cafe-cafe atau tempat hiburan malam guna mencari para pelacur. Namun lain juga halnya sama masyarakat kelas menengah ke bawah,yang sering melakukan perbuatan perkosaan itu dengan cara paksa.
Pada akhirnya masalah pemerkosaan seringkali dilihat dari sisi dominasi laki-laki terhadap perempuan. Seperti juga yang tercantum dalam hukum di Indonesia, bahwa pengertian perkosaan itu berlaku bila pelaku perkosaan tersebut laki-laki dengan korban wanita.Dilakukan oleh laki-laki dengan pelampiasan si wanita.

















PENUTUP
            Kesimpulan
            Perbuatan perkosaan sangat bertentangan dengan idelogi bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai harkat dan martabat setiap manusia. Bahkan tertuang dalam sila ke-4 Pancasila yang berbunyi”Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”.Artinya setiap manusia (khususnya rakyat Indonesia) memiliki padangan dan derajat yang sama dalam negara yang dilindungi oleh negara dengan berlandaskan hukum yang berlaku di wilayah kita.
Secara umum perkosaan di definsikan sebagai tindakan kekerasan yang berakibat merugikan secara sepihak dan mengutungkan secara sepihak juga.Bagi pihak yang dirugikan pada umumnya ada terletak pada kaum hawa,sedangkan pihak yang mendapatkan keuntungan atau kesenangan dari pihak yang tertindas adalah kaum laki-laki yang “bejat”.
Hakim juga dituntut untuk berbuat adil dan sesuai dengan protap untuk mengahakimi para pelaku perkosaan dengan berdasarkan pertimbangan,seperti:
a)      Pelaku dikenakan pada pasal apa atau undang-undang no berapa serta  jenis tindakan kejahatan apa yang dia lakukan.Dengan memperhatikan beberapa unsur yang bisa dijadikan acuan hukuman .
b)      Tingkah laku dan atau keadaan pribadi pelaku. Dengan melakukan perbandingan terhadap tindakan kejahatan yang dia lakukan.Hal tersebut dapat diperhitungkan hukuman – hukuman yang paling setimpal yang erat dengan tingkah lakunya.
c)      Memperhatikan alat-alat bukti yang sah,sekurang-kurangnya dua alat bukti atau barang bukti.
d)     Sikap terdakwa dalam persidangan.Ini bisa juga dilihat dalam KUHAP
e)      Riwayat
f)       dan terakhir keputusan dari hakim itu sendiri.



Saran
            Di sini penulis sebagai orang yang “baru” dalam dunia hukum tertutama dalam lapangan hukum pidana berkeinginan memberikan saran-saran dalam mengatasi atau mengurangi dampak dari tindakan perkosaan ini yaitu :
-            Dalam segi pengambil keputusan terutama dalam lembaga kehakiman diharapkan yang menjadi hakim itu sendiri adalah orang yang benar-benar mengerti dengan tindakan penyalahgunaan hak asasi manusia untuk berbuat,berekspresi mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki.Di sini hakim mesti bisa memberikan keputusan yang setimpal dengan jenis tindakan yang dia lakukan.Dengan tidak berat sebelah dan diharapkan dengan keputusan yang diberikan menjadi penyesalan yang besar bagi pelaku kriminal dan bisa menjadi orang yang lebih baik kedepannya.Hukuman yang ringan dan tidak memenuhi rasa keadilan akan membuat pencitraan yang negatif  terhadap lembaga Pengadilan.
-            Bagi korban perkosaan diharapkan bisa memiliki kekuatan untuk menolak atau mencari peluang agar tidak terlaksana niat buruk si pelaku.Dan apabila sudah mentok tidak bisa mengelak, kepada korban juga diharapkan cepat-cepat melapor kepihak yang berwajib,jangan sampai kalau kasus tersebut sudah  basi akan sulit juga bagi penegak hukum untuk menyidik kasus itu.
-            Dengan melakukan tindakan antisipasi dini. Masalah perkosaan adalah masalah kesempatan. Artinya jangan beri kesempatan pada pemerkosa. Ada beberapa cara untuk menghindari perkosaan. Paling tidak, wanita yang menjadi sasaran sedapat mungkin ada pihak yang mendampingi saat bepergian sendiri, jangan menimbulkan rangsangan-rangsangan, baik itu dalam bentuk perilaku, pakaian, atau gerakan, pada lawan jenisnya. Terhadap anak-anak harus diajarkan untuk berteriak sekeras mungkin bila ada orang yang 'mengganggunya'.Yang paling mungkin pada wanita dewasa perlu diingat bahwa meskipun alat 'pemerkosa' itu disebut alat perusak, namun sekaligus alat yang paling lemah . kalau mengetahui itu alat yang paling lemah, saat akan diperkosa, diremas saja dengan keras.
-            Dan yang terakhir.Sekuat-kuat apa hukum yang diberikan kepada pelaku,sebagus-bagusnya tindakan antispasi dini dari lembaga hukum,kalau memang dasar orang(pelaku) itu sudah buruk,dan tidak mengenal agama .Maka dengan cara apapun nafsu buruk nya itu pasti mesti dia lakukan ,meskipun nyawa tantangannya.Jadi sebagai warga negara yang baik yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa,sangat diharapkan kesadarannya akan dosa yang dia lakukan akibat perbuatannya.Karena walaupun hukum di negeri kita hancur atau tidak tegas, maka dengan hukum yang kita tegakkan dalam diri kita dengan selalu menjadi manusia yang taat pada Penciptanya,maka tindakan kejahatan terutama kasus perkosaan akan berkurang sendirinya,bahkan bisa lenyap sekalipun. Bisakah negara kita menjadi negara yang aman tanpa unsur-unsur  kekerasan ??hanya Tuhan dan waktu lah yang tahu.
Blogingria adalah sebuah blog pribadi yang ditujukan khusus dalam masalah yang ada dalam kuliah hukum dan seputaran hukum yang ada di sekitar kita. Semoga tulisan yang ada bermanfaat bagi pembaca dan khususnya penulis sendiri.

Apabila ada pembaca yang mau tulisannya ikut diposting dalam blog ku ini, silahkan kirim tulisan anda ke email saya pandora.ghotica@gmail.com