Era Global saat ini, Indonesia
menghadapi dua kondisi yang kurang menguntungkan. Pertama, dinamika lingkungan
yang cepat berubah dan cenderung menggelombang (turbulent). Kedua, intensitas
persaingan yang semakin keras dan tajam. Menghadapi hal ini, konsep ketahanan
nasional yang ada wajib terus dievaluasi.
Dinamika lingkungan yang
dipelopori oleh perubahan teknologi, telah membawa implikasi perubahan yang
sangat cepat terutama di bidang ekonomi, demografi, sosial, politik, hukum dan
keamanan. Kemudahan yang dihasilkan oleh perkembangan teknologi memang telah
meningkatkan kesejahteraan umat manusia, namun di sisi lain dapat memberikan
ancaman yang cukup serius apabila perkembangan teknologi tersebut tidak
dikelola secara baik berdasar moral dan etika.
Kemajuan yang sangat pesat di bidang teknologi, terutama teknologi transportasi dan komunikasi merupakan salah satu sebab terjadinya era globalisasi ekonomi. Pada era tersebut mobilitas sumberdaya barang dan jasa menjadi semakin tinggi. Juga pada skala ekonomi, perusahaan dituntut untuk makin efisien dalam penggunaan biaya dan tuntutan kualitas hasil produksi.
Kemajuan yang sangat pesat di bidang teknologi, terutama teknologi transportasi dan komunikasi merupakan salah satu sebab terjadinya era globalisasi ekonomi. Pada era tersebut mobilitas sumberdaya barang dan jasa menjadi semakin tinggi. Juga pada skala ekonomi, perusahaan dituntut untuk makin efisien dalam penggunaan biaya dan tuntutan kualitas hasil produksi.
Nagara melalui
peraturan-peraturannya sering dianggap sebagai penghambat utama mobilitas
sumberdaya barang dan jasa. Negara-negara maju, yang memperoleh rente ekonomi
tinggi dari pesatnya kemajuan teknologi, menuntut berlakunya free trade dalam
pengelolaan sistem ekonomi.
Kecenderungan era perdagangan
yang mengarah pada free trade menyebabkan tereduksinya peran negara untuk
melindungi penduduk domestik dari upaya persaingan yang tidak sehat. Hal ini
terutama dilakukan ketika penduduk domestik harus berhadapan dan bersaing
dengan penduduk luar negeri. Oleh karena itu, kemandirian masyarakat terus
dituntut ketika negara mengurangi perannya dalam free trade ini. Dengan kata
lain, kita memerlukan ketahanan nasional yang prima dalam menghadapi kondisi
yang cenderung mempunyai turbulensi tinggi tersebut.
Fenomena Globalisasi Ekonomi
Globalisasi, termasuk globalisasi ekonomi, telah mewarnai berbagai kegiatan dalam kehidupan masyarakat. Perubahan yang terjadi juga merubah kecenderungan perilaku masyarakat. Kini, mereka cenderung sekuler, materialistik, individualistik dan konsumeristik.
Globalisasi, termasuk globalisasi ekonomi, telah mewarnai berbagai kegiatan dalam kehidupan masyarakat. Perubahan yang terjadi juga merubah kecenderungan perilaku masyarakat. Kini, mereka cenderung sekuler, materialistik, individualistik dan konsumeristik.
Globalisasi ekonomi sering
disebut sebagai ekonomi tanpa batas. Kegiatan-kegiatan ekonomi menggunakan
media digital yang tidak mungkin lagi dibatasi oleh administrasi suatu negara.
Implikasinya, kemampuan negara dalam memberikan perlindungan dan mempromosikan
pelaku-pelaku bisnis domestik makin berkurang. Ditambah lagi tuntutan
berlakunya sistem free trade makin akibat banyak dianutnya kapitalisme.
Semakin dinamisnya lingkungan
strategis yang dihadapi pelaku-pelaku bisnis mendorong mereka melakukan
strategi portofolio dalam kegiatan-kegiatan investasinya. Hal ini dilakukan
dalam menghadapi resiko investasi, meski kondisi ini mendorong tumbuhnya
korporasi-korporasi yang melakukan diversifikasi usaha yang cenderung
konglomerat. Dari aktivitas ini muncullah kekaisaran bisnis (crony capitalism)
dalam operasi bisnis internasional yang memelukan free trade yang agresif,
bahkan bukan hanya berimplikasi pada globalisasi ekonomi semata.
Strategi perusahaan-perusahaan besar multinasional dalam upaya untuk menguasai suatu wilayah, umumnya melakukan penetrasi dengan menguasai keunggulan suatu bangsa.
Strategi perusahaan-perusahaan besar multinasional dalam upaya untuk menguasai suatu wilayah, umumnya melakukan penetrasi dengan menguasai keunggulan suatu bangsa.
Pertama, melalui berbagai taktik
promosi, mereka berupaya mempengaruhi budaya sehingga menguntungkan barang dan
jasa yang dijualnya. Kedua, produksi yang dihasilkan berbasis pada sumberdaya
alam, sumberdaya manusia, moda, teknologi dan manajerial skill. Ketiga,
struktur ekonomi yang mendukung dan keempat industri pendukung yang ada di
wilayah ekonomi tersebut. (Dunning 1997).
Negara-negara maju di satu sisi
menuntut diberlakukannya perdagangan bebas antar negara, tetapi di sisi lain
mereka membangun hambatan masuk melalui standarisai-standarisasi internasional,
yaitu ISO 9000 (berkaitan dengan kualitas) dan ISO 14000 (berkaitan dengan
lingkungan hidup). Bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia
ternyata tidak mudah melewati hambatan-hambatan tersebut.
Indonesia
tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perekonomian negara-negara tetangga,
terutama pada lingkup ASEAN dan Cina. Pada lingkup regional tersebut kita
melihat beberapa negara telah mengungguli kita, seperti Malaysia , Thailand
dan Vietnam .
Cina sampai saat ini bahkan sudah menjadi negara industri besar. Jika fee trade
terwujud, negara-negara ini bukan saja akan mampu mengakselerasi perekonomian
kita, tetapi juga kompetitor-kompetitor kita pada kegiatan perdagangan maupun
investasi.
Pelayanan terhadap investor dan
pengelolaan kebijakan ekonomi liberal yang diterapkan oleh negara-negara ini
adalah tuntutan dari dampak globalisasi ekonomi. Suasana kompetisi mendatangkan
investasi ke dalam negeri mewarnai kebijakan ekonomi nasional. Lahirnya UU No.
25 tahun 2007 tentang penanaman modal adalah salah satu contoh betapa besar
dampak globalisasi ekonomi terhadap kebijakan nasional.
Kondisi
Ekonomi Nasional dan Strategi
Sejak tahun 2004 sampai 2007,
kondisi ekonomi nasional membaik. Produk Domestik Bruto berdasarkan harga
konstan, yang berdasar tahun 2004 sebesar Rp. 1.656.516,8 milyar pada tahun
2007 meningkat menjadi Rp. 1.846.654,9 milyar. Pertumbuhan ekonomi juga
mengalami peningkatan, dari 5,05 (2004) menjadi 6,3 (2007), meski peningkatan
ini belum sesuai target rencana pembangunan jangka menengah tahun 2007.
Semantara tingkat inflasi relatif terkendali pula, 6,40% (2004), 17,11%
(tertinggi pada 2005), 6,60% (2006) dan menurun kembali ke 6,59% (2007).
Namun, kondidi diatas belum mampu memecahkan masalah ekonomi yang ada. Beberapa masalah utama yang timbul di bidang ekonomi adalah pertama, tingkat pengangguran dan kemiskinan. Menurut BPS, tahun 2005 pengangguran mencapai 10,85 juta, 10,55 juta (2006) dan 10,01 juta (2007), sementara kemiskinan 36,20 juta (2005), 39,29 (2006) dan 37,16 (2007). Tahun 2008 diperkirakan akan terjadi peningkatan pengangguran dan jumlah penduduk miskin. Perlambatan pertumbuhan ekonomi juga akan meuncul akibat krisis energi dan pangan dunia.
Dari simulasi ekononomi yang pernah dilakukan bahwa 1% pertumbuhan ekonomi nasional, hanya mampu memberikan tambahan kesempatan kerja kepada 400.000 orang. Jadi ketika pertumbuhan berkisar 6-7% pertahun, maka hanya ada tambahan 2.400.000 sampai 2.800.000 kesempatan kerja. Dengan demikian, maka jumlah penganggur sebesar 10,01 juta tersebut baru dapat diselesaikan paling cepat selama 3,6 tahun. Itupun dengan asumsi tidak ada angkatan kerja baru. Implikasi dari tingkat pengangguran yang tinggi tersebut tentu saja jumlah penduduk miskin ikut meningkat.
Kedua, rapuhnya struktur ekonomi.
Namun, kondidi diatas belum mampu memecahkan masalah ekonomi yang ada. Beberapa masalah utama yang timbul di bidang ekonomi adalah pertama, tingkat pengangguran dan kemiskinan. Menurut BPS, tahun 2005 pengangguran mencapai 10,85 juta, 10,55 juta (2006) dan 10,01 juta (2007), sementara kemiskinan 36,20 juta (2005), 39,29 (2006) dan 37,16 (2007). Tahun 2008 diperkirakan akan terjadi peningkatan pengangguran dan jumlah penduduk miskin. Perlambatan pertumbuhan ekonomi juga akan meuncul akibat krisis energi dan pangan dunia.
Dari simulasi ekononomi yang pernah dilakukan bahwa 1% pertumbuhan ekonomi nasional, hanya mampu memberikan tambahan kesempatan kerja kepada 400.000 orang. Jadi ketika pertumbuhan berkisar 6-7% pertahun, maka hanya ada tambahan 2.400.000 sampai 2.800.000 kesempatan kerja. Dengan demikian, maka jumlah penganggur sebesar 10,01 juta tersebut baru dapat diselesaikan paling cepat selama 3,6 tahun. Itupun dengan asumsi tidak ada angkatan kerja baru. Implikasi dari tingkat pengangguran yang tinggi tersebut tentu saja jumlah penduduk miskin ikut meningkat.
Kedua, rapuhnya struktur ekonomi.
Ekonomi Indonesiaternyata masih
sangat tergantung dengan kondisi ekonomi luar negeri, atau struktur ekonomi
footlose. Indikatornya adalah bahan baku ,
bahan penolong dan teknologi industri domestik adalah impor. Juga hutang luar
negeri yang digunakan untuk mengakselerasi kegiatan-kegiatan ekonomi yang
relatif tinggi.
Dampaknya adalah nilaUS $
terhadap Rupiah baik yang disebabkan oleh depresiasi atau devaluasi selalu
diikuti oleh inflasi ongkos (cash push inflation). Hal itu pulalah yang
menjelaskan dapat menjelaskan mengapa krisis moneter yang terjadi pada
pertengahan tahun 1997 mampu menimbulkan stagflasi yang kemudian memicu krisis
multidimensi.
Dampaknya adalah nila
Ketiga, ekonomi biaya tinggi. Indonesia
dikategorikan sebagai negara high cost recovery yang di sebabkan oleh kualitas
sumberdaya manusia, struktur ekonomi, pemerintahan dan birokrasi yang tidak
memadai, disamping budaya konsumtif dan korupsi masyarakatnya. Dicatat oleh
Kompas (21/7) bahwa korupsi menyebar merata di wilayah negara ini, dari Aceh
hingga Papua kasus korupsi muncul tak hanya menjerat sejumlah peyelenggara
negara tetapi juga penyejahteraan rakyat. Sepanjang tahun 2005-2008 ada delapan
gubernur-wakil gubernur yang diadili atau diperiksa karena terlibat korupsi.
Selain itu, lebih dari 32 bupati-wakil bupati atau wali-wakil walikota didaili
karena korupsi. Dan jangan lupa, ratusan anggota DPRD juga diperiksa dan
diadili karena kasus korupsi.
Keempat, tingkat kesenjangan.
Kurun waktu 2000-2006 dihitung bahwa tingkat kesenjangan ekonomi masyarakat
sangat tinggi. Pada tahun 2000, 40% dari kelompok penduduk berpendapatan
terendah menikmati 20,92%, sedangkan pada 2006 kelompok tersebut hanya
menikmati 19,2% dari pertumbuhan ekonomi nasional. Sebaliknya, 20% dari
kelompok penduduk terkaya pada tahun 2000 menikmati 41,19% dari pertumbuhan
ekonomi nasional dan pada 2006 menikmati 45,72% dari tingkat pertumbuhan
nasional. (indonesia.com/penelitian Mudrajad Kuncoro).
Ilustrasi ini juga konsisten jika dihitung berdasar gini ratio yang menunjukkan peningkatan dari 0,29 menjadi 0,35. Semakin tingginya kesenjangan pendapatan antar kelompok masyarakat membawa implikasi pada semakin tingginya kesenjangan kemakmuran antar kelompok masyarakat tersebut. Kondisi ini menurunkan kohesi sosial yang bahkan menimbulkan potensi konflik antar kelompok masyarakat itu.
Melihat beberapa kasus di atas kita memerlukan beberapa strategi pembangunan ketahanan nasional. Strategi pertama adalah peningkatan kemandirian, kedua adalah strategi peningkatan daya saing.
Ilustrasi ini juga konsisten jika dihitung berdasar gini ratio yang menunjukkan peningkatan dari 0,29 menjadi 0,35. Semakin tingginya kesenjangan pendapatan antar kelompok masyarakat membawa implikasi pada semakin tingginya kesenjangan kemakmuran antar kelompok masyarakat tersebut. Kondisi ini menurunkan kohesi sosial yang bahkan menimbulkan potensi konflik antar kelompok masyarakat itu.
Melihat beberapa kasus di atas kita memerlukan beberapa strategi pembangunan ketahanan nasional. Strategi pertama adalah peningkatan kemandirian, kedua adalah strategi peningkatan daya saing.
Strategi peningkatan kemandirian
hendaknya dilakukan dengan memberikan prioritas utama pada penguatan
faktor-faktor internal yang kita miliki. Atau dengan kata lain strategi yang
lebih berorientasi pada resource and knowledge based, karena walaupun bagaimana
strategi pembangunan nasional tetap pada endowment factor yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia .
Sedangkan strategi peningkatan daya saing lebih diarahkan untuk meningkatkan
kualitas dan kapasitas dari faktor-faktor internal tersebut agar mampu
menghasilkan output yang mampu berkompetisi global. Kedua strategi ini akan
berhasil jika sebelumnya dibangun kembali semangat nasionalisme dan membangun
saling percaya antar stakeholder pembangunan.
Globalisasi
VS Kepentingan Nasional
Apakah Indonesia siap
menghadapi globalisasi Negara maju yang akan dilaksanakan 2010 dan Negara
berkembang 2020? Pasti ada dampaknya ke Indonesia , globalisasi negara maju
2010. Indonesia
bisa kecipratan untung terbawa dengan globalisasi negara maju, karena
negara-negara maju tersebut akan berkompetisi mendapatkan barang/jasa yang
murah. Indonesia
bisa masuk mensuplai kebutuhan tersebut. Tapi bisa jadi Indonesia jadi
terpuruk, karena negara berkembang lainnya yang ambil kesempatan. Oleh karena
itu sebaiknya sudah direncanakan Free Trade Agreement (FTA) dengan beberapa
negara maju mulai dari sekarang. Seperti yang dilakukan Malaysia ,
membuat FTA dengan Jepang di bidang otomotif. Yang berarti Malaysia yang
mensuplai kebutuhan spare part otomotif untuk dirakit di Jepang. Contoh
lainnya, FTA antara Chile
dan China , di suplai bahan baku tembaga selama 15
tahun. Indonesia
dengan negara mana? Jangan sampai Indonesia
membuat FTA dengan China
di segala bidang. Karena Indonesia
jadi pasar yang empuk untuk barang-barang China . Dan produk asli Indonesia akan hancur, karena penyelundupan
bahan baku ke China .
Menanggapi keputusan nomor
355/MPP/Kep/5/ 2004 tentang pengaturan ekspor rotan yang tidak mencapai apa
yang diharapkan pemerintah. Yaitu memajukan daerah produksi budidaya rotan
mentah, sepertinya tidak tercapai. Malahan pemerintah yang tertipu dengan
banyaknya rotan mentah selundupan untuk dijual ke Cina , Taiwan ,
dan Filipina tanpa harus membayar pajak ekspor. Mungkin sudah selayaknya
pemerintah merevisi kembali Kepmen tsb. Dampak dari pencabutan Kepmen itu bisa
untuk meningkatkan kinerja perusahaan di daerah penghasil rotan mentah untuk
merubah produk mentahnya menjadi produk jadi. Dan memiliki dampak yang besar
terhadap pengurangan pengangguran di Indonesia ,
karena pengrajin rotan bukan hanya ada di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatra saja, banyak juga di pulau Jawa. Ada
beberapa kota pengrajin rotan di Jawa, adalah
sbb: Surabaya , Gresik, Solo, Sukoarjo, Cirebon , dan beberapa kota
lainnya.Jika dianalisis, penyebab utama melemahnya kinerja ekspor Indonesia antara lain adalah karena peningkatan
persaingan dengan RRC dan Vietnam .
Namun demikian, hal tersebut lebih disebabkan karena faktor-faktor di dalam
negeri.
Untuk meningkatkan ekspor dan
menyerap tenaga kerja, diperlukan strategi yang terpadu untuk menjaga
kestabilan makro, memperbaiki prasarana, meningkatkan ketrampilan dan
kapabilitas teknologi. Kebijakan proteksi sebaiknya dihindari, karena jika
tidak diperhitungkan dampak keseluruhannya, hanya akan menguntungkan sektor dan
pihak tertentu saja dan merugikan rakyat banyak, terutama yang tergolong dalam
masyarakat perpendapatan rendah. Dari laporan yang dilakukan International
Institute for Management Development (IMD), menurunkan peringkat Indonesia dari
ke-59 dari 60 negara pada tahun 2005 menjadi ke-60 dari 61 negara pada tahun
2006. Ini menunjukkan bahwa posisi Indonesia mengalami pemburukan.
Kondisi daya saing perekonomian kita, khususnya industri manufaktur, sudah
berada pada tingkat yang sangat kritis sehingga butuh perhatian saksama. Yang
masih terus berjaya adalah sektor-sektor jasa yang tak menghadapi pesaing dari
luar negeri (non-tradable), seperti sektor telekomunikasi dan transportasi,
listrik, air bersih, dan gas. Ironisnya, "kejayaan" mereka sebetulnya
atas penderitaan sektor riil atau sektor tradable yang harus berjibaku dalam
persaingan yang kian terbuka dan ketat dengan produk-produk negara lain, baik
di pasar luar negeri maupun di pasar domestik. Mungkin lebih jelasnya
pemerintah melepaskan produk andalannya ke globalisasi tanpa memperhitungkan
kepentingan nasional. Saya kira negara maju sekaliber USA pun pasti
mementingkan kepentingan nasional daripada urusan globalisasi. Tidak seperti Indonesia yang
lebih mengabdi kepada kepentingan asing. Kapan Indonesia bisa ”menjajah secara
ekonomi” ke negara lain?
Daya saing produk Indonesia di
dunia maya (internet) kurang begitu baik. Ini terlihat dari mesin pencari
(search engines) dengan keyword produk unggulan Indonesia , ternyata yang berjualannya
negara lain. Mungkin pemerintah harus lebih giat lagi dalam menjelaskan
kegunaan internet. Menurut data, kenaikan pengguna internet untuk negara Indonesia hanya
27% dari tahun lalu. Negara paling tinggi dalam melek internet adalah negara India dengan
persentase dari tahun lalu sebesar 500%. Harusnya pemerintah mengerti sekali
pentingnya internet untuk menunjang perekonomian semua sektor. Saya yakin
sekali, majunya China
karena ekspor yang didukung pemerintahnya dan Alibaba.com. Karena di
Alibaba.com untuk mendapatkan peringkat tinggi, harus produk china dahulu, baru
kemudian produk dari negara lain. Dan Alibaba.com memasang iklannya di televisi
CNN. Apakah pemerintah Indonesia
bisa seperti China
yang membantu sekali kepada eksportir? Ada TradeWorld.com,
Export-Import-Indonesia.com,
dll, semuanya milik orang Indonesia
Apakah pemerintah mau membantu?
Di pasar dalam negeri sendiri saja, produk-produk Indonesia
ini sudah babak belur dalam persaingan dengan produk-produk China , baik
yang masuk secara resmi ataupun selundupan. Jadi, bagaimana mereka bisa
bersaing di pasar regional atau global yang lebih terbuka? Akibat maraknya
penyelundupan rotan mentah ke negara-negara pesaing, seperti Cina , Taiwan ,
dan Filipina, industri rotan dalam negeri di ambang kehancuran. Bagaimana pula
tidak grogi berhadapan dengan China, jika di produk-produk yang jelas-jelas
Indonesia punya keunggulan komparatif, 90% rotan dunia berasal dari Indonesia,
juga dilibas oleh China, termasuk di kandang kita sendiri? Sebut contoh, produk
mebel, termasuk rotan. Ironisnya, industri milik China
itu ditopang dengan bahan baku impor atau
selundupan dari Indonesia .
Dampak maraknya penyelundupan
rotan itu kini sudah terasa. Karena membeli rotan hasil selundupan yang tidak
dikenai pajak, "importir" atau pembeli rotan ilegal di
China , Vietnam ,
Filipina, dan Taiwan ,
bisa mendapatkan rotan dengan harga murah. Berbekal bahan baku murah, perajin-perajin
rotan di China, Taiwan, Vietnam, dan Filipina, bisa menjual produk rotan
sekitar 30-40 persen lebih murah dibandingkan dengan harga yang dijual perajin
Indonesia. Keterpurukan industri manufaktur semakin parah karena aturan main
tak ditegakkan atau tak menerapkan aturan lain yang sepatutnya. Pemerintah yang
seharusnya melindungi produsen dalam negeri yaitu dengan mencabut kepmen
355/MPP/Kep/5/ 2004. Walaupun berita bahwa ekspor Indonesia akan mencapai rekor
tertinggi mencapai US$ 100 Milliar pada akhir tahun, menurut saya pasti
datangnya dari sektor migas, transportasi, dll bukan dari manufaktur
mebel.
Bagaimana pun juga produk bagus
jika tidak ditunjang dengan marketing yang kuat tidak akan terjadi penjualan
yang signifikan. Oleh karena sekarang jamannya internet, sudah seharusnya
eksportir-eksportir beralih ke sistem marketing lewat internet. Daftarkan
website anda di Export-Import-Indonesia.com dan TradeWorld.com.
Buyer-buyer sekarang memeriksa
dulu di internet sebelum mengunjungi perusahaan yang dituju. Walaupun dukungan
pemerintah untuk manufaktur mebel di Indonesia kurang, marilah kita
manfaatkan sebaik-baiknya teknologi internet untuk menunjang penjualan produk
di era globalisasi ini. Mudah-mudahan dengan tulisan ini, BPEN (Badan
Pengembangan Ekspor Nasional) bisa berubah untuk lebih aktif memberikan masukan
kepada pemerintah agar produk-produk Indonesia bisa menguasai dunia, dengan kekayaan
alam Indonesia, 90% rotan dunia dari hutan Indonesia. Seharusnya pemerintah
bangga bahwa ada produk yang bahan bakunya 100% dari Indonesia dan tidak dimiliki oleh
negara lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar