Hubungan IMB dengan Penataan Ruang Kota
1.
Perizinan di Bidang Bangunan
(Gambaran Umum Perizinan Bangunan)
Fungsi bangunan sebagai tempat segala aktivitas manusia, mulai dari aktivitas
perekonomian, kebudayaan, sosial, dan pendidikan terkait dengan fungsi
pemerintah daerah sebagai “agent of development, agent of change, agent of
regulation”.
Dalam fungsinya tersebut, pemerintah daerah berkepentingan terhadap
izin-izin bangunan. Perizinan bengunan diberlakukan agar tidak terjadi
kekacau-balauan dalam penataan ruang kota, dan merupakan bentuk pengendalian
pembangunan ruang kota.
Tentang
perlunya izin bangunan, ini akan nampak manakala kita melihat kota-kota besar.
Kota besar seperti Jakarta dan sebagainya mengalami pertumbuhan yang sangat
cepat dan akan terus berlanjut dari tahun ketahun. Kebutuhan akan perumahan
(mulai rumah perumahan sederhana, rumah susun, apartemen, dan real estate),
perkantoran, pertokoan, mall, dan tempat-tempat hiburan (hotel, diskotek),
tempat pendidikan dan bangunan lainnya semakin tinggi sebagai akibat
pertambahan penduduk dan kebutuhannya.
Pembangunan di bidang real estate, industrial estate, shopping centre, dan
sebagianya, saat ini diperlukan pengaturan dalam rangka pengendalian dampak
pembangunan, yang meliputi dampak lingkungan, impact fee dan traffic
Impact Assement.
Impact fee, adalah biaya yang harus dibayar
oleh pengembang kepada pemerintah kota akibat dari pembangunan yang mereka
laksanakan. Pelaksanaan pembangunan oleh pengembang akan mengakibatkan biaya
infrastruktur bagi pemerintah kota , karena seluruh jaringan infrastruktur yang
dibangun akan disambung dengan system jaringan kota, yang pada gilirannya akan
menuntut peningkatan kapasitas.
traffic Impact
Assement , yaitu kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengembang untuk
malakukan kajian analisis tentang dampak lalu lintas. Kajian tersebut harus
dapat menggambarkan kinerja jaringan jalan sebelum dan stelah ada pembangunan,
dampaknya dan bagaimana mengatasinya. (Ismail Zuber, 2000, hal. 12)
2.
Pembangunan Gedung dan
Hubungannya dengan Perizinan
Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena
itu, dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada peraturan penataan
ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin
kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap
bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administrative dan teknis bangunan
gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib dan teratur.
Dalam hal ini pemerintah telah mengatur dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung. Undang-undang ini mengatur fungsi
bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung,
termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap
tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan
pembinaan oleh pemerintah, dan sanksinya.
Seluruh maksud dan tujuan pengaturan dalam undang-undang diatas dilandasi oleh
azas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung
dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan
berperikeadilan.
Dengan
diberlakukannya undang-undang ini, semua penyelenggaraan bangunan gedung, baik
pembangunan maupun pemanfaatan, yang dilakukan di wilayah negara Republik
Indonesia, yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, masyarakat, dan oleh fihak
asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang
Bangunan Gedung. (Adrian Sutedi, SH.,MH. Hal. 225).
Di dalam
pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, telah
ditentukan persyaratan administrasi bangunan gedung, yaitu :
a. status hak atas tanah
dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah ;
b. status kepemilikan bangunan
gedung ;
c. izin mendirikan bangunan
gedung;
d. kepemilikan, dan pendataan
bangunan gedung.
Menyangkut dengan pembangunan gedung yang dilakukan oleh pengembang haruslah
memperhatikan keharmonisan antara bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Selain
harus memperhatikan keserasian intern, yaitu keserasian antara bahan atap,
warna bangunan, jalan masuk, saluran air bersih, air limbah, pelayanan
telekomunikasi, pertamanan, penempatan nomor, nama hunian, dan hal-hal lain
yang menunjukkan nilai dari komunitas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang dalam melaksanakan bangunan ,
antara lain :
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
b. Koefisien Luas
Bangunan (KLB)
c. Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU)
Untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan sebagai berikut :
a. Koefisien
Dasar Bangunan (KDB)
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), menunjukkan luas dasar (footprint) bangunan
maksimum yang boleh dibangun dibanding luas kavling. KDB tidak boleh melebihi
rasio maksimum yang diperbolehkan seperti terlihat pada gambar kadaster yang
terlampir dalam PPJD. Persentase KDB berbeda menurut lokasi, luas dan bentuk
kavling akan ditentukan dalam Gambar Kadaster oleh Pengembang.
b. Koefisien Luas Bangunan (KLB)
Koefisien Luas Bangunan (KLB) ini menunjukkan luas keseluruhan bangunan yang
boleh dibangun disbanding luas tanah. KLB tidak boleh melebihi standar yang
ditentukan oleh pengembang, rasio KLB berbeda menurut lokasi, luas dan bentuk
kavling.
c. Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU)
Daerah Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU), adalah daerah dimana pengembang
berhak untuk menetapkan jarak maksimum bebas bangunan yang terdapat pada
sepanjang batas belakang atau depan sebagai cadangan jalur utilitas.
Berkaitan dengan hal tersebut beberapa
kavling akan mempunyai bak control (Inspection Chamber = IC), yang harus dapat
dicapai oleh pengembang dan/ atau pengelola dan/ atau pejabat pemerintah yang
berwenang, guna pemeliharaan system tersebut. Apabila system tersebut
memerlukan perbaikan, maka pembeli harus mengizinkan pekerja dari
instansi-instansi tersebut untuk melakukan perbaikan yang diperlukan. (Adrian
Sutedi, SH.,MH. Hal. 227).
3. Pengurusan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB)
Pengaturan dalam pemberian izin pendirian dan penggunaan bangunan dilakukan
untuk menjamin agar pertumbuhan fisik perkotaan dalam rangka mendukung
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, tidak menumbulkan kerusakan penataan
kota tersebut. Oleh karenanya maka setiap akan membangun harus mengurus dulu
Izin Medirikan Bangunan (IMB). Sedangkan pada saat akan menggunakan bangunan
juga harus lebih dahulu memperoleh Izin Penggunaan Bangunan (IPB).
Mengapa mendirikan bangunan dan menggunakannya itu membutuhkan IMB dan
IPB ? Dalam hal ini ada beberapa alasan, yaitu :
a. Agar tidak
menimbulkan gugatan fihak lain setelah bangunan berdiri, untuk itu sebelum
mendirikan bangunan harus ada kejelasan status tanah yang bersangkutan.
b. Lingkungan kota
memerlukan penataan dengan baik dan teratur, indah, aman, tertib, dan nyaman.
Untuk mencapai tujuan itu penataan dan pelaksanaan pembanguna bangunan di
perkotaan harus isesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Kota.
c. Pemberian Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) juga dimaksudkan untuk menghindri bahaya secara fisik
bagi penggunaan bangunan. Untuk itu dibutuhkan rencana bangunan yang matang dan
memenuhi standr/ normalisasi teknis bangunan yang telah diteapkan yang meliputi
arsitektur, kontruksi dn intalainya.
d. Pemantauan
terhadap standar/normalisasi teknis banguna melalui izin Penggunaan Bangunan
diharapkan dapat mencegah bahaya yang mungkin timbul.
Tentang pelayanan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sebenarnya dapat
dilakukan dengan pola pelayanan satu atap, yaitu pola pelayanan pemberian izin
yang dilakukan secara terpadu pada satu tempat/lokasi oleh beberapa instansi
pemerintah yang terlibat dalam proses penerbitan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), misalnya Dinas Tata Kota, BPN, Tim arsitektur, dan sebagainya
4.
Pelayanan Izin Membangun Bagi
Pemerintah Daerah dalam Era Otonomi Daerah
Di dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003, tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik,
telah digariskan bahwa keterpaduan sistem penyelenggaraan pelayanan melalui
jaringan informasi on-line harus dikembangkan dengan penyediaan data dan
informasi sehinga penyelenggaraan pelayanan dapat dilakukan secara tepat,
akurat dan aman
Dalam hal ini ada 4 (empat) kondisi yang memacu arah perbaikan mutu pelayanan
masyarakat, yaitu :
a. Lingkungan yang
berkembang dan tuntutan masyarakat juga meningkat seiring dengan kondisi dan
kwalitas hidup masyarakat.
b. Kuatnya sector
swasta mencari lokasi tempat usaha (gedung) untuk merebut pangsa pasar di dalam
memasarkan produk barang dan jasanya di suatu wilayah.
c. Perkembangan
teknologi yang dapat memeberikan layanan terbaik dengn komunikasi yang lebih
luas dan mudah.
d. Tuntutan
masyarakat yang semakin besar untuk memperoleh layanan public yang berkwalitas,
efisien dan efektif.
Dalam hal ini ada
beberapa pemikiran, anatara lain :
a. Banyaknya
rekomendasi dan izin yang harus dipenuhi untuk memperoleh IMB, seperti untuk
membangun lokasi saha, maka diperlukan rekomendasi AMDAL, dinad tata ruang dan
lain sebagainya.
b. Belum adanya
system pelayanan satu atap secar menyeluruh, baik mengenai personilnya,
kantor/tempat pelayanannya, peralatan dan lain sebagainya.
5.
Pembangunan Proyek-Proyek
Pemerintah
Pelaksanaan proyek-proyek pemerintah dilapangan sering berbenturan dengan
kepentingan individu dan masyarakat, yang kemudian sampai ke PTUN.
Yang menjadi persoalan adalah, mungkinkah dilakukan penundaan atas proyek
karena menunggu putusan PTUN?, Dapatkah proyek-proyek tersebut dikategorikan
kepentingan umum ?. Bagaimana nasib kerugianyang diderita penggugat akibat
pelaksanaan proyek tersebut ?.
Mengingat bahwa proyek-proyek tersebut pendanaannya adalah terkait dengan
disiplin anggaran negara, maka jika terjadi penundaan akan berdampak pada
perencanaan dan mata anggaran tersebut, apalagi jika tidak selesai tepat waktu,
maka anggaran akan hangus. Lalu siapa yang rugi ?. Yang rugi jelas pertama-tama
adalah negara, kemudian developer dan yang terakhir adalah masyarakat.
6.
Hubungan dengan Tata Ruang Kota
Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga masyarakat perlu
mendapat akses dalam proses perencanaan penataan ruang. Konsep dasar hukum
penataan ruang terdapat dalam pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 aliniea
ke-4, yang menyatakan “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia”. Selanjutnya, dalam pasal
33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Ketentuan
tersebut memberikan “hak penguasaan kepada Negara atas seluruh sumber daya alam
Indonesia, dan memberikan kewajiban kepada Negara untuk menggunakan
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.” Kalimat tersebut mengandung makna,
Negara mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan, mengambil dan
memanfaatkan sumber daya alam guna terlaksananya kesejahteraan yang
dikehendaki. Untuk dapat mewujudkan tujuan Negara tersebut, khususnya untuk
meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa berarti
Negara harus dapat melaksanakan pembangunan sebagai penunjang dalam tercapainya
tujuan tersebut dengan suatu perencanaan yang cermat dan terarah.
Apabila kita
cermati secara seksama, kekayaan alam yang ada dan dimiliki oleh Negara, yang
kesemuanya itu memiliki suatu nilai ekonomis, maka dalam pemanfaatannya harus
diatur dan dikembangkan dalam pola tata ruang yang terkoordinasi, sehingga
tidak akan adanya perusakan dalam lingkungan hidup. Upaya perencanaan
pelaksanaan tata ruang yang bijaksana adalah kunci dalam pelaksanaan tata ruang
agar tidak merusak lingkungan hidup, dalam konteks penguasaan Negara atas dasar
sumber daya alam, melekat di dalam kewajiban Negara untuk melindungi,
melestarikan dan memulihkan lingkungan hidup secara utuh. Artinya, aktivitas
pembangunan yang dihasilkan dari perencanaan tata ruang pada umumnya bernuansa
pemanfaatan sumber daya alam tanpa merusak lingkungan.
Selanjutnya,
dalam mengomentari konsep Roscoe Pound, Mochtar Koesoemaatmadja mengemukakan
bahwa hukum haruslah menjadi sarana pembangunan. Disini berarti hukum harus
mendorong proses modernisasi. Artinya bahwa hukum yang dibuat haruslah sesuai
dengan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejalan
dengan fungsi tersebut, maka pembentuk undang-undang mengenai penataan ruang.
Untuk lebih mengoptimalisasikan konsep penataan ruang, maka peraturan
perundang-undangan telah banyak diterbitkan oleh pihak pemerintah, dimana salah
satu peraturan perundang-undangan yang mengatur penataan ruang adalah Undang
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang merupakan undang-undang
pokok yang mengatur tentang pelaksanaan penataan ruang.
Sejarah Pengaturan Tata Ruang
Di Indonesia Dulu Hingga Sekarang
Peraturan
yang berkaitan dengan penataan ruang (kota) modern di Indonesia telah
diperhatikan ketika kota Jayakarta (kemudian menjadi Batavia) dikuasai oleh
Belanda pada awal abad ke-7, tetapi peraturan tersebut baru dikembangkan secara
insentif pada awal abad ke-20. Peraturan pertama yang dapat dicatat disini
adalah De Statuen Van 1642 yang dikeluarkan oleh VOC khusus untuk Kota
Batavia.
Peraturan
ini tidak hanya membangun pengaturan jalan, jembatan dan bangunan lainnya,
tetapi juga merumuskan wewenang dan tanggung jawab pemerintah kota. Pembangunan
peraturan kota mulai diperhatikan lagi setelah Pemerintah Hindia Belanda
menerbitkan Undang-Undang Desentralisasi pada tahun 1903 yang mengatur
pembentukan pemerintah kota dan daerah. Dimana undang-undang ini memberikan hak
kepada kota-kota untuk mempunyai pemerintahan, administrasi dan keuangan kota
sendiri.
Tugas
pemerintahan kota diantaranya adalah pembangunan dan pemeliharaan jalan dan
saluran air, pemeriksaan bangunan dan perumahan, perbaikan perumahan dan
perluasan kota. Berdasarkan undang-undang ini dibentuklah pemerintahan otonom
yang disebut Gemeente, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Tak lama kemudian,
pada tahun 1905 diterbitkan Localen-Raden Ordonantie, Stb 1905/191 Tahun 1905
yang antara lain berisi pemberian wewenang pada pemerintahan kota untuk
menentukan prasyarat persoalan pembangunan kota.
Karena
mengalami beberapa persoalan mengenai pembentukan kota, pada akhirnya
pemerintah Hindia Belanda menyadari perlunya perencanaan kota yang menyeluruh.
Hal inilah yang memicu dimulainya pengembangan perencanaan kota di Indonesia,
meskipun pada saat itu belum ada peraturan pemerintah yang seragam.
Peraturan
pembangunan kota tidak dapat dipisahkan dengan usaha-usaha Thomas Karsten, yang
dalam kegiatannya dari tahun 1902 sampai dengan 1940 telah menghasilkan
dasar-dasar yang kokoh bagi perkembangan peraturan pembangunan kota yang
menyeluruh, antara lain untuk penyusunan rencana umum, rencana detail, dan
peraturan bangunan. Laporan Thomas Karsten mengenai pembangunan kota
Hindia Belanda yang diajukan pada kongres desentralisasi pada tahun 1920 tidak
hanya berisikan konsep dasar pembangunan kota dan peran pemerintah kota, tetapi
juga merupakan petunjuk praktis yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk
penyusunan berbagai jenis rencana.
Peraturan
yang penting bagi perencanaan kota yang disahkan pada tahun 1926 adalah
Bijblad, di mana peraturan ini yang menjadi dasar kegiatan perencanaan kota
sebelum perang kemerdekaan. Kemudian dilanjutkan pada tahun 1933, kongres
desentralisasi di Indonesia meminta pemerintahan Hindia Belanda untuk
memusatkan persiapan peraturan perencanaan kota tingkat pusat. Menyusul
permintaan ini, dibentuklah suatu Panitia Perencanaan Kota pada tahun 1934
untuk menyiapkan peraturan perencanaan kota sebagai pengganti Bijblad.
Pada tahun
1939 pemerintah Hindia Belanda menyusun RUU Perencanaan Wilayah perkotaan di
Jawa yang berisikan persyaratan pembangunan kota untuk mengatur kawasan-kawasan
perumahan, transportasi, tempat kerja dan rekreasi.
Masuknya
Jepang ke Indonesia dan adanya perang kemerdekaan Indonesia menyebabkan
RUU Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa baru disahkan pada tahun 1948 dengan
nama Stadsvorming Ordonantie, Stb 1948/168 (SVO, atau Ordonansi Pembentukan
Kota), yang kemudian diikuti dengan peraturan pelaksanaanya yaitu
Stadsvormingverordening, Stb 1949/40 (SVV atau Peraturan Pembentukan
Kota).
SVO dan SVV
diterbitkan untuk mempercepat pembangunan kembali wilayah-wilayah yang hancur
akibat peperangan dan pada mulanya hanya diperuntukan bagi 15 kota, yakni
Batavia, Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga, Surabaya, Malang, Padang,
Palembang, Banjarmasin, Cilacap, Tanggerang, Bekasi, Kebayoran dan Pasar
Minggu.
Pesatnya
perkembangan kota dan berubahnya karakteristik kota menyebabkan SVO tidak
sesuai lagi untuk mengatur penataan ruang di Indonesia, selain hanya
diperuntukan bagi 15 kota, Ordonansi ini hanya menciptakan dan mengatur
kawasan-kawasan elit serta tidak mampu mengikuti perkembangan yang ada. Karena
itulah pemerintah Indonesia mengajukan RUU Bina Kota pada tahun 1970 yang
dipersiapkan oleh Departemen PUTL.
RUU ini
mencakup ketentuan-ketentuan antara lain tahapan pembangunan, pembiayaan
pembangunan, peraturan bangunan, dan peremajaan kota. Namun, usulan tersebut
tidak pernah disetujui.
Setelah
melalui proses yang panjang, akhirnya Indonesia menyusun Undang-undang Nomor 24
tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang akhirnya undang-undang tersebut
disahkan dan berlaku. Namun seiring dengan adanya perubahan terhadap paradigma
otonomi daerah melalui ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, maka ketentuan mengenai penataan ruang mengalami perubahan
yang ditandai dengan digantikanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang, menjadi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
Selanjutnya,
sesuai dengan keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 64/KPTS/1986 tentang
Perencanaan Tata Ruang Kota, Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) setidaknya
harus berisikan hal-hal sebagai berikut :
a.Kebijaksanaan pengembangan penduduk kota;
b.Rencana pemanfaatan ruang kota;
c.Rencana struktur pelayanan kegiatan kota;
d.Rencana sistem transportasi;
e.Rencana sistem jaringan utilitas kota;
f.Rencana kepadatan bangunan;
g.Rencana ketinggian bangunan;
h.Rencana pemanfaatan air baku;
i.Rencana penanganan lingkungan kota;
j.Tahapan pelaksanaan bangunan; dan
k.Indikasi unit pelayanan kota
sore gan... wah bagus banget ni makalahnya...
BalasHapusizin buat share boleh gan ???
Haha... silahkan gan jangan sungkan...
BalasHapus:)
Kalo punya literatur yang membahas peningkatan pendapatan daerah melalui imb ini aku mau dong....kirim via email ke : ipuz_azka@yahoo.co.id, trims bantuannya (buat bahan tesis)
BalasHapusmalem gan,, saya ijin pake makalah nya ya gan,, utk tambahan isi makalah ane gan.. :)
BalasHapussiang gan,, izin copy makalahnya.. untuk tugas kuliah gan.. thanks before :)
BalasHapusijin copy yaa gan
BalasHapusbuat bahan makalah
mkasih :)
ASS......ijin copy ya gan..untuk bahan makalah,aku tertarik dengan tulisan ini :) MAKASIH yaaa....
BalasHapusbagus bingit makalahnya...mohon ijin utk copy...tq
BalasHapusassalamualaikum
BalasHapusmohon ijin untuk copy makalah_y buat bahan tugas
makasih y..........
Asalamualikum......
BalasHapusizin copy tugasnya ya gan... buat tambah materi kuliahh..makasihh salam kenal
as wr wb.ijin copi bro yaaaa buat nambah literatur tugas kuliah
BalasHapusAs wr gan, gue copy yah makalahnya buat tuga kuliah, hehehe thanks sebelumnya...
BalasHapusSALAM KENAL KEBETULAN SAYA PENGAWAS TATA RUANG DAERAH,SAYA HARUS BANYAK REFRENSI UNTUK ITU SAYA TERTARIK DENGAN MAKALAHNYA,TRMS BRO
BalasHapusgan ada gak makalah mengenai keterkaitan imb dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik..kalo ada krim ke emailq ya:saifulanwar290@gmail.com
BalasHapusAssalamualaikum
BalasHapusbagus gan makalahnya. izin copy ya gan, nambah2 referensi.
Thanks gan
Izin Share gan,thanks sebelumnya, sangat bermanfaat
BalasHapusmohon ijinkan saya copo brou saya sangat membutuhkannya
BalasHapusboleh bertanya bagaimana hubungan antara tat ruang dan prizinan?
BalasHapusizin copy gan.... utk tambah referensi. tks
BalasHapusAssalamualaikum...
BalasHapusbagus banget makalahnya.
mohon izin untuk dijadikan bahan dan referensi tugas S2 saya yaa.
terima kasih
masya Allah bagusnya makalahnya … menambah wawasan … mohon ijin copas untuk referensi laporan kantor….
BalasHapus