Pages

Senin, 10 Desember 2012

Konsumen dan Pelaku Usaha


Pengertian Konsumenda

Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Konsumen manakah yang ingin dilindungi oleh UU ini? Pengetian konsumen
sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian, terdiri atas:



Tidak semua barang setelah melalui proses produksi akan langsung sampai ke tangan pengguna. Terjadi beberapa kali pengalihan agar suatu barang dapat tiba di tangan konsumen. Biasanya jalur yang dilalui oleh suatu barang adalah:

Produsen – Distributor – Agen – Pengecer – Pengguna

Lebih lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis konumen, yakni konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan Sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir.

Yang dimaksud di dalam UU PK sebagai konsumen adalah konsumen akhir. Karena konsumen akhir memperoleh barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk digunakan, baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain.
1. konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat
barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.
2. konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau
jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang /jasa lain atau untuk
memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan komersial. Konsumen antara
ini sama dengan pelaku usaha; dan
3. konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau
jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah
tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
Konsumen (akhir) inilah yang dengan jelas diatur perlindungannya dalam
UU Perlindungan Konsumen tersebut. Selanjutnya apabila digunakan istilah
konsumen dalam UU dan makalah ini, yang dimaksudkan adalah konsumen akhir.
Undang-undang ini mendefinisikan konsumen (pasal 1 angka 2) sebagai
berikut:
Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Orang dimaksudkan dalam undang-undang ini wajiblah merupakan orang
alami dan bukan badan hukum. Sebab yang dapat memakai, menggunakan dan/atau
memanfaatkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan,
hanyalah orang alami atau manusia. Bandingkan dengan kerajaan Belanda yang juga
memberikan pengertian pada istilah bersamaan (konsument). Pengertian konsumen
dalam perundang-undangan Belanda menegaskannya sebagai “een natuurlijk
persoon die niet handelt in de uitoefening van zijn beroep of bedriif”[3] (orang alami
yang bertindak tidak dalam profesi atau usahanya).

Termasuk pengertian konsumen pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat ini
antara lain adalah: pembeli barang/jasa, termasuk keluarga dan tamu-tamunya,
peminjam, penukar, pelanggan atau nasabah, pasien dsb. (perhatikan beda pengetian
istilah-istilah ini dalam UU perlindungan konsumen dengan dalam KUHPerdata,
KUHPidana., UU No. 5 Tahun 1999 dan peraturan perundang-undangan lain yang
bersifat umum).

Ada dua cara untuk memperoleh barang, yakni:

* Membeli. Bagi orang yang memperoleh suatu barang dengan cara membeli, tentu ia terlibat dengan suatu perjanjian dengan pelaku usaha, dan konsumen memperoleh perlindungan hukum melalui perjanjian tersebut.

* Cara lain selain membeli, yakni hadiah, hibah dan warisan. Untuk cara yang kedua ini, konsumen tidak terlibat dalam suatu hubungan kontraktual dengan pelaku usaha. Sehingga konsumen tidak mendapatkan perlindungan hukum dari suatu perjanjian. Untuk itu diperlukan perlindungan dari negara dalam bentuk peraturan yang melindungi keberadaan konsumen, dalam hal ini UU PK.

Yang patut untuk disebut sebagai konsumen hanyalah penerima hadiah. Sedangkan pemberi hadiah bukan konsumen menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK. Pemberi hadiah dapat dikatakan sebagai konsumen perantara.

Maka dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat konsumen menurut UU PK adalah:

* Pemakai barang dan/atau jasa, baik memperolehnya melalui pembelian maupun secara cuma-cuma
* Pemakaian barang dan/atau jasa untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain.
* Tidak untuk diperdagangkan

Pengertian Perlindungan Konsumen
Apakah yang dimaksudkan dengan perlindungan konsumen? Undangundang
tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 8 Tahun 1999, LN Tahun 1999
No. 42, TLN. No. 3821, selanjutnya disebut UU, menegaskannya sebagai:
“Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen” (Pasal 1 butir 1)
Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu
antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta
membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan
menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab
(bandingkan konsideran UU, huruf d). tujuan yang ingin dicapai perlindungan
konsumen (pasal 3) umumnya dapat dibagi dalam tiga bagian utama, yaitu:
a. memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang dan/atau
jasa kebutuhannya dan menuntut hak-haknya;
b. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat usnur-unsur
kepastian hukum, keterbukaan informasi dan akses untuk mendapatlkan
informasi itu (pasal 3 huruf d);
c. menumbuhkan kesdaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab (pasal 3 huruf
e)
Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah,
adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen, yang
bermula dari “benih hidup dalam rahim ibu samapi dengan tempat pemakaman, dan
segala kebutuhan diantara keduanya”. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya
berdasarkan hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau
menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kenutuhannya serta
mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku
usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut. Pemberdayaan konsumen itu adalah
dengan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandiriannya melindungi diri
sendiri sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan
menghindari berbagai ekses negatif pemakaian, penggunaan dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa kebutuhannya. Disamping itu, juga kemudahan dalam proses
menjalankan sengketa konsumen yang timbul karena kerugian yang timbul karena
kerugian hartan bendanya, keselamatan/kesehatan tubuhnya, penggunaan dan/atau
pemanfaatan produk konsumen. Perlu diingat bahwa sebelum ada UU ini,
“konsumen umumnya lemah dalam bidang ekonomi, pendidikan dan daya tawar”[2],
karena itu sangatlah dibutuhkan adanya UU yang melindungi kepentingankepentingan
konsumen yang selama ini terabaikan.


Pelaku Usaha
Pelaku usaha adalah istilah yang digunakan pembuat undang-undang yang
pada umumnya lebih dikenal dengan istilah pengusaha. Siapakah mereka? Ikatan
sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)[4] menyebutempat kelompok besar kalangan
pelaku ekonomi; tiga diantaranya termasuk kelompok pengusaha (pelaku usaha, baik
privat maupun publik). Ketiga kelompok pelaku usaha tersebut terdiri dari:
1. kalangan investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai
kepentingan. Seperti perbankan, usaha leasing; “tengkulak”, penyedia dana
lainnya, dsb.
2. produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa
dari barang-barang dan/atau jasa-jasa lain (bahan baku, bahan
tambahan/penolong dan bahan-bahan lainnya). Mereka dapat terdiri dari
orang/badan usaha berkaitan dengan pangan, orang/badan yang memproduksi
sandang, orang/usaha yang berkaitan dengan pembuatan perumahan,
orang/usaha yang berkaitan dengan jasa ngkutan, perasuransian, perbankan,
orang/usaha berkaitan dengan obat-obatan, kesehatan, narkotika, dsb.
3. distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang secara retail,
pedagang kaki lima, warung, took, supermarket, hyper-market, rumah sakit,
klinik, “warung dokter”, usaha angkutan (darat, laut, udara), kantor pengacara,
dsb.

1 komentar: