Pages

Kamis, 04 Oktober 2012

Hukum Perbankan Syariah


JUAL BELI MURABAHAH
Murabahah adalah transaksi jual beli biasa, yaitu Bank membeli barang dari produsen, dan kemudian Bank menjualnya kembali ke nasabah ditambahkan dengan keuntungan yang disepakati oleh Bank dan nasabah.

Implementasinya dalam praktek adalah sebagai berikut:

Firman (30 tahun) adalah pengusaha tambang batu bara. Firman membutuhkan 50 unit dump truck untuk operasional tambangnya. Untuk mendanai pembelian 50 unit dump truck tersebut, Firman dapat memanfaatkan jasa Bank Syariah dengan skema murabahah.


Langkah 1:

Dilakukan akad jual beli antara pengusaha dengan Bank. Ada 2 hal yang harus dinegosiasikan dalam akad jual beli ini, yaitu harga dump truck dan jangka waktu cicilan.

Sebelum proses negosiasi, pihak bank maupun pengusaha sudah memiliki informasi harga beli dump truck dari produsen (dealer), misalnya Rp. 300jt per unit. Berdasarkan informasi tersebut, Bank dan pengusaha melakukan negosiasi harga yang bersedia dibayar oleh pengusaha dan Bank. Misalnya: pengusaha dan bank setuju harga yang harus dibayar pengusaha tersebut adalah sebesar Rp. 360jt per unit.
Negosiasi kedua adalah jangka waktu pembayaran cicilan. Jangka waktu pembayaran cicilan ini harus disepakati sejak awal, karena pembayaran cicilan ini harus disepakati sejak awal. mengapa demikian? Karena lamanya jangka waktu pembayaran cicilan tidak mengubah harga dump truck yang harus dibayar oleh pengusaha.

Contohnya:

1. Disepakati pembayaran cicilan selama 1 tahun
maka pembayaran cicilan per bulan adalah:

(Rp. 360jt x 50 unit) : 12 bulan = Rp. 1,5 Milyar

Jadi, total pembayaran: Rp. 1,5 Milyar X 12 bulan = Rp. 18 Milyar

2. Dalam hal disepakati pembayaran cicilan selama 2 tahun

maka pembayaran cicilan perbulan adalah sebesar:
(Rp. 360jt x 50 unit) : 24 bulan = Rp. 750jt

Jadi total pembayaran : Rp. 750jt x 24 bulan = Rp. 18 Milyar

3. Dalam hal disepakati pembayaran cicilan selama 3 tahun

maka pembayaran cicilan perbulan adalah sebesar:
(Rp. 360jt x 50 unit) : 36 bulan = Rp. 500jt

Jadi total pembayaran : Rp. 500jt x 36 bulan = Rp. 18 Milyar

Dari simulasi contoh di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Jangka waktu pembayaran cicilan tidak mempengaruhi total harga yang disepakati antara pengusaha dan Bank, yaitu sebesar Rp. 18 Milyar

2. Keuntungan Bank dalam mendanai (membiayai) pengadaan dump truck tersebut juga tidak dipengaruhi oleh jangka waktu pembayaran cicilan. Berapapun lamanya jangka waktu pembayaran cicilan, laba Bank dari penjualan dump truck adalah:

Harga jual : Rp. 360jt x 50 unit = Rp. 18 Milyar

Harga beli : Rp. 350jt x 50 unit = Rp. 15 Milyar
______________ ( – )

Rp. 3 Milyar

3. Tidak terdapat RIBA (Bunga)

Prinsip Time value of money dalam konteks Bank Syariah tidak berlaku.

Kalau begitu, pengusaha akan memilih jangka waktu pembayaran cicilan yang paling lama, karena akan sangat menguntungkan bagi pengusaha. Benar!

Akan tetapi, Bank boleh tidak sepakat. Karena bagi Bank akan sangat menguntungkan kalau harga dump truck tersebut di bayar secepat mungkin. Oleh karena itu, berhubung kepentingan Bank dan pengusaha bertolak belakang, maka dalam proses negosiasi akan terjadi keseimbangan (equilibrium) antar kepentingan dalam hal jangka waktu pembayaran cicilan.

Hal yang tidak boleh (dilarang) dilakukan oleh Bank Syariah adalah: dalam proses negosiasi dilakukan dengan opsi, misalnya:

-apabila jangka waktu pembayaran cicilan 1 tahun, maka harga dump truck Rp. 330jt/unit

-apabila jangka waktu pembayaran cicilan 2 tahun maka harga dump truck Rp. 350jt/unit

-apabila jangka waktu pembayaran cicilan 3 tahun maka harga dump truck Rp. 360jt/unit

Hal tersebut melanggar prinsip Syariah, karena mengandung RIBA (bunga). Oleh karena itu, proses negosiasi pertama yang harus dilakukan oleh para pihak adalah menegosiasikan masalah “harga” nya terlebih dahulu. Apabila harga sudah disepakati, barulah menegosiasikan jangka waktu pembayaran cicilan.

Bagaimana kalau yang pertama dinegosiasikan adalah jangka waktu pembayaran cicilan terlebih dahulu? Boleh saja. Akan tetapi kalau tidak hati-hati, akan tergelincir menjadi RIBA. Karena, bukan jangka waktu pembayaran cicilan yang menentukan harga, akan tetapi yang benar adalah: harga menentukan jangka waktu pembayaran cicilan. Dari langkah 2,3, dan 4 tersebut cukup jelas menggambarkan mengenai hal tersebut.

Prinsip jual beli dengan skema murabahah dapat dilakukan oleh nasabah individu maupun badan usaha (perusahaan). Nasabah individu dapat menggunakan jasa bank Syariah untuk membiayai pembelian semua keperluannya, seperti pembelian tanah, rumah, TV, kulkas, computer dan lain sebagainya dapat dibiayai dengan skema Murabahah tersebut. Demikian juga dengan pengusaha, pengusaha apapun, apakah dia merupakan pengusaha rental mobil, tambang, produsen rokok, sepatu, developer, kontraktor dan lain sebagainya dapat menggunakan jasa Bank Syariah dengan skema murabahah untuk mendanai pengadaan bahan baku maupun pengadaan assetnya.

Nilai transaksinya pun tidak dibatasi, dari jutaan, sampai puluhan milyar. Bahkan ratusan milyar sepanjang Bank memiliki kemampuan untuk itu.

Apa bedanya prinsip Murabahah pada Bank Syariah dengan kredit investasi pada Bank Konvensional?

Jadi begini, misalnya Firman tersebut memilih membiayai pengadaan dump truck nya dengan kredit investasi, Bank konvensional akan memberikan daftar harga dan pembayaran cicilan bulanannya. Apabila tingkat bunga 10% flat pertahun, maka pembayaran cicilan selama 2 tahun dalam daftar pembayaran cicilan bulanan menunjukkan jumlah sebesar Rp. 750jt/ bulan. Jadi sama persis dengan pembayaran cicilan pada Bank Syariah!

Lalu, kalau demikian apa bedanya?

Bedanya adalah:

1. Semakin lama periode pembayaran cicilan di Bank Konvensional, maka total harga yang harus dibayar oleh Firman akan makin besar (karena bunganya semakin banyak). Sedangkan di Bank Syariah, berapapun lamanya periode pembayaran cicilan yang disepakati, tidak menambah total harga. Dalam prinsip syariah, harga tetap karena tidak ada bunga.

2. Apabila karena sebab force majeur, pengusaha tidak dapat melunasi kewajiban sesuai kesepakatan, misalnya pengusaha sanggup melunasi dalam waktu 5 tahun, maka bank konvensional tetap akan menambahkan bunga sebesar 10% x 5 tahun = 50%. Jadi total harga yang harus dibayar oleh Firman adalah:

-kredit : Rp. 300jt x 50 unit = Rp. 15 Milyar

-bunga : 50% x Rp. 15 Milyar = Rp. 7,5 Milyar

________________ ( + )

Total harga dalam 5 tahun = Rp. 22,5 Milyar

sedangkan di Bank Syariah, total kewajiban pengusaha selama 5 tahun tetap sebesar Rp. 18 Milyar yang sudah disepakati di awal perjanjian.

Apa saja yang bisa di biayai oleh Bank dengan menggunakan skema Murabahah ini?

Walaupun bentuk dasarnya adalah jual beli, pembiayaan dengan menggunakan skema murabahah ini dapat diperuntukkan bagi rencana pembelian apapun. Dalam praktek dan perkembangannya bisa digunakan untuk:

1. Perjanjian Pembiayaan Investasi

2. Perjanjian Pembiayaan Kredit Kendaraan Bermotor

3. Perjanjian Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah.

4. Perjanjian Take Over KPR dengan Skema Ijarah Muntahiyah Bi Al Tamblik (IMBT)


JOINT VENTURE PROFIT LOSS SHARING DENGAN MUSYARAKAH
PT. MAKMUR TERUS merupakan sebuah perusahaan trading batu bara memenangkan tender untuk memasok batubara kepada PLN selama 5 tahun. Setiap tahun, PT. MAKMUR TERUS mendapat alokasi untuk memasok 200.000 metric ton (MT) dengan harga Rp. 500.000,–/MT. Modal yang dimiliki oleh PT. MAKMUR TERUS adalah 5 buah tongkang berkapasitas 300 feet. Untuk dapat melaksanakan kontrak dengan PLN tersebut, PT. MAKMUR TERUS tentunya membutuhkan dana yang sangat besar.

Apa solusinya?

Untuk kasus tersebut, PT. MAKMUR TERUS bisa menggunakan sistem pembiayaan syariah dengan Skema Musyarakah.

Apa itu musyarakah?

MUSYARAKAH Adalah akad/perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan kontribusi dana. Keuntungan atau kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan proporsi yang telah disepakati sejak awal.

Modal yang disetorkan para pihak tidak harus dalam bentuk uang tunai (cash), tetapi dapat juga berupa asset. Asset yang disetorkan/disertakan dalam kerjasama adalah asset yang akan menunjang/mendukung keberhasilan pelaksanaan usaha bersama, misalnya: alat berat. Asset yang disertakan dalam skema kerjasama secara musyarakah harus dikonversi dalam bentuk nilai tunainya berdasarkan harga pasar yang wajar pada saat musyarakah disepakati.

Apa bedanya Musyarakah dengan Mudharabah?

Musyarakah merupakan bentuk kerjasama pembiayaan yang lain disamping Mudharabah. Bedanya dengan Mudharabah, Bank Syariah dalam skema pembiayaan secara Musyarakah tidak bertindak semata-mata selaku pemodal atau pelepas uang saja. Demikian pula nasabah selaku pengusaha, tidak semata-mata bertindak selaku pengusaha yang tidak memiliki modal sama sekali.

Bisnis apa yang dapat dibiayai dengan skema musyarakah? Bisnis/proyek apapun yang menguntungkan (dan tentunya yang halal menurut syariat Islam) dengan resiko yang terukur dapat dibiaya Bank Syariah dengan skema Musyarakah.

Contoh Konkrit Skema Musyarakah dalam praktek bisnis sehari-hari misalnya seperti kasus PT. MAKMUR TERUS, solusinya seperti berikut ini:

LANGKAH 1:

PT. MAKMUR TERUS mulai menghitung kebutuhan dananya. Proyeksi PT. MAKMUR TERUS akan kebutuhan dananya adalah sebagai berikut:

1. Setiap bulan dibutuhkan 200.000 MT batubara dengan harga Rp. 300.000,–/MT. Penagihan kepada PLN (sebagai end user) dilakukan setelah 3 bulan batubara diserah terimakan; sehingga untuk pembelian batubara dibutuhkan dana:

200.000 MT x Rp. 300.000,–/MT x 3 bulan = Rp. 180 Milyar

2. Biaya sewa truck dan alat berat diperkirakan Rp. 20 Milyar

3. Biaya lain-lain, misalnya:

a. sewa stock pile (tempat penampungan sementara),

b. slot jetty,

c. upah tenaga kerja

d. Biaya pengujian mutu batubara di laboratorium

e. lain-lain

diperkirakan totalnya sebesar Rp. 40 Milyar.

4. Jadi total dana yang dibutuhkan sebesar Rp. 240 Milyar.

PT. MAKMUR TERUS memiliki dana tunai sebesar Rp. 50 Milyar. Masih ada kekurangan dana Rp. 190 Millyar.

Darimana kekurangan dana tersebut dapat dipenuhi?

PT. MAKMUR TERUS dapat mengajukan proposal kepada Bank Syariah untuk membiaya proyek pengadaan batubara tersebut dengan skema musyarakah.

Setelah melalui proses negosiasi yang sangat teliti, disepakati bahwa Bank Syariah bersedia membiayai kekurangan dana yang Rp. 190 Milyar. Dalam hal skema pembiayaan yang digunakan adalah skema musyarakah, maka Bank Syariah berhak untuk menempatkan orangnya sebagai wakil dari Bank Syariah dalam manajemen Proyek. Wewenang wakil Bank Syariah dapat menjadi pengawas proyek dan/atau manajer keuangan.

Bagaimana menentukan proporsi nisbah bagi hasilnya?

Mari kita identifikasi kembali penyertaan modal masing-masing pihak.

PT. MAKMUR TERUS menyetorkan (menyertakan) modal berupa 5 buah tongkang yang apabila dikonversi berdasarkan harga pasar pada saat itu, maka nilainya adalah sebesar Rp. 100 Milyar, ditambah dengan uang tunai sebesar Rp. 50 Milyar. Jadi total penyertaan modal PT. MAKMUR TERUS adalah sebesar Rp. 150 Milyar.

Bank Syariah menyertakan modal berupa uang tunai sebesar Rp. 190 Milyar.

Dalam menentukan nisbah bagi hasil tidak serta merta menjadi 150 : 190. Karena sesungguhnya modal PT. MAKMUR TERUS bukan hanya Rp. 150 Milyar saja, pengalaman kerja PT. MAKMUR TERUS dan kontrak kerjanya dengan PLN adalah modal tambahan yang harus juga diperhitungkan. Oleh karena itu, disepakati nisbah bagi hasilnya adalah 60% untuk PT. MAKMUR TERUS dan 40% untuk Bank Syariah. Dalam akad/perjanjian musyarakah antara Bank Syariah dan PT. MAKMUR TERUS harus di identifikasi dan di definisikan secara tegas dan jelas tentang hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.

Langkah 2:

PT. MAKMUR TERUS mulai melaksanakan pekerjaan secara teknis. Mengawasi penambangan batubara di lokasi tambang, menyewa alat berat, menyewa truk, memindahkan batubara dari lokasi tambang ke stockpile, memindahkan batubara dari stockpile ke jetty, mengangkut ke tongkang, menyiapkan semua dokumen yang dibutuhkan, serah terima batubara di pelabuhan bongkar PLN, menyiapkan dokumen penagihan dan melakukan penagihan ke PLN.

Langkah 3

Bank Syariah bertugas membayar seluruh pengeluaran yang dibutuhkan, yaitu:

-membayar batubara kepada pemilik batubara

-membayar sewa truk dan alat beratnya

-membayar upah tenaga kerja

-membayar sewa tempat penampungan sementara (stockpile) dan slot jetty

-membeli bahan bakar tongkang

-membayar pengeluaran-pengeluaran lain, misalnya retribusi kepada pemerintah daerah, biaya uji lab dan biaya dokumen lainnya.

Alternatif dari Langkah 3:

Bank syariah menyerahkan penyertaannya sebesar Rp. 190 Milyar kepada PT. MAKMUR TERUS secara tunai/bertahap. Semua pengeluaran dikelola oleh PT. MAKMUR TERUS. Akan tetapi alternative ini beresiko tinggi, karena rentan terhadap penyalah gunaan. Akan lebih aman bagi Bank Syariah kalau manager keuangan proyek dan/atau kasir proyek diwakili oleh Bank Syariah. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua pengeluaran benar-benar terjadi dan nilai pengeluarannya actual.

Bukankah bisnis syariah mengharuskan para pihak untuk transparan, fair (jujur) dan tidak saling mendholimi?

BENAR!

Akan tetapi untuk memastikan bahwa transparansi dan fairness, di implementasi di lapangan, tetap diperlukan langkah-langkah atau praktek manajemen modern.

Oleh karena itu, hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam skema musyarakah tersebut sejak awal harus di identifikasi dan di definiskan secara tegas dan jelas dalam akad/perjanjiannya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi perselisihan yang tidak perlu terjadi.

Langkah 5:

PT. MAKMUR TERUS dan Bank Syariah bersama-sama menghitung keuntungan atas pengiriman (shipment) pertama pada saat tagihan pertama tertagih. Untuk menghitung total biayanya apakah menggunakan biaya standard? TIDAK.

Total biaya dihitung berdasarkan biaya actual. Mengapa?

Karena andaikata digunakan biaya standar sebagai dasar penghitungan total biaya, setiap efisiensi ataupun in-efisiensi pada akhirnya akan dinikmati/ditanggung bersama-sama sesuai dengan proporsi/nisbahnya.
Sumber : Entri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar