Pages

Jumat, 06 Oktober 2017

makalah hukum benda ( hukum perdata )



KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan maunahnya kepada kita sekalian. 
Shalawat dan Salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. yang membawa kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang yakni ajaran agama Islam. 
Kami ingin mengucapkan beribu-ribu bahkan berjuta-juta terima kasih kepada segenap saudara-saudari seiman sekalian, terutama khusunya kepada dosen pengampuh yang selalu senantiasa tiada bosannya membimbing kami sampai detik hari ini, juga kepada segenap kawan dan sahabat kami sekalian yang telah mau untuk kami ajak berdiskusi dalam pembentukan makalah ini,

Dan doa kami, semoga tulisan yang telah kami usahakan ini, bukan cuman menjadi bahan bacaan, yang pastinya semakin lama akan rusak sendirinya. tapi mudah-mudahan bisa menjadi suatu hal bermanfaat bagi kita semua umumnya, dan tentunya bagi kami para penulis khususnya.
Dan yang terakhir, kami sangat memohon kepada segenap pembaca sekalian, sebagai insan, kami tidak akan pernah luput dari pada salah dan lupa. maka dari itu, apabila mungkin dari beberapa hal yang telah kami uraikan, baik dalam segi pemahaman ataupun penulisan ada kesalahan, maka kami mohon klarifikasi, kritik dan sarannya yang membangun, dan tentunya yang demikian sangat kami harapkan. 

 1.            Rumusan masalah

BAB I
PENDAHULUAN
2.            Latar belakang.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:

Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

 Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian keƘtentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.

Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.


1.      Apakah devinisi dari hukum benda ?
2.      Bagaimanakah dasar dari pada hukum benda ?
3.      Seperti apakah asas-asas hukum benda ?
4.      Bagaimanakah Macam-macam benda dalam perpekstif hukum perdata ?
5.      Bagaimana dan seperti apakah yang dimaksud hak kebendaan ?

3.            Tujuan penulisan


1.      Mengetahui devinisi dari hukum benda
2.      Mengetahui dasar dari pada hukum benda
3.      Mengethaui asas-asas dari pada hukum benda
4.      Mengetahui Macam-macam benda dalam perpektif hukum perdata
5.      Mengerti maksud dan pembahasan dari hak kebendaan

 
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian

Yang dimaksud dengan Benda dalam konteks hukum perdata adalah segala sesuatu yang dapat diberikan/diletakkan suatu Hak diatasnya, utamanya yang berupa hak milik. Dengan demikian, yang dapat memiliki sesuatu hak tersebut adalah SubyekHukum, sedangkan sesuatu yang dibebani hak itu adalah Obyek Hukum.[1][1]
Benda yang dalam hukum perdata diatur dalam Buku II BWI, tidak sama dengan bidang disiplin ilmu fisika, di mana dikatakan bahwa bulan itu adalah benda (angkasa), sedangkan dalam pengertian hukum perdata bulan itu bukan (belum) dapat dikatakan sebagai benda, karena tidak / belum ada yang (dapat) memilikinya.
Pengaturan tentang hukum benda dalam Buku II BWI ini mempergunakan system tertutup, artinya orang tidak diperbolehkan mengadakan hak hak kebendaan selain dariyang telah diatur dalam undang undang ini.Selain itu, hukum benda bersifat memaksa (dwingend recht), artinya harus dipatuhi,tidak boleh disimpangi, termasuk membuat peraturan baru yang menyimpang dari yangtelah ditetapkan .
Lebih lanjut dalam hukum perdata, yang namanya benda itu bukanlah segala sesuatu yang berwujud atau dapat diraba oleh pancaindera saja, melainkan termasuk juga pengertian benda yang tidak berwujud, seperti misalnya kekayaan seseorang. Istilah benda yang dipakai untuk pengertian kekayaan, termasuk didalamnya tagihan /piutang, atau hak hak lainnya, misalnya bunga atas deposito .
Juga pengertian benda secara yuridis menurut pasal 499 B.W. adalah  segala ssuatu yang dapat di haki atau menjadi objek hak milik . oleh karena itu , yang dimaksud benda menurut undang-undang hanyalah sesuatu yang dapat di haki atau yang dapat di miliki orang . maka segala sesuatu yang tidak dapat dimiliki orang bukanlah termasuk pengertian benda, seperti bulan, matahari, bintang dan lain-lain.[2][2]
Meskipun pengertian zaak dalam BWI tidak hanya meliputi benda berwujud saja,namun sebagian besar dari materi Buku II tentang Benda mengatur tentang benda yangberwujud.  Pengertian benda sebagai yang tak berwujud itu tidak dikenal dalam Hukum Adat kita, karena cara berfikir orang Indonesia cenderung pada kenyataan belaka(concret denken),berbeda dengan cara berfikir orang Barat yang cenderung mengkedepankan apa yangada di alam pikirannya(abstract denken).[3][3]Selain itu, istilah zaak didalam BWI tidak selalu berarti benda, tetapi bisa berarti yang lain, seperti : “perbuatan hukum “ (Ps.1792 BW), atau “kepentingan” (Ps.1354 BW),dan juga berarti “kenyataan hukum” (Ps.1263 BW).

2.Dasar Hukum

Pada masa kini, selain diatur di Buku II BWI, hukum benda juga diatur dalam:
a. Undang Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dimana diatur hak hak kebendaan yang berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya.
b. Undang Undang Merek No.21 Tahun 1961, yang mengatur tentang hak atas penggunaan merek perusahaan dan merek perniagaan .
c. Undang Undang Hak Cipta No.6 Tahun 1982, yang mengatur tentang hak cipta sebagai benda tak berwujud, yang dapat dijadikan obyek hak milik .
d. Undang Undang tentang Hak Tanggungan tahun 1996, yang mengatur tentang hak atas tanah dan bangunan diatasnya sebagai pengganti hipotik dan crediet verband .[4][4]

2. Asas-Asas Hukum Benda
Asas-asas hukum benda berasal dari kata asas dan hukum benda. Asas berarti pokok, dasar, prinsip. Sedangkan hukum benda yaitu hubungan hukum antara sebyek hukum dengan objek hukum (benda). Jadi yang yang dimaksud dari asas hukum benda yaitu dasar-dasar atau pokok-pokok hubungan antara sebyek hukum dengan objek hukum (benda).
Sebelum kita mulai membicarakan hak-hak kebendaan itu satu persatu secara lebih mendalam, lebih dahulu asas-asas umum dari hukum benda. Di dalam kita memperkenalkan atau menafsirkan aturan-aturan dari hukum benda itu hendaklah selalu ingat asas-asas umum itu. Dalam hukum benda (buku II KUHPdt) diatur mengenai beberapa asas yang berlaku bagi hak-hak kebendaan. Asas-asas tersebut adalah seperti diuraikan berikut ini:
1.      Asas hukum pemaksa (dewingenrecht)
Hukum pemaksa artinya berlakunya aturan-aturan itu tidak dapat disimpangi oleh para pihak. Hak-hak kebendaan tersebut tidak akan memberikan wewenang yang lain daripada apa yang sudah ditentukan oleh Undang-undang.[5][5] Dengan kata lain, bahwa kehendak para pihak itu tidak dapat memengaruhi isi hak kebendaan. Hukum benda adalah merupakan dwigendrecht (hukum memaksa), artinya bahwa berlakunya aturan-aturan itu tidak dapat disimpangi oleh para pihak. Akan tetapi terhadap asas tersebut terdapat pengecualiannya, ialah
• Pasal 674 KUH perdata /BW mengenai pengabdian pekarangan; di sini para pihak diberi kebebasan untuk menentukan sendiri jenisnya, misalnya: hak jalan, hak pemandangan, dan lain-lain.
• Pasal 1165 KUH perdata /BW berkaitan dengan hipotek khususnya mengenai ligkup / luas hipotek. Dalam hal ini para pihak dapat mempengaruhi sedikit isi dari hak kebendaan tersebut.
2.      Asas dapat di pindah tangankan
Menurut perdata barat, tidak semua hak kebendaan dapat dipindahkan, kecuali hak pakai dan hak mendiami. Tetapi setelah berlakunya UUHT, semua benda dapat dipindah tangankan. Berlainan dengan pada tagihan, di sini para pihak dapat menentukan bahwa tidak dapat dipindah tangankan. Namun berhak juga menyanggupi akan tidak memperlainkan (vervreemden) barangnya, Tetapi berlakunya dibatasi oleh `etische causaliteitsregel [pasal 1337 KUH perdata]: tidak berlaku jika tujuannya bertentangan dengan kesusilaan. Hak milik kebendaan dapat dialihkan dari pemiliknya semula kepada pihak lainnya, dengan segala akibat hukumnya. [6][6]
3.      Asas individualitas(individualiteit)
Objek hak kebendaan selalu benda tertentu atau dapat ditentukan secara individual yang merupakan kesatuan. Artinya orang hanya dapat sebagai pemilik dari barang yang berwujud yang merupakan kesatuan, misalnya: rumah, meubel, dan hewan. Tidak dapat atas barang yang ditentukan menurut jenis dan jumlah, misalnya 10 buah kendaraan bermotor, 100 ekor burung. Dengan kata lain seseorang tidak mempunyai hak kebendaan di atas barang-barang yang hanya di tentukan menurut jenis dan jumlahnya.[7][7]
4.      Asas totalitas (totaliteit)
hak kebendaan selalu terletak diatas seluruh objeknya sebagai satu kesatuan (psl 500, 588, 606 KUHPdt). Siapa yang mempunayai zakelijkrecht atas suatu zaak ia mempunyai zakelijkrecht itu atas keseluruhan zaak itu, jadi juga atas bagian-bagiannya yang tidak sendiri. Misalnya hak jaminan piutang atas kendaraan bermotor mobil BE 2601 AA, sebagai satu kesatuan, termasuk ban serep, kunci, dongkrak, tape recorder dalam mobil.
a.       Demikian pula terhadap barang-barang yang tidak berdiri sendiri. Akibatnya, jika suatu benda sudah terlebur dalam benda lain, maka hak kebendaan atas benda pertama menjadi lenyap. Terhadap akibat tersebut terdapat pelunakan:
Adanya hak milik bersama atas barang baru (pasal 607 KUHPerdata / BW).
b.      Jika pada waktu terlebur sudah ada hubungan antara kedua pemilik yang bersangkutan (lihat pasal 714, 725,1567 KUHPerdata / BW).
c.       Lenyapnya barang yang ternyata terjadi atas usaha pemiliknya sendiri (pasal 602, 606, 608 KUHPerdata / BW).

5.      Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid)
Orang yang berhak tidak boleh memindah tangankan sebagian dari kekuasaan yang termasuk suatu hak kebendaan yang ada padanya. Misalnya pemillik kendaraan mobil tidak boleh memindahtangankan sebagian kekuasaannya atas mobil itu terhadap orang lain. Kekuasaannya atas mobil itu harus utuh sesuai dengan kebendaan itu. Pemilik rumah menyewahkan sebuah kamar kepada mahasiswa tidaklah termasuk dalam pengertian memisahkan kekuasaannya sebagai pemilik, Hak miliknya tetap utuh. pemilik Pemisahan daripada zakelijkrecht itu tidak diperkenankan, tetapi pemilik dapat membebani hak miliknya dengan iura in realina (pemilik diberi kewenangan untuk membebani hak miliknya dengan hak kebendaan lainnya yang bersifat terbatas). Ini kelihatannya seperti melepaskan sebagian dari wewenangnya. Tetapi itu hanya kelihatannya saja, hak miliknya tetap utuh.[8][8]
6.      Asas prioritas (prioriteit)
Hak prioriteit adalah hak yang lebih dahulu terjadinya dimenangkan dengan hak hak yang terjadi kemudian. Semua hak kebendaan memberi kekuasaan yang sejenis dengan kekuasaan atas hak milik (eigendom) sekalipun luasnya berbeda-beda, dus perlu diatur urutannya.Ius realiena meletakkan sebagai beban atas eigendom. Sifat ini membawa serta bahwa iura in realiena didahulukan [pasal 674, 711, 720, 756, dan 1150 KUHPer.]. misalnya atas sebuah rumah dibebani hipotik, kemudian dibebani lagi dengan hak memungut hasil. Dalam hal ini hipotik diprioritaskan karena terjadinya lebih dahulu daripada hak memungut hasil. Artinya kreditur mempunyai hak memperlakukan (melelang) benda jaminan itu tanpa memperhatikan hak-hak yang terjadi lebih kemudian, seolah-olah benda jamina itu tidak dibebani oleh hak yang lainnya.
Asas prioriteit sifatnya tidak tegas, tetapi akibat dari sifat ini bahwa seorang itu hanya dapat membarikan hak yang tidak melebihi apa yang dipunyai (asas nemoplis) yang artinya bahwa orang dapat memberikan atau memindahkan kepada orang lain suatu hak yang lebih besar (banyak) daripada hak yang ada pada dirinya. Vollmar berpendapat, bahwa orang yang memperoleh peralihan hak tidak bisa memperoleh hak lebih daripada yang dimiliki pemilik yang lebih dahulu. Berlakunya asas prioriteit didalam praktek ternyata ada yang ditrobos, sehingga urut-urutan hak kebendaan menjadi terganggu. Misalnya seseorang memberikan wewenang pada temannya untuk menempati rumahnya, tetapi malahan rumah itu dihipotekkan oleh yang menempati (dijadikan tanggungan hutang). Disini asas prioriteit ditrobos sebab yang didahulukan adalah hipotek recht-nya. [9][9]
7.      Asas percampuran (Verminging)
Hak kebendaan yang terbatas jadi selain hak milik hanya mungkin atas benda orang lain. Tidak dapat orang itu untuk kepentingan sendiri memperoleh hak gadai (menerima gadai) hak memungut hasil atas barangnya sendiri. Apabila hak yang membebani dan yang dibebani itu terkumpul dalam satu tangan , maka hak yang membebani itu lenyap (pasal 706, 718, 724, 736, 807 KUHPdt). Jadi orang yang mempunyai hak memungut hasil atas tanah kemudian membeli tanah itu, maka hak memungut hasil itu lenyap, contohnya ialah hak numpang karang lenyap apabila tanah pekarangan itu dibeli oleh yang bersangkutan (pasal 718 KUHPdt). Hak memungut hasil lenyap apabila pemegang hak tersebut menjadi pemilik pekarangan itu. Misalnya karena jual beli, karena pewarisan, karena hibah (pasal 807 KUHPdt).[10][10]
8.      Asas pengaturan dan perlakuan
yang berlainan terhadap benda bergerak dan tidak bergerak Terhadap benda bergerak tak bergerak terdapat perbedaan pengaturan dalam hal terjadi peristiwa hukum penyerahan, pembebanan, bezit, kedaluarsa mengenai benda-benda roernd dan Onroerend berlainan. Demikian menegenai Iura in realina yang dapat diadakan, misalnya untuk benda bergerak maka hak kebendaan yang dapat diadakan : gadai, hak memungut hasil; sedangkan untuk benda tetap ; pengabdian pekarangan, erfpacht, postal, hipotek, hak pakai dan mendiami.


9.      Asas publisitas (publiciteit)
Hak kebendaan atas benda tidak bergerak diumumkan dan didaftarkan dalam register umum, misalnya hak milik, hak guna usaha. sedangkan mengenai benda-benda yang bergrak cukup dengan penyerahan nyata, tanpa pendaftaran dalam register umum, misalnya hak milik atas pakaian sehari-hari, hak gadai. Kecuali apabila ditentukan lain oleh Undang-undang bahwa hak kebendaan itu harus didaftarkan, misalnya hak milik atas kendaraan bermotor. [11][11]


10.  Asas mengenai sifat perjanjiannya kebendaan / Asas bahwa hak kebendaan mempunyai sifat (zakelijk overeenkomst)
Hak yang melekat atas benda itu berpindah, apabila bendanya itu di serahkan kepada yang memperoleh hak kebendaan itu. Untuk memperoleh hak kebendaan perlu dilakukan dengan perjanjian zakelijk. Yaitu perjanjian memindahkan hak kebendaan. Setelah perjanjian zakelijk selesai dilakukan, tujuan pokok tercapai yaitu adanya hak kebendaan. Tegasnya, hak yang melekat atas benda itu berpindah, apabila bendahnya itu diserahkan kepada yang memperoleh hak kebendaan itu. Misalnya hak sewa rumah. Hak mendiami rumah hanya akan diperoleh apabila rumah itu diserahkan kepada penyewa, diserahkan kepada yang mendiaminya. Sifat perjanjian ini menjadi makin penting adanya dalam pemberian hak kebendaan yang terbatas Iura in Realina sebagaimana dimungkinkan dalam Undang Undang.[12][12]

3. Macam macam Benda

Doktrin membedakan berbagai macam benda menjadi :

1.      Benda berwujud dan benda tidak berwujud
Kebendaan berwujud adalah kebendaan yang bisa diraba atau dilihat, sedangkan kebendaan tidak terwujud adalah sebaliknya, seperti berupa hak-hak atau tagihan-tagihan.arti penting pembedaan ini adalah pada saat pemindah tanganan benda dimaksud, yaitu :
a). Kalau benda berwujud itu benda bergerak, pemindah tanganannya harus secara nyata dari tangan ke tangan.
b). Kalau benda berwujud itu benda tidak bergerak, pemindah tanganannya harus dilakukan dengan balik nama. Contohnya jual beli rumah .

2.      Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak
Benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat dipindahkan (Ps.509 BWI). Benda bergerak karena ketentuan undang undang adalah hak hak yang melekat pada benda bergerak (Ps.511 BWI), misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak, hak memakai atas benda bergerak, saham saham perusahaan.

Ada 2 golongan benda bergerak yaitu :
a.       Benda yang menurut “sifatnya” bergerak dalam arti benda itu dapat dipindah atau dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain seperti sepeda motor, mobil dan lain-lain.
b.      Benda yang menurut penetapan undang-undang sebagai benda bergerak ialah segala hak atas benda-benda bergerak. Seperti hak memetik hasil dan hak memakai, hak atas bunga yang harus dibayar selama hidup seseorang.[13][13]

Benda tidak bergerak adalah benda yang menurut sifatnya tidak dapat dipindahpindahkan, seperti tanah dan segala bangunan yang berdiri melekat diatasnya. Benda tidak bergerak karena tujuannya adalah benda yang dilekatkan pada benda tidak bergerak sebagai benda pokoknya, untuk tujuan tertentu, seperti mesin mesin yang dipasang pada pabrik.Tujuannya adalah untuk dipakai secara tetap dan tidak untuk dipindah-pindah (Ps.507 BWI). Benda tidak bergerakkarena undang undang adalah hak hak yang melekat pada benda tidak bergerak tersebut, seperti hipotik, crediet verband, hak pakai atas benda tidak bergaerak,hak memungut hasil atas benda tidak bergerak (Ps.508 BWI).[14][14]

            Ada 3 golongan benda tidak bergerak yaitu :
1.      Benda yang menurut sifatnya tidak bergerak, dan dapat dibagi menjadi 3
a.       Tanah
b.      Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karna tumbuh atau berakar seperti tumbuh-tumbuhan.
c.       Segal sesuatu yang tertanam dan bersatu dengan tanah seperti bangunan
2.      Benda tak bergerak yang menurut tujuan pemakaianya supaya bersatu dengan benda tak bergerak seperti mesin-mesin di pabrik.
3.      Benda tak bergerak yang menurut ketetapan undang-undang seperti :
a.       Hak hak atau penagihan mengenai suatu benda yang tak bergerak ( hak opstal, hak hipotek, hak tanggungan dan sebagainya ).
b.      Kapal-kapal yang berukuran 20 meter kubik keatas.
Arti penting pembedaan benda sebagai bergerak dan tidak bergerak terletak pada :
a)      penguasaannya (bezit), dimana terhadap benda bergerak maka orang yang menguasai benda tersebut dianggap sebagai pemiliknya (Ps.1977 BWI); azas ini tidak berlaku bagi benda tidak bergerak.
b)      penyerahannya (levering), yaitu pasal 612 BW terhadap benda bergerak harus dilakukan secara nyata, sedangkan pasal 616 BW pada benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama.
c)      kadaluwarsa (verjaaring), yaitu pada benda bergerak tidak dikenal daluwarsa, sedangkan pada benda tidak bergerak terdapat kadaluwarsa :
1. dalam hal ada alas hak, daluwarsanya 20 tahun;
2. dalam hal tidak ada alas hak, daluwarsanya 30 tahun
d)     pembebanannya (bezwaring), dimana untuk benda bergerak digunakan dengan lembaga jaminan gadai(pand), sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik. ( pasal 1150 dan pasal 1162 BW ) kusus mengenai penyerahan hak milik tanah, setelah berlakunya undang-undang pokok agraria ( UUPA ), sudah merupakan yurisprudensi tetap, bahwa pemindahan hak milik terjadi pada saat dibuatnya akta jual beli dimuka PPAT, jadi bukan setelah adanya balik nama.[15][15]
e)      dalam hal pensitaan (beslag), dimana revindicatoir beslag (penyitaan untuk menuntut kembali barangnya),hanya dapat dilakukan terhadap barang barang bergerak. Atau penyitaan untuk menuntut kembali suatu benda bergerak milik pemohon sendiri yang berada dikekuasaan orang lain. Hal ini tidak munkin dilakukan kepada benda tak bergerak. executior beslag adalah penyitaan yang dilakukan atas putusan pengadilan. Namun apabila benda bergerak dinilai tidak mencukupi untuk menutupi hutang debitor kepada kreditor barulah executior beslag dilakukan terhadap benda-benda tak bergerak.[16][16]

Penyitaan untuk melaksanakan putusan pengadilan (executoir beslah) harus dilakukan terlebih dahulu terhadap barang barang bergerak, dan apabila masih belum mencukupi untuk pelunasan hutang tergugat, baru dilakukan executoir terhadap barang tidak bergerak.

3.      Benda dipakai habis dan benda tidak dipakai habis
Pembedaan ini penting artinya dalam hal pembatalan perjanjian. Pada perjanjian yang obyeknya adalah benda yang dipakai habis, pembatalannya sulit untuk mengembalikan seperti keadaan benda itu semula, oleh karena itu harus diganti dengan benda lain yang sama / sejenis serta senilai, misalnya beras, kayu bakar, minyak tanah dan lain-lain.Pada perjanjian yang obyeknya adalah benda yang tidak dipakai habis tidaklah terlalu sulit bila perjanjian dibatalkan, karena bendanya masih tetap ada,dan dapat diserahkan kembali, seperti pembatalan jual beli televisi, kendaraan bermotor, perhiasan dan lain-lain.

4.      Benda sudah ada dan benda akan ada
Arti penting pembedaan ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan hutang, atau pada pelaksanaan perjanjian. Benda sudah ada dapat dijadikan jaminan hutang dan pelaksanaan perjanjiannya dengan cara menyerahkan benda tersebut. Benda akan ada tidak dapat dijadikan jaminan hutang, bahkan perjanjian yang obyeknya benda akan ada bisa terancam batal bila pemenuhannya itu tidak mungkin dapat dilaksanakan (Ps.1320 btr 3 BWI) .
5.      Benda dalam perdagangan dan benda luar perdagangan
Arti penting dari pembedaan ini terletak pada pemindah tanganan benda tersebut karena jual beli atau karena warisan.
Benda dalam perdagangan dapat diperjual belikan dengan bebas, atau diwariskan kepada ahli waris,sedangkan benda luar perdagangan tidak dapat diperjual belikan atau diwariskan, umpamanya tanah wakaf, narkotika, benda benda yang melanggar ketertiban dan kesusilaan .

6.      Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi
Letak pembedaannya menjadi penting dalam hal pemenuhan prestasi suatu perjanjian.di mana terhadap benda yang dapat dibagi, prestasi pemenuhan perjanjian dapat dilakukan tidak sekaligus, dapat bertahap, misalnya perjanjian memberikan satu ton gandum dapat dilakukan dalambeberapa kali pengiriman, yang penting jumlah keseluruhannya harus satu ton. Lain halnya dengan benda yang tidak dapat dibagi, maka pemenuhan prestasi tidak dapat dilakukan sebagian demi sebagian, melainkan harus secara seutuhnya, misalnya perjanjian sewa menyewa mobil, tidak bisa sekarang diserahkan rodanya, besok baru joknya dlsb.

7.      Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar
Arti penting pembeaannya terletak pada pembuktian kepemilikannya. Benda terdaftar dibuktikan dengan bukti pendaftarannya, umumnya berupa sertifikat/dokumen atas nama si pemilik, seperti tanah, kendaraan bermotor, perusahaan, hak cipta, telpon, televisi dlsb. Pemerintah lebih mudah melakukan kontrol atas benda terdaftar, baik dari segi tertib administrasi kepemilikan maupun dari pembayaran pajaknya. Benda tidak terdaftar sulit untuk mengetahui dengan pasti siapa pemilik yang sah atas benda itu, karena berlaku azas ‘siapa yang menguasai benda itu dianggap sebagai pemiliknya’. Contohnya, perhiasan, alat alat rumah tangga, hewan piaraan, pakaian dlsb.

4.      Hak Kebendaan

Setiap manusia dapat memiliki atau menguasai dari pada benda-benda untuk kepentingannya, oleh karena diperlukan peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan manusia dengan benda-benda tersebut.[17][17] Menurut buku II BW ( pasal 499-1232) tentang benda, meletakkan dasar peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar sesorang atau bdan hukum atau benda.[18][18]

1.      Sifat / Karakter Hak kebendaan.
Perbedaan antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BWI dengan hak perorangan yang diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai berikut :
A.    Hak kebendaan bersifat mutlak (absolut), karena berlaku terhadap siapa saja, dan orang lain harus menghormati hak tersebut, seperti halnya :
1.      hak kepribadian, misalnya: misalnya hak atas nama, hak kehormatan, dan lain sebagainya.
2.      hak hak dalam hukum keluarga, misalnya hak-hak yang timbul karena adanya hubungan suami istri
3.      hak mutlak atas suatu benda atau kebendaan
sedangkan hak perorangan berlaku secara nisbi (relatief), karena hanya melibatkan orang / pihak tertentu saja, yakni yang ada dalam suatu perjanjian saja, seperti hak perutangan.[19][19]
B.     Hak kebendaan berlangsung lama, bisa jadi selama seseorang masih hidup, atau bahkan bisa berlanjut setelah diwariskan kepada ahli warisnya, sedangkan hukum perorangan berlangsung relatif lebih singkat, yakni sebatas pelaksanaan perjanjian telah selesai dilakukan.[20][20]
C.     Hak kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku, tidak boleh mengarang / menciptakan sendiri hak yangl lainnya, sedangkan dalam hak  perorangan, lingkungannya amat luas, apa saja dapat dijadikan obyek perjanjian, sepanjang tidakbertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh karena itu sering dikatakan hokum kebendaan itu bersifat tertutup, sedangkan hukum perorangan bersifat terbuka.

Ciri ciri Hak Kebendaan adalah :
· mutlak / absolut
· mengikuti benda dimana hak itu melekat, misalnya hak sewa tetap mengikuti benda itu berada, siapapun yang memiliki hak diatasnya
· hak yang ada terlebih dahulu (yang lebih tua), kedudukannya lebih tinggi; misalnya sebuah rumah dibebani hipotik 1 dan hipotik 2, maka penyelesaian hutang atas hipotik 1 harus didahulukan dari hutang atas hipotik 2.
· memiliki sifat diutamakan, misalnya suatu rumah harus dijual untuk melunasi hutang, maka hasil penjualannya lebih diutamakan untuk melunasi hipotik atas rumah itu.
· dapat dilakukan gugatan terhadap siapapun yang mengganggu hak yang bersangkutan.
· pemindahan hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapapun .

2.      Penggolongan Hak Kebendaan
Hak atas Kebendaan dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu :
1.      Hak Kebendaaan yang memberi kenikmatan .
Selain yang mengenai tanah, karena sudah diatur dalam UUPA, maka hak kebendaan yang termasuk dalam kategori ini adalah ;
- Bezit ; Hak Milik (eigendom) ; Hak Memungut Hasil ; Hak Pakai ;
- Hak Mendiami
Hak atas tanah yang dengan berlakunya UUPA dinyatakan tidak berlaku lagi :
- Hak bezit atas tanah ; Hak eigendom atas tanah
- Hak servitut ; Hak opstal ; Hak erfpacht ; Hak bunga atas tanah
- Hak pakai atas tanah

Dengan berlakunya UUPA, pengganti dari hak atas tanah yang dihapus adalah :
- Hak Milik ; Hak Guna Usaha ; Hak Guna Bangunan ; Hak Pakai
- Hak Sewa untuk bangunan ; Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
- Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
- Hak guna ruang angkasa
- Hak hak tanah untuk kepentingan keagamaan dan social[21][21]

2. Hak Kebendaan Yang bersifat Memberi Jaminan
            Hak kebendaan yang memberikan jaminan yaitu hak yang memberi kepada yang berhak ( kreditor ), hak didahulukan untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang yang dibebani.[22][22] Seperti:
· Hak Gadai (pandrechts)
· Hipotik
· Credietverband
· Privilege (piutang yang di istimewakan).
· Fiducia

4.3. Perolehan Hak Kebendaan
Ada beberapa cara untuk memperoleh hak kebendaan, seperti :
1.      Melaui Pengakuan
Benda yang tidak diketahui siapa pemiliknya (res nullius) kemudian didapatkan dan diakui oleh seseorang yang mendapatkannya, dianggap sebagai pemiliknya. Contohnya, orang yang menangkap ikan, barang siapa yang mendapat ikan itu dan kemudian mengaku sebagai pemiliknya, dialah pemilik ikan tersebut. Demikian pula halnya dengan berburu dihutan, menggali harta karun dlsb.
2.      Melalui Penemuan
Benda yang semula milik orang lain akan tetapi lepas dari penguasaannya, karena misalnya jatuh di perjalanan, maka barang siapa yang menemukan barang tersebut dan ia tidak mengetahui siapa pemiliknya, menjadi pemilik barang yang diketemukannya .
Contoh ini adalah aplikasi hak bezit.
3.      Melalui Penyerahan
Cara ini yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh melalui penyerahan berdasarkan alas hak (rechts titel) tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa, hibah warisan dlsb Dengan adanya penyerahan maka titel berpindah kepada siapa benda itu diserahkan.
4.      Dengan Daluwarsa
Barang siapa menguasai benda bergerak yang dia tidak ketahui pemilik benda itu sebelumnya (misalnya karena menemukannya), hak milik atas benda itu diperoleh setelah lewat waktu 3 tahun sejak orang tersebut menguasai benda yang bersangkutan.
Untuk benda tidak bergerak, daluwarsanya adalah :
¨ jika ada alas hak, 20 tahun
¨ jika tidak ada alas hak, 30 tahun
5.      Melalui Pewarisan
Hak kebendaan bisa diperoleh melalui warisan berdasarkan hukum waris yang berlaku, bisa hukum adat, hukum Islam atau hukum barat.
6.      Dengan Penciptaan
Seseorang yang menciptakan benda baru, baik dari benda yang sudah ada maupun samasekali baru, dapat memperoleh hak milik atas benda ciptaannya itu.Contohnya orang yang menciptakan patung dari sebatang kayu, menjadi pemilik patung itu, demikian pula hak kebendaan tidak berwujud seperti hak paten, hak cipta dan lain sabagainya.
7.      Dengan cara ikutan / turunan
Seseorang yang membeli seekor sapi yang sedang bunting maka anak sapi yang dilahirkan dari induknya itu menjadi miliknya juga. Demikian pula orang yang membeli sebidang tanah, ternyata diatas tanah itu kemudian tumbuh pohon durian, maka pohon durian itu termasuk milik orang yang membeli tanah tersebut.

4.4. Hapusnya Hak Kebendaan
Hak kebendaan dapat hapus / lenyap karena hal hal :
1.       Bendanya Lenyap / musnah
Karena musnahnya sesuatu benda, maka hak atas benda tersebut ikut lenyap, misalnya hak sewa atas sebuah rumah yang habis/musnah ketimbun longsoran tanah gunung, menjadi musnah juga. Atau, hak gadai atas sebuah sepeda motor, ikut habis apabila barang tersebut musnah karena kebakaran .
2.      Karena dipindah-tangankan
Hak milik, hak memungut hasil atau hak pakai menjadi hapus bila benda yangbersangkutan dipindah tangankan kepada orang lain.
3.      Karena Pelepasan Hak
Dalam hal ini pada umumnya pelepasan yang bersangkutan dilakukan secara sengaja oleh yang memiliki hak tersebut, seperti radio yang rusak dibuangketempat sampah. Dalam hal ini maka halk kepemilikan menjadi hapus dan
bisa menjadi hak milik orang lain yang menemukan radio tersebut.
4.      Karena Kadaluwarsa
Daluwarsa untuk barang tidak bergerak pada umumnya 30 tahun (karena ada alas hak), sedangkan untuk benda bergerak 3 tahun.
5.      Karena Pencabutan Hak
Penguasa publik dapat mencabut hak kepemilikan seseorang atas benda tertentu, dengan memenuhi syarat :
¨ harus didasarkan suatu undang undang
¨ dilakukan untuk kepentingan umum (dengan ganti rugi yang layak )

 
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Benda dalam konteks hukum perdata adalah segala sesuatu yang dapat diberikan/diletakkan suatu Hak diatasnya, utamanya yang berupa hak milik. Dasar hukumnya ialah beberapa undang-undang yang berlaku.
Asas-asas hukum benda
1. Asas hukum pemaksa (dewingenrecht)
2. Asas dapat di pindah tangankan
3. Asas individualitas (individualiteit)
4. Asas totalitas (totaliteit)
5. Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid)
6. Asas prioritas (prioriteit)
7. Asas percampuran (Verminging)
8. Asas pengaturan dan perlakuan
9. Asas publisitas (publiciteit)
10. Asas mengenai sifat perjanjiannya kebendaan / Asas bahwa hak kebendaan mempunyai sifat (zakelijk overeenkomst)
Macam-macam benda
  1. Benda berwujud dan benda tidak berwujud
  2. Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak
  3. Benda dipakai habis dan benda tidak dipakai habis
  4. Benda sudah ada dan benda akan ada
  5. Benda dalam perdagangan dan benda luar perdagangan
  6. Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi
  7. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar
Hak kebendaa ada karenasetiap manusia dapat memiliki atau menguasai dari pada benda-benda untuk kepentingannya, oleh karena itu  diperlukan peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan manusia dengan benda-benda tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Soebekti. 2001.Pokok-pokok hokum perdata. Jakarta.Internusa.
Tutik, Titik Triwulan. 2010.hukum perdata dalam sistem hukum nasional. Jakarta. Kencana.
Prodjodikoro, Wirjdono.dalam Riduan Syahrani.1981. seluk beluk dan asas-asas hukum perdata. Bandung. Alumni.
Widjaja, Gunawan. 2007. Seri hokum bisnis,memahami prinsip keterbukaan dalam hokum perdata. Jakarta. Raja grafindo persada.
Usman, Rachmadi.2013. hukum kebendaan. Jakarta. Sinar grafika.
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. 1981.Hukum perdata. Yogyakarta. Liberty.
HS, Salim. Pengantar hukum perdata tertulis (BW). Jakarta. sinar grafika.





[1][1]Soebekti,Pokok-pokok hokum perdata.(Jakarta,internusa, 2001). Hlm. 60
[2][2] Titik Triwulan Tutik, hukum perdata dalam sistem hukum nasional ( jakarta: kencana, 2010 ).Hlm. 143.
[3][3]Wirjdono Prodjodikoro dalam Riduan Syahrani, Seluk beluk dan Asas-asas hukum perdata ( Bandung : Alumni, 1981) hal 108
[4][4] Gunawan Widjaja, Seri hokum bisnis,memahami prinsip keterbukaan dalam hokum perdata.jakarta.raja grafindo persada, 2007
[5][5] Rachmadi Usman, hukum kebendaan, ( Jakarta: Sinar grafika, 2013). Hlm. 40
[6][6]Ibid.. hlm 41
[7][7] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum perdata, ( yogyakarta: liberty, 1981 ).hlm. 37
[8][8]Ibid, Hlm. 38.
[9][9]Ibid..
[10][10]Ibid..
[11][11] Rachmadi Usman, Op. cit., hlm. 46
[12][12] Titik Triwulan Tutik, Op.,cit,.hal. 161
[13][13] Titik Triwulan Tutik, Op.cit, hlm. 147.
[14][14]Ibid, hlm. 149
[15][15] Riduan Syahrani, Op. cit., hlm 159
[16][16]  Titik Triwulan Tutik,Op.cit, hlm. 149.

[17][17]Ibid, hlm. 152
[18][18] Riduan Syahrani, Op. cit., hlm 162
[19][19] Titik Triwulan Tutik, Op.cit, hlm.. 155.
[20][20]Soebekti,.Pokok-pokok hokum perdata, .(jakarta: .internusa, 2001)
[21][21] Titik Triwulan Tutik, Op.cit, hlm.. 155.
[22][22] Salim HS, Pengantar hukum perdata tertulis (BW), (jakarta: sinar grafika, hlm 10




Tidak ada komentar:

Posting Komentar