Kali ini saya
akan mencoba membahas masalah hukum perburuhan dan ketenagakerjaan sesuai soal2
yang ada dalam ujian. Tentunya dengan referensi mbah google ^^
1.
Perbedaan tenaga kerja dengan
buruh/pekerja?
Jawab :
Buruh/pekerja adalah orang yang bekerja pada majikan atau perusahaan
apapun jenis pekerjaan yang dilakukan. Orang itu disebut buruh apabila dia
telah melakukan hubungan kerja dengan majikan. Kalau tidak melakukan hubungan
kerja maka dia hanya tenaga kerja, belum termasuk buruh.
Tenaga kerja
adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang memberikan
pengertian tenaga kerja ”Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat”.
2.
Apakah pegawai negri sipil tergolong
pekerja?
Jawab:
iya, seperti yang dikatakan dalam jawaban sebelumnya PNS mengabdikan
dirinya pada masyarakat dan bekerja pada pemerintah dam melakukan interaksi
lansung pada majikan (atasannya)
3.
Sejarah hukum perburuhan!!!
Jawab :
(dari internet nie.. hehehe... ^^)
Sejarah Hukum Ketenagakerjaan di Dunia
Secara historis lahirnya hukum ketenagakerjaan
terkait erat dengan Revolusi Industri yang terjadi di Eropa, khususnya di
Inggris pada abad ke-19. Revolusi Industri yang ditandai dengan penemuan mesin
uap telah mengubah secara permanen hubungan buruh-majikan. Penemuan mesin juga
telah mempermudah proses produksi. Revolusi Industri menandai munculnya zaman
mekanisasi yang tidak dikenal sebelumnya. Ciri utama mekanisasi ini adalah:
hilangnya industri kecil, jumlah buruh yang bekerja di pabrik meningkat,
anak-anak dan perempuan ikut diterjunkan ke pabrik dalam jumlah massal, kondisi
kerja yang berbahaya dan tidak sehat, jam kerja panjang, upah yang sangat
rendah, dan perumahan yang sangat buruk.
Keprihatinan
utama yang mendasari lahirnya hukum perburuhan adalah buruknya kondisi kerja di
mana buruh anak dan perempuan bekerja, terutama di pabrik tenun/ tekstil dan
pertambangan yang sangat membahayakan kesehatan dan keselamatan diri mereka.
Undang-undang perburuhan pertama muncul di Inggris tahun 1802, kemudian
menyusul di Jerman dan Perancis tahun 1840, sedangkan di Belanda sesudah tahun
1870. Substansi undang-undang pertama ini adalah jaminan perlindungan terhadap
kesehatan kerja (health) dan keselamatan kerja (safety). Undang-undang
perlindungan inilah yang menandai berawalnya hukum perburuhan.
Upaya pemerintah
untuk memberikan perlindungan pada kesehatan dan keselamatan kerja melalui
hukum tidak berjalan dengan mulus. Karena saat berlangsung Revolusi Industri,
teori sosial yang dominan adalah faham liberalisme dengan doktrin
laissez-faire. Dalam doktrin ini negara tidak boleh melakukan intervensi ke
dalam bidang ekonomi kecuali untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Konsep
negara yang dominan waktu itu adalah Negara Penjaga Malam (the
night-watchman-state). Karena itulah upaya pemerintah untuk melindungi buruh
mendapat perlawanan keras dari kelompok pengusaha dan para intelektual
pendukung laissez-faire, terutama Adam Smith. Mereka menuduh intervensi
pemerintah melanggar kebebasan individual dalam melakukan aktifitas ekonomi dan
kebebasan menjalin kontrak.
Pada saat
yang sama, serikat-serikat buruh belum berkembang. Di sisi lain pengusaha juga
masih bersikap anti serikat, tambah lagi, sistem hukum yang ada belum
memungkinkan lahirnya serikat buruh. Sebagai contoh, hingga tahun 1825 di
Inggris masih berlaku Undang-Undang Penggabungan (Combination Acts) yang
menganggap ilegal semua aksi kolektif (collective action) untuk tujuan apapun.
Di Belanda, larangan untuk berorganisasi/berserikat (coalitie verbod) baru
dihapus pada tahun 1872. Sejak penghapusan inilah buruh dapat melakukan
konsolidasi dalam serikat-serikat buruh. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa
hukum perburuhan yang melindungi buruh adalah hasil desakan para pembaharu di
dalam maupun di luar parlemen. Secara perlahan, munculnya hukum perlindungan buruh
merupakan bukti bahwa secara sosial doktrin laissez-faire mulai ditinggalkan
atau setidaknya tidak lagi dapat diterapkan secara mutlak. Mulai muncul
kesadaran bahwa negara harus intervensi dalam hubungan buruh-majikan. Kesadaran
baru ini ditandai dengan munculnya teori sosial yang ingin mengimbangi gagasan
di balik doktrin laissez-faire. Misalnya, M. G. Rood berpendapat bahwa
undang-undang perlindungan buruh merupakan contoh yang memperlihatkan ciri
utama hukum sosial yang didasarkan pada teori ketidakseimbangan kompensasi.
Teori ini bertitik-tolak pada pemikiran bahwa antara pemberi kerja dan penerima
kerja ada ketidaksamaan kedudukan secara sosial-ekonomis. Penerima kerja sangat
tergantung pada pemberi kerja. Maka hukum perburuhan memberi hak lebih banyak
kepada pihak yang lemah daripada pihak yang kuat. Hukum bertindak “tidak sama”
kepada masing masing pihak dengan maksud agar terjadi suatu keseimbangan yang
sesuai. Hal ini dipandang sebagai jawaban yang tepat terhadap rasa keadilan
umum.
·
Sejarah dibentuknya UU ketenaga
kerjaan, adalah sebagai berikut
Maraknya
isu – isu buruh saat ini memang sangat panas di beberapa belahan dunia. Terjadi
lantaran sistem perundang – undangan yang diskriminatif terhadap buruh. Tiga
negara sudah memperlihatkan. Di Perancis, PM Jacques Villepin mengeluarkan CPE.
Peraturan ini berisi perijinan pemecatan buruh pada usia dibawah 26 tahun ke
bawah. Lain lagi di Amerika, pemerintah negeri “Melting Pot” ini mengeluarkan
peraturan yang ketat bagi buruh yang katanya ‘imigran’. Pembahasan imigrasi
terdengar santer di Amerika karena hampir sebagian besar penduduknya adalah
imigran. Akhirnya pemerintah Indonesia pun tidak mau ketinggalan tren dengan
revisi UU Ketenagakerjaan No. 13 th. 2003. Secara jelas bahwa buruh boleh
dipecat, tanpa perlindungan asuransi keselamatan kerja, tanpa uang pensiun,
dll. Disini pemerintah lepas tangan dan menyerahkan kepada perusahaan.
(kepanjangan
ya?? Ringkas ndiri dhe.. biar lebih mantep ja gitu.. hehehe...)
Sejarah Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia
Asal mula adanya Hukum Ketenagakerjaan di
Indonesia terdiri dari beberapa fase jika kita lihat pada abad 120 SM . Ketika
bangsa Indonesia
ini mulai ada sudah dikenal adanya system gotong royong , antara anggota
masyarakat . Dimana gotong royong merupakan suatu system pengerahan tenaga
kerja tambahan dari luar kalangan keluarga yang dimaksudkan untuk mengisi
kekurangan tenaga, pada masa sibuk dengan tidak mengenal suatu balas jasa dalam
bentuk materi . Sifat gotong royong ini memiliki nilai luhur dan diyakini
membawa kemaslahatan karena berintikan kebaikan , kebijakan, dan hikmah bagi semua
orang gotong royong ini nantinya menjadi sumber terbentuknya hokum ketanaga
kerjaan adat . Dimana walaupun peraturannya tidak secara tertulis , namun hukum
ketenagakerjaan adat ini merupakan identitas bangsa yang mencerminkan
kepribadian bangsa Indonesia
dan merupakan penjelmaan dari jiwa bangsa Indonesia
dari abad ke abad.
Setelah memasuki abad masehi , ketika sudah
mulai berdiri suatu kerajaan di Indonesia
hubungan kerja berdasarkan perbudakan , seperi saat jaman kerajaan hindia
belanda pada zaman ini terdapat suatu system pengkastaan . antara lain :
brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria , dimana kasta sudra merupakan
kasta paling rendah golongan sudra & paria ini menjadi budak dari kasta
brahmana , ksatria , dan waisya mereka hanya menjalankan kewajiban sedangkan
hak-haknya dikuasai oleh para majikan
Sama halnya dengan islam walaupun tidak
secara tegas adanya system pengangkatan namun sebenarnya sama saja . pada masa
ini kaum bangsawan (raden ) memiliki hak penuh atas para tukang nya . nilai-nilai
keislaman tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terhalang oleh dinding
budaya bangsa yang sudah berlaku 6 abad –abad sebelumnya
Pada saat masa pendudukan hindia belanda di
Indonesia
kasus perbudakan semakin meningkat perlakuan terhadap budak sangat keji &
tidak berperikemanusiaan . Satu-satunya penyelesaiannya adalah mendudukan para
budak pada kedudukan manusia merdeka. Baik sosiologis maupun yuridis dan
ekonomis.
Tindakan Belanda dalam mengatasi kasus
perbudakan ini dengan mengeluarkan staatblad 1817 no. 42 yang berisikan
larangan untuk memasukan budak-budak ke pulau jawa . Kemudian tahun 1818 di
tetapkan pada suatu UUD HB (regeling reglement) 1818 berdasarkan pasal 115 RR
menetapkan bahwa paling lambat pada tanggal 1-06-1960 perbudakan dihapuskan
Selain kasus Hindia Belanda mengenai
perbudakan yang keji dikenal juga istilah rodi yang pada dasarnya sama saja .
Rodi adalah kerja paksa mula-mula merupakan gotong royong oleh semua penduduk
suatu desa-desa suku tertentu . Namun hal tersebut di manfaatkan oleh penjajah
menjadi suatu kerja paksa untuk kepentingan pemerintah Hindia Belanda dan
pembesar-pembesarnya.
Periode sebelum kemerdekaan diwarnai dengan
masa-masa yang suram bagi riwayat Hukum Perburuhan yakni zaman perbudakan, rodi
dan poenale sanksi.
Perbudakan ialah suatu peristiwa dimana seseorang yang disebut budak melakukan pekerjaan di bawah pimpinan orang lain.Para
budak tidak mempunyai hak apapun termasuk hak atas kehidupannya, ia hanya
memiliki kewajiban untuk melakukan pekerjaan yang diperintahkan oleh tuannya.
Perbudakan ialah suatu peristiwa dimana seseorang yang disebut budak melakukan pekerjaan di bawah pimpinan orang lain.
Terjadinya perbudakan
pada waktu itu disebabkan karena para raja, pengusaha yang mempunyai ekonomi
kuat membutuhkan orang yang dapat mengabdi kepadanya, sementara penduduk miskin
yang tidak berkemampuan secara ekonomis saat itu cukup banyak yang disebabkan
rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan inilah yang mendorong perbudakan
tumbuh subur.
Selain perbudakan dikenal juga istilah
perhambaan dan peruluran. Perhambaan terjadi bila seseorang penerima gadai
menyerahkan dirinya sendiri atau orang lain yang ia kuasai, atas pemberian
pinjaman sejumlah uang kepada seseorang pemberi gadai. Pemberi gadai
mendapatkan hak untuk meminta dari orang yang digadaikan agar melakukan
pekerjaan untuk dirinya sampai uang pinjamannya lunas. Pekerjaan yang dilakukan
bukan untuk mencicil utang pokok tapi untuk kepentingan pembayaran bunga.
Pelururan adalah keterikatan seseorang untuk menanam tanaman tertentu pada kebun/ladang dan harus dijual hasilnya kepada Kompeni. Selama mengerjakan kebun/ladang tersebut ia dianggap sebagai pemiliknya, sedangkan bila meninggalkannya maka ia kehilangan hak atas kebun tersebut.
Pelururan adalah keterikatan seseorang untuk menanam tanaman tertentu pada kebun/ladang dan harus dijual hasilnya kepada Kompeni. Selama mengerjakan kebun/ladang tersebut ia dianggap sebagai pemiliknya, sedangkan bila meninggalkannya maka ia kehilangan hak atas kebun tersebut.
Rodi merupakan kerja paksa yang dilakukan
oleh rakyat untuk kepentingan pihak penguasa atau pihak lain dengan tanpa
pemberian upah, dilakukan diluar batas perikemanusiaan. Pada kerajaan-kerajaan
di Jawa rodi dilakukan untuk kepentingan raja dan anggota keluarganya, para
pembesar, serta kepentingan umum seperti pembuatan dan pemeliharaan jalan,
jembatan dan sebagainya. Selain itu ada juga namanya Romusha yang pernah
diterapkan oleh penjajah Jepang selama 3 tahun 3 bulan di Indonesia .
Gambaran di atas menunjukkan bahwa riwayat
timbulnya hubungan perburuhan itu dimulai dari peristiwa pahit yakni penindasan
dan perlakuan di luar batas kemanusiaan yang dilakukan oleh orang maupun
penguasa pada saat itu. Para budak/pekerja tidak
diberikan hak apapun yang ia miliki hanyalah kewajiban untuk mentaati perintah
dari majikan atau tuannya. Nasib para budak/pekerja hanya dijadikan barang atau
obyek yang kehilangan hak kodratinya sebagai manusia.
Dalam hukum perburuhan dikenal adanya
Pancakrida Hukum Perburuhan yang merupakan perjuangan yang harus dicapai yakni:
a. Membebaskan manusia indonesia
dari perbudakan, perhambaan.
b. Pembebasan manusiaIndonesia
dari rodi atau kerja paksa.
c. Pembebasan buruh/pekerjaIndonesia
dari poenale sanksi.
d. Pembebasan buruh/pekerjaIndonesia
dari ketakutan kehilangan pekerjaan.
e. Memberikan posisi yang seimbang antara buruh/pekerja dan pengusaha.
Krida kesatu sampai dengan krida ketiga secara yuridis sudah lenyap bersamaan dengan dicetuskannya proklamasih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
b. Pembebasan manusia
c. Pembebasan buruh/pekerja
d. Pembebasan buruh/pekerja
e. Memberikan posisi yang seimbang antara buruh/pekerja dan pengusaha.
Krida kesatu sampai dengan krida ketiga secara yuridis sudah lenyap bersamaan dengan dicetuskannya proklamasih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Periode sesudah Proklamasi Kemerdekaan
Untuk mencapai krida keempat yaitu
membebaskan buruh/pekerja dari takut kehilangan pekerjaan, maupun krida kelima
memberi posisi yang seimbang antara buruh/pekerja dan pengusaha ada beberapa
hal yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu:
a.
Pemberdayaan
serikat buruh/pekerja khusunya ditingkat unit/perusahaan khususnya dengan
memberikan pemahaman terhadap aturan perburuhan/ketenagakerjaan yang ada karena
organisasi pekerja ini terletak digaris depan yang membuat Kesepakatan Kerja
Bersama dengan pihak perusahaan.
4.
Jelaskan
objek dan sifat hukum perburuhan
Jawab
:
Obyek Hukum Ketenagakerjaan dibedakan menjadi dua yaitu obyek materiil dan
obyek formil. Obyek Materiil Hukum Ketenagakerjaan ialah kerja manusia yang
bersifat sosial ekonomis. Titik tumpunya obyek ini terletak pada kerja manusia.
Yang dimaksud dengan kerja manusia ialah merupakan bagian dari kerja manusia
secara umum (aktualisasi unsur kejasmaniaan manusia dengan diberi bentuk dan
terpimpin oleh unsur kejiwaannya dotolekaryakan (diaplikasikan/diterapkan)
terhadap benda luar untuk tujuan tertentu.
Secara obyektif tujuannya ialah hasil kerja sedang secara ekonomis tujuannya ialah tambahan nilai. Tambahan nilai bagi buruh berupa upah sedang bagi majikan berupa keuntungan. Upah dan keuntungan bukan merupakan tujuan akhir kerja manusia yang bersifat sosial ekonomis, tujuan akhirnya ialah kelangsungan /kesempurnaan hidup manusia.
Obyek formil hukum ketenagakerjaan ialah komplek hubungan hukum yang berhubungan erat dengan kerja manusia yang bersifat sosial ekonomis. Hubungan hukum adalah hubungan yang dilindungi oleh UU. Hubungan hukum dalam hukum perburuhan terjadi sejak adanya perjanjian kerja. Dengan terjadinya perjanjian kerja berarti telah terjadi pula hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja. Hubungan hukum bisa terjadi karena perjanjian dan UU.
Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui peraturan perundang-undangan telah membawa perubahan yang mendasar yakni menjadikan sifat hukum perburuhan menjadi ganda. Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan dimaksudkan untuk tercapainya keadilan di bidang ketenagakerjaan karena jika hubungan antara pekerja dengan pengusaha diserahkan salah satu pihak saja maka pengusaha sebagai pihak yang lebih kuat akan menekan pekerja sebagai pihak yang lemah secara sosial ekonomi.
Campur tangan pemerintah ini tidak hanya terbatas pada aspek hukum dalam hubungan kerja saja tetapi meliputi aspek hukum sebelum hubungan kerja (pra employment) dan sesudah hubungan kerja (post employment).
Hukum ketenagakerjaan dapat bersifat:
a. Privat/perdata
Oleh karena Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan antara orang perseorangan dalam hal ini antara pengusaha dengan pekerja dimana hubungan kerja yang dilakukan dengan membuat suatu perjanjian yaitu perjanjian kerja.
b. Publik
1) Keharusan mendapat ijin pemerintah dalam masalah PHK
2) Adanya campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya standar upah (upah minimum)
3) Adanya sanksi pidana, denda dan sanksi administratif bagi pelanggara ketentuan peraturan perburuhan/ketenagakerjaan.
Dengan dikeluarkannya UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan telah memberikan perubahan dalam khasanah Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia yakni:
1) Menggantikan istilah buruh menjadi pekerja, majikan menjadi pengusaha dengan alasan istilah yang lama tersebut tidak mencerminkan kepribadian bangsa. Tetapi dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai pengganti UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan justru istilah buruh kembali dimunculkan kembali yaitu dengan menyebutkan pekerja atau buruh.
2) Mengantikan istilah perjanjian perburuhan menjadi kesepakatan kerja bersama (KKB).
3) Memberikan ruang telaah untuk menggantikan istilah Hukum Perburuhan menjadi Hukum Ketenagakerjaan.
Secara obyektif tujuannya ialah hasil kerja sedang secara ekonomis tujuannya ialah tambahan nilai. Tambahan nilai bagi buruh berupa upah sedang bagi majikan berupa keuntungan. Upah dan keuntungan bukan merupakan tujuan akhir kerja manusia yang bersifat sosial ekonomis, tujuan akhirnya ialah kelangsungan /kesempurnaan hidup manusia.
Obyek formil hukum ketenagakerjaan ialah komplek hubungan hukum yang berhubungan erat dengan kerja manusia yang bersifat sosial ekonomis. Hubungan hukum adalah hubungan yang dilindungi oleh UU. Hubungan hukum dalam hukum perburuhan terjadi sejak adanya perjanjian kerja. Dengan terjadinya perjanjian kerja berarti telah terjadi pula hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja. Hubungan hukum bisa terjadi karena perjanjian dan UU.
Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui peraturan perundang-undangan telah membawa perubahan yang mendasar yakni menjadikan sifat hukum perburuhan menjadi ganda. Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan dimaksudkan untuk tercapainya keadilan di bidang ketenagakerjaan karena jika hubungan antara pekerja dengan pengusaha diserahkan salah satu pihak saja maka pengusaha sebagai pihak yang lebih kuat akan menekan pekerja sebagai pihak yang lemah secara sosial ekonomi.
Campur tangan pemerintah ini tidak hanya terbatas pada aspek hukum dalam hubungan kerja saja tetapi meliputi aspek hukum sebelum hubungan kerja (pra employment) dan sesudah hubungan kerja (post employment).
Hukum ketenagakerjaan dapat bersifat:
a. Privat/perdata
Oleh karena Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan antara orang perseorangan dalam hal ini antara pengusaha dengan pekerja dimana hubungan kerja yang dilakukan dengan membuat suatu perjanjian yaitu perjanjian kerja.
b. Publik
1) Keharusan mendapat ijin pemerintah dalam masalah PHK
2) Adanya campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya standar upah (upah minimum)
3) Adanya sanksi pidana, denda dan sanksi administratif bagi pelanggara ketentuan peraturan perburuhan/ketenagakerjaan.
Dengan dikeluarkannya UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan telah memberikan perubahan dalam khasanah Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia yakni:
1) Menggantikan istilah buruh menjadi pekerja, majikan menjadi pengusaha dengan alasan istilah yang lama tersebut tidak mencerminkan kepribadian bangsa. Tetapi dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai pengganti UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan justru istilah buruh kembali dimunculkan kembali yaitu dengan menyebutkan pekerja atau buruh.
2) Mengantikan istilah perjanjian perburuhan menjadi kesepakatan kerja bersama (KKB).
3) Memberikan ruang telaah untuk menggantikan istilah Hukum Perburuhan menjadi Hukum Ketenagakerjaan.
5.
Jelaskan letak dan sumber hukum dari
hukum perburuhan!
Jawab :
Apabila kita berbicara letak dan sumber hukum perburuhan maka kita harus
mengetahui bahwa hukum perburuhan ini merupakan cabang dari tata Hukum
Indonesia. Apa saja dasar-dasar tata Hukum Indonesia? Diantaranya adalah Hukum
perdata dan Hukum Negara.
Jika dipandang dari letak hukum perburuhan, maka kita akan membicarakan
dasar-dasar tata Hukum Indonesia tersebut. Berdasarkan pernyataan ini, jika
ditinjau dari aspek Hukum Tata Negara, lembaga – lembaga negara yang erat
kaitannya dengan masalah – masalah perburuhan adalah Departemen Tenaga Kerja
yang berfungsi sebagai Lembaga Eksekutif, DPR yang berfungsi sebagai Lembaga
Legislatif, serta Mahkamah Agung berfungsi sebagai Lembaga Yudikatif.
Namun jika ditinjau dari sumber hukum perburuhan adalah sumber hukum
material dan sumber hukum formil. Hukum material dari hukum perburuhan tersebut
tak lain yaitu pancasila. Sedangkan hukum formilnya adalah Undang-undang,
peraturan adat istiadat, dan peraturan KEPPRES (Keputusan Presiden), putusan
panitia penyelesaian perselisihan perburuhan baik daerah maupun pusat, dan
perjanjian hubungan kerja karyawan dan perusahaan.
Dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya hukum perburuhan maupun hukum Negara
di Indonesia diangkat dari peraturan adat, karena bangsa Indonesia merupakan
bangsa yang menjunjung tinggi suatu norma-norma. Peraturan adat adalah sumber
hukum tertua, sumber dimana dapat digali sebagian dari perundang-undangan.
Peraturan adat bisa menjadi hukum bila memiliki syarat-syarat yaitu, syarat
materil, syarat intelektual dimana pertauran tersebut diyakini sebagai
kewajiban hukum, serta adanya akibat atas melanggar hukum yang ditetapkan.
6. Jelaskan bentuk2 perjanjian kerja
Jawab :
1. PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN
Dewasa ini perjanjian kerja umumnya secara tertulis, tetapi kadang-kadang
masih ada juga perjanjian kerja yang disampaikan secara lisan. Undang Undang
No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UUKK) membolehkan hal tersebut
dengan syarat perjanjian kerja yang dibuat secara lisan, pengusaha wajib
membuat surat pengangkatan bagi pekerja bersangkutan yang berisi antara lain :
1. Nama dan alamat pekerja
2. Tanggal mulai bekerja
3. Jenis pekerjaan
4. Besarnya upah (Pasal 63 UUKK)
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam waktu tertentu dan
pengusaha bermaksud mempekerjakan karyawan untuk waktu tertentu (PKWT), maka
perjanjian kerjanya tidak boleh dibuat secara lisan. Apabila perjanjian kerja
dibuat secara lisan maka perjanjian kerja tersebut berubah menjadi perjanjian
kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan pekerja tersebut menjadi pekerja
permanen di perusahaan tersebut.
2. PERJANJIAN KERJA TERTULIS
Dalam perjanjian kerja tertulis harus memuat tentang jenis pekerjaan yang
akan dilakukan, besarnya upah yang akan diterima dan berbagai hak serta
kewajiban lainnya bagi masing-masing pihak.
Perjanjian kerja tertulis harus secara jelas menyebutkan apakah perjanjian
kerja itu termasuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Sebagaimana perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja juga harus
didasarkan pada :
1. Kesepakatan kedua belah pihak
untuk melakukan hubungan kerja.
2. Kecakapan para pihak untuk
melakukan perbuatan hukum.
3. Adanya pekerjaan yang
diperjanjikan.
4. Pekerjaan yang diperjanjikan
tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu diwajibkan bahwa perjanjian kerja tidak boleh bertentangan
dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). PKB adalah perjanjian yang dibuat oleh
pengusaha dan pekerja/serikat pekerja yang disahkan oleh pemerintah (instansi
ketenagakerjaan). Bila bertentangan dengan PKB maka perjanjian kerja tersebut
dengan sendirinya batal.
Dalam setiap perjanjian kerja memuat :
1. Nama dan alamat perusahaan,
serta jenis usahanya.
2. Nama, alamat, umur, jenis
kelamin, dan alamat pekerja.
3. Jabatan atau jenis pekerjaan
yang akan dilakukan oleh pekerja.
4. Tempat pekerjaan.
5. Besarnya upah dan cara
pembayarannya.
6. Syarat-syarat kerja yang memuat
hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja.
7. Mulai dan jangka waktu
berlakunya perjanjian kerja.
8. Tempat dan tanggal perjanjian
kerja dibuat.
7.
Syarat bagi penyelenggara pelatihan kerja
Jawab :
Dalam pasal 15 undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
menjelaskan penyelenggara pelatihan kerja wajib memenuhi
persyaratan :
a. tersedianya tenaga kepelatihan;
b. adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan;
c. tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan
d. tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan
kerja.
Demikian beberapa pembahasan soal2 dalam hukum ketenagakerjaan, apabila ada
kesempatan lagi saya akan update.
*Dari segala sumber...
trims pencerahannya bro... ijin copy yah :)
BalasHapusbagus
BalasHapusyang mau copas lanjut KK, tapi jangan lupa sumberx y...
BalasHapus^_^
terimakasih tulisannya.. sangat bermanfaat..
BalasHapusblognya juga bagus...:-)
terimakasih kk sangant bermanfaat buat tambahan tugas saya...heheheee
BalasHapusBermnfaat bgt buatt tugas kuliaah
BalasHapusmakasiih kakakk ;)
Tq broo buat tulisan nyaa,.
BalasHapusbagus...
BalasHapuscuma belum lengkap ya kakak...
ttg man hours, kompensasi, perselisihan, dan lainnya blm ada...
terus menulis ya kakak...semangat..
saya mau bertanya..apa perbedaan antara hukum ketenagakerjaan dan hukum perburuhan? apakah ada dasar hukum yang mengatur seorang pegawai yang ditahan ijazahnya oleh perusahaan sampai masa tugasnya bekerja di perusahaan tersebut berakhir? Terima kasih..
BalasHapustks ya sangat bermanfaat
BalasHapushemmm, sangat membantu bro.. (y)
BalasHapusmakasih banyak :)
terima kasih, cukup membantu.
BalasHapusterima kasih...bisa membantu mebuat soal ujian
BalasHapustrimakasih sanagat bembantu
BalasHapusbagus
BalasHapus