Perkawinan adalah suatu hak asasi yang dijamin dalam Pasal 28B ayat
(1) Perubahan II UUD 1945 dan kemudian dalam tataran praktisnya diatur
dalam UU No 1 Tahun 1974.
Tetapi perkawinan sendiri dinilai sah apabila:
1. Dilakukan berdasarkan hukum agamanya dan kepercayaannya
2. Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua mempelai
3. Yang laki laki min berumur 19 tahun sedang yang perempuan min berumur 16 tahun
4. Bagi yang berumur kurang dari 21 tahun harus memiliki izin kedua orang tua/wali
Proses pencatatannya sendiri, sebenarnya ini tidak menjadikan perkawinan itu tidak sah karena proses pencatatan itu sendiri adalah proses administratif. Namun dalam hukum nasional, proses pencatatan ini telah menjadi bagian dari hukum positif, karena hanya dengan proses ini maka masing-masing pihak diakui segala hak dan kewajibannya di depan hukum
UU Perkawinan juga mengatur tentang poligami, akan tetapi sepanjang hukum agama membolehkan tentang poligami dan harus berdasarkan ijin dari pengadilan dengan syarat bahwa :
1. istri tidak dapat memnjalankan kewajibannya sebagai isteri;
2. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
3. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Dan untuk itu diperlukan :
* adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
* adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri – isteri dan anak-anak mereka.
* adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
Selain itu UU Perkawinan juga mengatur tentang pencegahan perkawinan, pembatalan perkawinan, serta putusnya perkawinan.
Dengan demikian, bersifat YURIDIS karena sahnya perkawinan jika syarat – syarat menurut UU (KUHPer) dipenuhi.
Artinya, bahwa suatu perkawinan yang sah, hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat – syarat yang ditetapkan dalam KUHPer dan syarat – syarat peraturan yang dikesampingkan.
Menurut UU NO.1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kekurangan Pasal 26 KUHPer,tidak memperhatikan beberapa hal seperti :
* Unsur Agama, UU tidak mencampurkan upacara-upacara perkawinan menurut peraturan UU tidak memperhatikan larangan-larangan untuk kawin seperti ditentukan peraturan agama. Cerai tidak dimungkinkan meskipun dalam hukum agama katolik, tidak ada istilah perceraian.
* Segi Biologis, UU tidak memperhatikan faktor-faktor biologis seperti kemandulan.
* Segi motif, UU tidak mempedulikan motif yang mendorong para pihak untuk melangsungkan perkawinan
Jadi, KUHPer hanya memperlihatkan segi-segi formalitas saja.
Positifnya Pasal 26 KUHPer :
* Perkawinan monogami : Sesuai dengan Pasal 27 KUHPer
* Hakikat perkawinan adalah suatu lembaga yang abadi dan hanya dapat putus karena kematian
* Cerai tetap dibolehkan tetapi karena alasan2 tertentu ; limitatif
Pelanggaran terhadap Pasal 27 KUHPer, dapat dikenakan pidana sesuai dengan Pasal 279 KUHPidana.
Yang berisi bahwa seseorang dapat diancam pidana penjara paling lama 5 tahun apabila ia mengadakan perkawinan padahal masih terikat pada perkawinan sebelumnya yang menjadi penghalang yang sah untuk perkawinan yang baru.
Dan apabila menyembunyikan perkawinan baru tersebut maka dapat dikenakan pidana penjara selama 7 tahun.
Perkawinan merupakan suatu lembaga yang abadi, yg dapat disimpulkan dengan :
1. Larangan perceraian dengan persetujuan
2. Hakim wajib mendamaikan kembali sebelum memutuskan perkara perceraian
3. Perceraian harus dengan alasan – alasan terbata, di luar alasan – alasan tersebut perceraian dilarang.
AKIBAT PERKAWINAN
AKIBAT PERKAWINAN TERHADAP DIRI PRIBADI
Hak dan Kewajiban suami istri dalam KUHPer :
1. Pasal 103 KUHPer, harus setia mensetiai dan tolong menolong
2. Pasal 105 KUHPer, suami adalah kepala rumah tangga, suami wajib memberi bantuan kepada istri/mewakili istri di pengadilan, suami harus mengemudikan urusan harta kekayaan milik pribadi istrinya, suami harus mengurus harta kekayaan sebagaimana seorang bapak rumah yang baik dan bertanggungjawab atas segala kealpan dalam pengurusan tersebut, suami tidak diperbolehkan memindahtangakan/membebani harta kekayaan tak bergerak milik istri tanpa persetujuan istri
3. Pasal 106 KUHPer, istri harus tunduk dan patuh pada suaminya
4. Pasal 107 KUHPer, suami wajib menerima diri istrinya dalam rumah yang didiami, suami wajib melindungi dan memberi apa yang perlu dan berpautan dengan kedudukan dan kemampuannya
5. Pasal 108 KUHPer, istri tidak berwenang untuk bertindak dalam hukum
6. Pasal 110 KUHPer, seorang istri tidak boleh menghadap di muka hakim tanpa bantuan suaminya
Hak dan Kewajiban suami istri dalam UU No.1 Tahun 1974 :
1. Pasal 30, suami istri wajib menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat
2. Pasal 31
* ayat 1, hak dan kedudukan suami istri seimbang
* ayat 2, masing – masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum
* ayat 3, suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga
3. Pasal 32, suami istri harus mempunyai tempat kediaman tetap yang ditentukan suami istri bersama
4. Pasal 33, suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin
5. Pasal 34, suami wajib melindungi istri, memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai kemampuan, istri wajib mengatur urusan rumah tangg sebaiknya, jika salah satu gagal/melakukan kewajibannya maka dapat mengajukan gugatan pada pengadilan
AKIBAT PERKAWINAN TERHADAP HARTA BENDA SUAMI ISTRI
Menurut KUHPer adalah harta campuran bulat dalam pasal 119 KUHPer harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan menjadi harta bersama meliputi seluruh harta perkawinan yaitu :
1. Harta yang sudah ada pada waktu perkawinan
2. Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan
Namun, ada pengecualian bahwa harta tersebut bukan harta campuran bulat yaitu apabila terdapat :
1. Perjanjian kawin
2. Ada hibah/warisan, yang ditetapkan oleh pewaris Pasal 120 KUHPer
Menurut Pasal 35 UU No. 1 tahun 1974, yaitu :
1. Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan
2. Harta bawaan adalah harta yang dibawa masuk ke dalam suatu perkawinan. Penguasaannya tetap pada masing – masing suami istri yang membawanya ke dalam perkawinan, sepanjang pihak tidak menentukan lain.
AKIBAT PERKAWINAN TERHADAP ANAK KETURUNAN (Pasal 250 KUHPer)
Pasal 250 KUHPer, Tiap – tiap anak yang dilahrikan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya (tentang anak sah)
Anak sah menurut Pasal 42 UU No.1 tahun 1974, adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah.
Penyangkalan anak dapat dilakukan menurut Pasal 251 – 254 KUHPer, jika :
1. Dilahirkan sebelum 180 hari sejak saat perkawinan
2. Jika masa 180 + 300 hari, belum pernah berhubungan tetapi istri melahirkan
3. Istri melakukan perzinahan
4. Anak dilahirkan setelah lewat 300 hari, keputusan hakim sejak perpisahan meja dan tempat tidur
Penyangakalan anak,
1. Dilakukan oleh suami sendiri, maka :
* Satu bulan ia berada di tempat
* Dua bulan sesudah ia kembali dari bepergian
* Kehadiran disembunyikan dua bulan
2. Dilakukan oleh ahli waris suami, setelah 2 bulan suami meninggal
PEMBUKTIAN ANAK SAH, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dua akte, yaitu :
1. Akte perkawinan, milik ibu
2. Akte kelahiran, dari ibu mana anak tersebut dilahirkan
Selain itu, dapat dilakukan pembuktian langsung/nyata yaitu :
1. Memakai nama keluarga Ayah
2. Masyarakat sekitar mengakui
3. Ayah memperlakukan baik keluarga lainnya
Anak diluar kawin/natuurlijk kind apabila diakui melalui akte pengakuan anak maka akan menimbulkan hubungan hukum dengan suami/istri yang mengakui. Apabila tidak diakui maka tidak ada hubungan hukum.
KEKUASAAN ORANG TUA / Ouderlijke Macht
Kekuasaan orangtua meliputi dua hal, yaitu :
1. Diri anak ; kebutuhan fisik anak
2. Harta anak ; pengurusan harta sang anak
Sifat kekuasaan orangtua menurut KUHPer adalah kekuasaan kolektif yang dipegang oleh Ayah.
Sifat kekuasaan orangtua menurut UU No. 1 tahun 1974 adalah kekuasaan tunggal yang ada pada masing-masing pihak ayah dan ibu.
Pencabutan kekuasaan orangtua dapat dilakukan (Pasal 49 UU No.1 1974), apabila :
1. Melalaikan kewajiban sebagi orangtua
2. Berkelakukan buruk
3. Dihukum karena suatu kejahatan
AKIBAT PERKAWINAN YANG LAIN
Mengenai hubungan darah adalah sebagai berikut :
1. Anak terhadap orangtua. Anak yang sah mempunyai hubungan darah yang sah baik dengan ayah maupun ibunya
2. Anak terhadap ibunya (Pasal 280 KUHPer dan UU No. 1 tahun 1974). Menurut KUHPer, anak diluar kawin baru mempunyai hubungan darah dengan ibu apabila sang ibu mengakuinya.
Menurut UU No. 1/1974, setiap anak secara otomatis mempunyai hubungan darah dengan ibunya
1. Anak terhadap ayahnya, menurut KUHPer seorang anak luar kawin baru mempunyai hubungan darah dengan ayahnya kalau sang ayah mengakuinya secara sah.
KONSEPSI PERKAWINAN
* Konsepsi, diartikan sebagai sistem hukum yang dipakai / sistem hukum tertentu. Sistem hukum tsb berbeda, hal tsb tergantung dari :
* pandangan hidup
* karakter
* cara berpikir penganut sistem (negara/bangsa)
Perbedaan sistem hukum konsepsi perkawinan dalam sistem KUHPer/BW dan UU No. 1 tahun 1974 adalah :
* Konsepsi perkawinan menurut KUHPer, hanya dipandang dari segi keperdataannya saja. Artinya, UU melihat perkawinan itu sah dan syarat – syaratnya menurut UU dipenuhi. Yang dilihat hanya faktor yuridis sesuai dengan Pasal 26 KUHPer.
* Konsepsi perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974, dapat dlihat dalam pasa 1 UU no.1/1974. Yang berisi :
Perkawinan adalah :
* ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang wanita
* sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
* berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Unsur-Unsur dalam Konsepsi Perkawinan
Terdapat Unsur-Unsur atau asas-asas tentang konsepsi perkawinan di dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu :
* Unsur religius / Keagamaan
Pasal 2 ayat 1, Pasal 8 sub f, Pasal 29 ayat 2, Pasal 51 ayat 3
* Unsur biologis
Pasal 4 sub c
* Unsur Sosiologis
Pasal 7 ayat 1
* Unsur Yuridis
Pasal 2 ayat 2, Pasal 35 ayat 1 dan 2, Pasal 36 ayat 1 dan 2, Pasal 37
SYARAT – SYARAT PERKAWINAN
1. Syarat perkawinan menurut KUHPer / BW
2. Syarat perkawinan menurut Undang Undang Nomor 1 tahun 1974
Menurut KUHPer / BW
Syarat Materil
* Syarat Materil Umum, yang berlaku untuk seluruh perkawinan yang terdiri dari :
* Kata Sepakat (Pasal 28 KUHPer)
* Asas yang dianut Monogami mutlak (Pasal 27 KUHPer)
* Batas usia (Pasal 29 KUHPer)
* Tenggang waktu tunggu, 300 hari (Pasal 34 KUHPer)
* Syarat Materil Khusus, berlaku hanya untuk perkawinan tertentu, seperti :
* Larangan Perkawinan (Pasal 30, 31, 32, 33 KUHPer)
* Izin Kawin (Pasal 33, 35 – 38, 40, 42 KUHPer)
Syarat Formil
Mengenai Tata Cara Perkawinan, baik sebelum maupun setelah perkawinan
Sebelum Perkawinan :
* Pemberitahuan / aangifte
Tentang kehendak kawin kepada pegawai catatan sipil, yaitu pegawai yg nantinya akan melangsungkan pernikahan
* Pengumuman
Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974
Syarat Materil
Syarat Materil Umum
* Kata Sepakat
* Azas yang dianut, monogami tidak mutlak / monogamy terbuka
* Batas usia, laki – laki 19 tahun, perempuan 16 tahun
* Jangka waktu adalah cerai mati 130 hari dan cerai hidup 3 kali suci
* Syarat Materil Khusus
* Larangan perkawinan (Pasal 7 UU no.1/1974)
* Izin Kawin (Pasal 6 ayat 2 UU no.1/1974)
Syarat Formil
* Sebelum Perkawinan :
1. Pemberitahuan
2. Penelitian
3. Pengumuman
* Pelangsungan perkawinan
* Melaksanakan perkawinan
Sumber : Entri
Tetapi perkawinan sendiri dinilai sah apabila:
1. Dilakukan berdasarkan hukum agamanya dan kepercayaannya
2. Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua mempelai
3. Yang laki laki min berumur 19 tahun sedang yang perempuan min berumur 16 tahun
4. Bagi yang berumur kurang dari 21 tahun harus memiliki izin kedua orang tua/wali
Proses pencatatannya sendiri, sebenarnya ini tidak menjadikan perkawinan itu tidak sah karena proses pencatatan itu sendiri adalah proses administratif. Namun dalam hukum nasional, proses pencatatan ini telah menjadi bagian dari hukum positif, karena hanya dengan proses ini maka masing-masing pihak diakui segala hak dan kewajibannya di depan hukum
UU Perkawinan juga mengatur tentang poligami, akan tetapi sepanjang hukum agama membolehkan tentang poligami dan harus berdasarkan ijin dari pengadilan dengan syarat bahwa :
1. istri tidak dapat memnjalankan kewajibannya sebagai isteri;
2. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
3. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Dan untuk itu diperlukan :
* adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
* adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri – isteri dan anak-anak mereka.
* adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
Selain itu UU Perkawinan juga mengatur tentang pencegahan perkawinan, pembatalan perkawinan, serta putusnya perkawinan.
Dengan demikian, bersifat YURIDIS karena sahnya perkawinan jika syarat – syarat menurut UU (KUHPer) dipenuhi.
Artinya, bahwa suatu perkawinan yang sah, hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat – syarat yang ditetapkan dalam KUHPer dan syarat – syarat peraturan yang dikesampingkan.
Menurut UU NO.1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kekurangan Pasal 26 KUHPer,tidak memperhatikan beberapa hal seperti :
* Unsur Agama, UU tidak mencampurkan upacara-upacara perkawinan menurut peraturan UU tidak memperhatikan larangan-larangan untuk kawin seperti ditentukan peraturan agama. Cerai tidak dimungkinkan meskipun dalam hukum agama katolik, tidak ada istilah perceraian.
* Segi Biologis, UU tidak memperhatikan faktor-faktor biologis seperti kemandulan.
* Segi motif, UU tidak mempedulikan motif yang mendorong para pihak untuk melangsungkan perkawinan
Jadi, KUHPer hanya memperlihatkan segi-segi formalitas saja.
Positifnya Pasal 26 KUHPer :
* Perkawinan monogami : Sesuai dengan Pasal 27 KUHPer
* Hakikat perkawinan adalah suatu lembaga yang abadi dan hanya dapat putus karena kematian
* Cerai tetap dibolehkan tetapi karena alasan2 tertentu ; limitatif
Pelanggaran terhadap Pasal 27 KUHPer, dapat dikenakan pidana sesuai dengan Pasal 279 KUHPidana.
Yang berisi bahwa seseorang dapat diancam pidana penjara paling lama 5 tahun apabila ia mengadakan perkawinan padahal masih terikat pada perkawinan sebelumnya yang menjadi penghalang yang sah untuk perkawinan yang baru.
Dan apabila menyembunyikan perkawinan baru tersebut maka dapat dikenakan pidana penjara selama 7 tahun.
Perkawinan merupakan suatu lembaga yang abadi, yg dapat disimpulkan dengan :
1. Larangan perceraian dengan persetujuan
2. Hakim wajib mendamaikan kembali sebelum memutuskan perkara perceraian
3. Perceraian harus dengan alasan – alasan terbata, di luar alasan – alasan tersebut perceraian dilarang.
AKIBAT PERKAWINAN
AKIBAT PERKAWINAN TERHADAP DIRI PRIBADI
Hak dan Kewajiban suami istri dalam KUHPer :
1. Pasal 103 KUHPer, harus setia mensetiai dan tolong menolong
2. Pasal 105 KUHPer, suami adalah kepala rumah tangga, suami wajib memberi bantuan kepada istri/mewakili istri di pengadilan, suami harus mengemudikan urusan harta kekayaan milik pribadi istrinya, suami harus mengurus harta kekayaan sebagaimana seorang bapak rumah yang baik dan bertanggungjawab atas segala kealpan dalam pengurusan tersebut, suami tidak diperbolehkan memindahtangakan/membebani harta kekayaan tak bergerak milik istri tanpa persetujuan istri
3. Pasal 106 KUHPer, istri harus tunduk dan patuh pada suaminya
4. Pasal 107 KUHPer, suami wajib menerima diri istrinya dalam rumah yang didiami, suami wajib melindungi dan memberi apa yang perlu dan berpautan dengan kedudukan dan kemampuannya
5. Pasal 108 KUHPer, istri tidak berwenang untuk bertindak dalam hukum
6. Pasal 110 KUHPer, seorang istri tidak boleh menghadap di muka hakim tanpa bantuan suaminya
Hak dan Kewajiban suami istri dalam UU No.1 Tahun 1974 :
1. Pasal 30, suami istri wajib menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat
2. Pasal 31
* ayat 1, hak dan kedudukan suami istri seimbang
* ayat 2, masing – masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum
* ayat 3, suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga
3. Pasal 32, suami istri harus mempunyai tempat kediaman tetap yang ditentukan suami istri bersama
4. Pasal 33, suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin
5. Pasal 34, suami wajib melindungi istri, memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai kemampuan, istri wajib mengatur urusan rumah tangg sebaiknya, jika salah satu gagal/melakukan kewajibannya maka dapat mengajukan gugatan pada pengadilan
AKIBAT PERKAWINAN TERHADAP HARTA BENDA SUAMI ISTRI
Menurut KUHPer adalah harta campuran bulat dalam pasal 119 KUHPer harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan menjadi harta bersama meliputi seluruh harta perkawinan yaitu :
1. Harta yang sudah ada pada waktu perkawinan
2. Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan
Namun, ada pengecualian bahwa harta tersebut bukan harta campuran bulat yaitu apabila terdapat :
1. Perjanjian kawin
2. Ada hibah/warisan, yang ditetapkan oleh pewaris Pasal 120 KUHPer
Menurut Pasal 35 UU No. 1 tahun 1974, yaitu :
1. Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan
2. Harta bawaan adalah harta yang dibawa masuk ke dalam suatu perkawinan. Penguasaannya tetap pada masing – masing suami istri yang membawanya ke dalam perkawinan, sepanjang pihak tidak menentukan lain.
AKIBAT PERKAWINAN TERHADAP ANAK KETURUNAN (Pasal 250 KUHPer)
Pasal 250 KUHPer, Tiap – tiap anak yang dilahrikan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya (tentang anak sah)
Anak sah menurut Pasal 42 UU No.1 tahun 1974, adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah.
Penyangkalan anak dapat dilakukan menurut Pasal 251 – 254 KUHPer, jika :
1. Dilahirkan sebelum 180 hari sejak saat perkawinan
2. Jika masa 180 + 300 hari, belum pernah berhubungan tetapi istri melahirkan
3. Istri melakukan perzinahan
4. Anak dilahirkan setelah lewat 300 hari, keputusan hakim sejak perpisahan meja dan tempat tidur
Penyangakalan anak,
1. Dilakukan oleh suami sendiri, maka :
* Satu bulan ia berada di tempat
* Dua bulan sesudah ia kembali dari bepergian
* Kehadiran disembunyikan dua bulan
2. Dilakukan oleh ahli waris suami, setelah 2 bulan suami meninggal
PEMBUKTIAN ANAK SAH, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dua akte, yaitu :
1. Akte perkawinan, milik ibu
2. Akte kelahiran, dari ibu mana anak tersebut dilahirkan
Selain itu, dapat dilakukan pembuktian langsung/nyata yaitu :
1. Memakai nama keluarga Ayah
2. Masyarakat sekitar mengakui
3. Ayah memperlakukan baik keluarga lainnya
Anak diluar kawin/natuurlijk kind apabila diakui melalui akte pengakuan anak maka akan menimbulkan hubungan hukum dengan suami/istri yang mengakui. Apabila tidak diakui maka tidak ada hubungan hukum.
KEKUASAAN ORANG TUA / Ouderlijke Macht
Kekuasaan orangtua meliputi dua hal, yaitu :
1. Diri anak ; kebutuhan fisik anak
2. Harta anak ; pengurusan harta sang anak
Sifat kekuasaan orangtua menurut KUHPer adalah kekuasaan kolektif yang dipegang oleh Ayah.
Sifat kekuasaan orangtua menurut UU No. 1 tahun 1974 adalah kekuasaan tunggal yang ada pada masing-masing pihak ayah dan ibu.
Pencabutan kekuasaan orangtua dapat dilakukan (Pasal 49 UU No.1 1974), apabila :
1. Melalaikan kewajiban sebagi orangtua
2. Berkelakukan buruk
3. Dihukum karena suatu kejahatan
AKIBAT PERKAWINAN YANG LAIN
Mengenai hubungan darah adalah sebagai berikut :
1. Anak terhadap orangtua. Anak yang sah mempunyai hubungan darah yang sah baik dengan ayah maupun ibunya
2. Anak terhadap ibunya (Pasal 280 KUHPer dan UU No. 1 tahun 1974). Menurut KUHPer, anak diluar kawin baru mempunyai hubungan darah dengan ibu apabila sang ibu mengakuinya.
Menurut UU No. 1/1974, setiap anak secara otomatis mempunyai hubungan darah dengan ibunya
1. Anak terhadap ayahnya, menurut KUHPer seorang anak luar kawin baru mempunyai hubungan darah dengan ayahnya kalau sang ayah mengakuinya secara sah.
KONSEPSI PERKAWINAN
* Konsepsi, diartikan sebagai sistem hukum yang dipakai / sistem hukum tertentu. Sistem hukum tsb berbeda, hal tsb tergantung dari :
* pandangan hidup
* karakter
* cara berpikir penganut sistem (negara/bangsa)
Perbedaan sistem hukum konsepsi perkawinan dalam sistem KUHPer/BW dan UU No. 1 tahun 1974 adalah :
* Konsepsi perkawinan menurut KUHPer, hanya dipandang dari segi keperdataannya saja. Artinya, UU melihat perkawinan itu sah dan syarat – syaratnya menurut UU dipenuhi. Yang dilihat hanya faktor yuridis sesuai dengan Pasal 26 KUHPer.
* Konsepsi perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974, dapat dlihat dalam pasa 1 UU no.1/1974. Yang berisi :
Perkawinan adalah :
* ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang wanita
* sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
* berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Unsur-Unsur dalam Konsepsi Perkawinan
Terdapat Unsur-Unsur atau asas-asas tentang konsepsi perkawinan di dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu :
* Unsur religius / Keagamaan
Pasal 2 ayat 1, Pasal 8 sub f, Pasal 29 ayat 2, Pasal 51 ayat 3
* Unsur biologis
Pasal 4 sub c
* Unsur Sosiologis
Pasal 7 ayat 1
* Unsur Yuridis
Pasal 2 ayat 2, Pasal 35 ayat 1 dan 2, Pasal 36 ayat 1 dan 2, Pasal 37
SYARAT – SYARAT PERKAWINAN
1. Syarat perkawinan menurut KUHPer / BW
2. Syarat perkawinan menurut Undang Undang Nomor 1 tahun 1974
Menurut KUHPer / BW
Syarat Materil
* Syarat Materil Umum, yang berlaku untuk seluruh perkawinan yang terdiri dari :
* Kata Sepakat (Pasal 28 KUHPer)
* Asas yang dianut Monogami mutlak (Pasal 27 KUHPer)
* Batas usia (Pasal 29 KUHPer)
* Tenggang waktu tunggu, 300 hari (Pasal 34 KUHPer)
* Syarat Materil Khusus, berlaku hanya untuk perkawinan tertentu, seperti :
* Larangan Perkawinan (Pasal 30, 31, 32, 33 KUHPer)
* Izin Kawin (Pasal 33, 35 – 38, 40, 42 KUHPer)
Syarat Formil
Mengenai Tata Cara Perkawinan, baik sebelum maupun setelah perkawinan
Sebelum Perkawinan :
* Pemberitahuan / aangifte
Tentang kehendak kawin kepada pegawai catatan sipil, yaitu pegawai yg nantinya akan melangsungkan pernikahan
* Pengumuman
Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974
Syarat Materil
Syarat Materil Umum
* Kata Sepakat
* Azas yang dianut, monogami tidak mutlak / monogamy terbuka
* Batas usia, laki – laki 19 tahun, perempuan 16 tahun
* Jangka waktu adalah cerai mati 130 hari dan cerai hidup 3 kali suci
* Syarat Materil Khusus
* Larangan perkawinan (Pasal 7 UU no.1/1974)
* Izin Kawin (Pasal 6 ayat 2 UU no.1/1974)
Syarat Formil
* Sebelum Perkawinan :
1. Pemberitahuan
2. Penelitian
3. Pengumuman
* Pelangsungan perkawinan
* Melaksanakan perkawinan
Sumber : Entri
apa maksud dari Pasal 108 KUHper...???mohon penjelasan Bung Chris...
BalasHapus