Saking gilanya ngeblog, sampai-sampai gak tau waktu dah hampir lewat dari jam 12:00 PM
Huff... padahal besok juga ada ujian... (3 buah lagi ujian x....!!!) Duh kepala serasa mau pecah....!!!
Huff... padahal besok juga ada ujian... (3 buah lagi ujian x....!!!) Duh kepala serasa mau pecah....!!!
Ehh... ko jadi curhat y...?? hehe...
Oy,
dalam postingan saya kali ini saya akan mencoba meringkas kembali apa
yang saya pelajari sewaktu kuliah Hukum Tanah adat pada Semester 6.
(kebetulan besok juga ujian ini ni...) Yups... waktunya siapin secangkir coklat panas dan entah kenapa malam ini hari terasa dingin ni...
Oya, satu lagi ini merupakan hasil kuliah saya dengan bapak Bachtiar Abna SH,MH
And... Cekidot....
HUKUM TANAH ADAT
Sebagai norma hukum, hukum adalah setiap kesepakatan antara dua atau
lebih manusia tentang apa yang boleh,
wajib atau dilarang dilakukan di antara mereka serta padahan yang ditimpakan
secara nyata kepada orang yang melanggarnya. (Punya sanksi Hukum)
- Pandangan
Normatif-> Utrecht : Hukum ialah himpunan peraturan yang ditetapkan
oleh penguasa masyarakat yang wajib ditaati oleh setiap anggota
masyarakat, siapa yang melanggar dikenakan sanksi
- Pandangan
Sosiologis -> Djojodigoeno : Hukum ialah karya seluruh rakyat yang
bersifat pengugeran yang berarti pembatasan tingkah laku manusia dalam
hubungan pamrihnya
- Sosiologis
Normatif-> Ahmad Sanusi : Hukum ialah norma yang ditaati dan gejala
sosial yang diharuskan
Hukum Sebagai Sistem Sosial : Hukum adalah semua proses dalam kehidupan
masyarakat untuk mencapai kedamaian dalam kehidupan bersama (peaceful living
together)
Cicero : (Zaman Yunani Kuno) ubi societas ibi ius
Masyarakat = dua atau lebih manusia yang hidup berdampingan ditandai
oleh adanya komunikasi di antara mereka sehingga mampu mengadakan kesepakatan
(deal) yang dapat melahirkan hukum
Cara Lahirnya Hukum:
- Otonom :
Melalui gejala sosial (prilaku nyata) warga masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari,->hukum adat
- Aeteronom
: Melalui ketetapan penguasa masyarakat dengan sengaja membuat peraturan
hukum, ->UU
Istilah Adat = Sangskerta atau Arab ???
Sangskerta Adat = a + dato/datu; a=tidak dato = hal yang bersifat
keduniawian = orang yang perangainya memikirkan kesenagan dunia saja.
Jadi adat adalah perangai dari orang2 baik-baik
Dalam bahasa Arab ‘adat artinya sesuatu yang menjadi kebiasaan, ada
kebiasaan baik dan ada pula yang buruk.
Istilah adat telah digunakan sebelum masuk Islam, tentu dari bahasa
Sangskerta
Hukum Adat terjemahan dari Adat Recht, pertama kali dipakai oleh Snouck
Hurgronje dalam bukunya De Atjehers
Definisi Hukum Adat :
Snouck Hurgronje : Hukum adat
ialah seluruh hukum yang ditemukan Belanda di Hinda Belanda (De Atjehers)
Van Vollenhoven : Hukum adat
adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan yang dibuat oleh
pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi
sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu (Het adat recht van
Ned. Indie) (Thn 1596 Ind sudah ada hukum, Staatrecht Overzee H.Adat=Hk yang
ditemukan Bld di HB))
Unsur Hukum Adat :
- Bagian yang tertulis berupa
surat perintah raja atau keputusan musyawarah
Usur Asli -> hk masy Malayo
Polinesia
Unsur Asing – hukum agama dan hk
adat orang asing yang bedomisili di Hindia Belanda
Bagian Tidak tertulis
3. Ter Haar (Beslissingen leer):
Hukum adat lahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan warga masyarakat
hukum, terutama keputusan berwibawa dari kepala2 rakyat yang membantu
pelaksanaan perbuatan2 hukum; atau dalam hal bertentangan kepentingan –
keputusan para hakim yang bertugas mengadili sengketa sepanjang tidak
bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat; mealinkan senapas seirama dengan
kesadaran itu, diterima/diakui atau setidaknya ditoleransinya. (Peradilan
Landraad Berdasarkan Hukum Tidak Tertulis, 1930)
Dengan
mengabaikan bagiannya yang tertulis yang terdiri dari peraturan2 desa, surat
perintah raja, hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang terjelma dalam
keputusan para fungsionaris hukum yang berwibawa dan berpengaruh yang dalam
pelaksanaannya berlaku serta merta (spontan) dan dipatuhi sepenuh hati. Hukum
adat yang berlaku dapat diketahui dari keputusan hakim, kepala adat, rapat
desa, wali tanah, petugas agama dan petugs desa lainnya. Bukan hanya mengenai
sengketa, tetapi juga kpts kerukunan yang berdasarkan nilai2 yang hidup sesuai
alam rohani dan hidup kemasyarakatan anggota2 persekutuan (Hukum Adat Hindia
Belanda di dalam Ilmu, praktek dan pengajaran 1937)
4. Prof.Dr. Supomo, SH : Hukum
adat ialah hukum yang tidak tertulis dalam peraturan2 legislatif (unstatutory
law) meliputi peraturan2 hidup yang walaupun tidak ditetapkan oleh yang
berwajib, toh ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwa
peraturan itu mempunyai kekuatan hukum. Dalam tata hukum bari Indonesia, untuk
menghindari kesalahfahaman, istilah hukum adat dipakai sebagai sinonim dari
hukum yang tertulis dalam peraturan legislatif (unstatory law), hukum yang
hidup sebagai konvensi pada badan-badan hukum negara (Parlemen, Dewan Propinsi,
dsb), hukum yang timbul karena putusan hakim (Judge made law), dan hukum yang
hidup sebagai pertguran kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup,
baik di kota maupun desa2 (Customary Law). Beberapa Catatan Mengenai Kedudukan
Hukum Adat
4. Dr. Sukanto, SH : Hukum adat ialah kompleks adat2 yang tidak
dikitabkan, tidak dikodifisir, dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi, jadi
mempunyai akibatg hukum. Meninjau Hukum Adat Indonesia
5. Prof. Mr. M.M.Djojodigoeno : Hukum adat ialah hukum yang
tidak bersumber kepada peraturan-peraturan. Azas-azas Hukum Adat, 1958
6. Mr. JHP. Bellefroid : Hukum adat ialah peraturan2 hidup yang meskipun
tidak diundangkan oleh penguasa, toh dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan
keyakinan bahwa peraturan tersebut berlaku sebagai hukum. (Inleiding tot de
rechtwetenschap in Nederland
7. Seminar Hukum Adat 1975 di Yogyakarta : Hukum adat ialah hukum
asli bangsa Indonesia yang di sana sini dipengaruhi oleh unsur agama.
8. Prof Dr. Hazairin: Kesusilaan dan Hukum, 1952 :
Seluruh lapangan hukum
berhubugnan dengan kesusilaan, langsung atau tidak langsung. Dalam sistem hukum
yang sempurna tidak ada tempat bagi hukum yang tidak selaras dengan kesusilaan.
Istimewa dalam hukum adat, terdapat persesuaian yang langsung antara hukum
dengan kesusilaan, pada akhirnya antara hukum dan adat demikian langsung
sehingga istilah hukum adat tidak dibutuhkan oleh rakyat biasa, cukup dipakai
istilah adat saja.
Hukum adat ialah
endapan(renapan) kesusilaan dalam masyarakat, artinya kaedah-kaedah adat berupa
kaedah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam
masyarakat. Walau ada beda kaedah kesusilaan dan kaedah hukum, namun
perbuatan yang dilarang atau disuruh
menurut hukum juga dicela dan dianjurkan oleh kesusilaan. Apa yang tidak
dapat dipelihara oleh kesusilaan diusakan pemeliharaannya melalui kaedah hukum,
yang tidak hanya didasarkan kepada kebebasan pribadi, tetapi serentak mengekang
kebebasan itu dengan suatu gertakan, ancaman paksaan, ancaman hukum atau
penguatan hukum. Hukum adat adalah
kaedah kesusilaan yang diberi gertakan, ancaman paksaaan, ancaman hukum atau
penguatan hukum.
Tanah adalah bagian dari permukaan bumi dengan batas-batas tertentu . Tanah itu dapat barupa daratan, lautan, sungai, danau,
bukit, gunung, dsb.
Contoh: Tanah 1.000 m2, dijual 100 truk, tinggal berapa?
Pentingnya Tanah Dalam Hukum Adat
- Tanah
merupakan kekayaan yang bersifat tetap
- Tempat
berdirinya persekutuan hukum adat
- Sarana
memenuhi kebutuhan hidup persekutuan dan warganya (tempat tinggal, sawah,
ladang, tambak, dsb.)
- Tempat
dikebumikannya warga persekutuan yang meninggal
- Alat
pemersatu persekutuan
- Tempat
bermukimnya roh-roh leluhur dan pelindung persekutuan
Hak Persekutuan Atas Tanah
Lahirnya Hak Persekutuan:
Hak
atas tanah yang ada lebih dahulu adalah hak persekutuan, karena awalnya manusia
hidup nomaden dengan berkelompok secara melingkar dalam suatu wilayah
pengembaraan, maka pada saat itu:
- Semua
anggota kelompok merasa berhak terhadap semua bidang tanah dalam wilayah
pengembaraaan
- Semua
anggota merasa berhak untuk memungut hasil dari smua bidang tanah dalam
wilayah pengembaraan
- Hak
persorangan belum ada, baru muncul setelah masyarakat mulai menetap,
sehingga hak perseorangan tetumpang di atas hak persekutuan, seperti hak
sewa yang tetumpang di atas hak milik
Dengan dikuasainya tanah oleh persekutuan dan warganya, terjadi hubungan
hukum (hak) antara persekutuan dengan tanah yang kemudian diikuti dengan
munculnya hak perseorangan. Pola-pola hubungan antara persekutuan/idividu dengan
tanah yang dikuasainya disebut hukum tanah adat.
Hubungan hukum adalah hubungan yang bersifat abstrak antara subyek hukum
dengan obyek hukum atau antar subyek hukum yang dapat dipertahankan melalui
prosedur hukum, karena oleh masyarakat disediakan wadah dan prosedur
mempertahankannya.
Isi Hubungan Hukum itu adalah hak dan atau kewajiban
Zakelijkrecht
persoonlijkrecht
Kedudukan Hukum Tanah Adat dalam Hukum Positif
Sebelum Kolonial
Zaman Kolonial
Setelah Merdeka
Wilayah Hukum Adat (Adatrecht kringen)
Adalah suatu wilayah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adat
yang berlaku seragam
Ciri : Bahasa Daerah; Sistem Kekerabatan; Sistem Perkawinan; Sistem
Pemerintahan
1. Aceh; 2. Tanah
Gayo, Alas, Batak, Nias; 3. Daerah Minangkabau Beserta Mentawai ; 4. Sumatera
Selatan; 5. Daerah Melayu (Sumtim, Jambi dan Riau); 6. Bangka dan Belitung; 7.
Kalimanatan; 8. Minahasa; 9. Gorontalo; 10. Daerah Toraja; 11. Sulawesi
Selatan; 12. Kepulauan Ternate; 13. Maluku, Ambon; 14. Irian; 15. Kepulauan Timor;
16. Bali dan Lombok serta Sumbawa Barat; 17. Jawa Tengah dan Timur serta
Madura; 18. Daerah Swapraja (Surakarta dan Yogyakarta); 19. Jawa Barat
Kukuban Hukum : Tiap Wilayah Hukum Adat dibagi atas kukuban hukum, yakni
wilayah yang corak dan sifat hukum adatnya seragam. Contoh : Jawa Barat terdiri
dari Betawi, Banten, Priangan, dan Cirebon. MInangkabau : Darek (Luhak Nan
Tigo) dan Rantau
Masyarakat Hukum Adat (Adat Recht Gemeenschap) Sebagai Subyek Tanah
Ulayat
Sekelompok orang yang merasa sebagai suatu kesatuan, baik karena
keturunan maupun tempat tinggal dan kepentingan, mempunyai organisasi yang
jelas dengan pimpinannya; dan harta kekayaan sendiri baik tanah maupun bukan
tanah, berujud dan tak berujud serta berwenang mengurus kepentingan sendiri.
Ciri Masyarakat Hukum Adat :
- Himpunan
orang
- Merasa
bersatu karena : keturunan, wilayah, atau kepentingan
- Mempunyai
organisasi yang jelas
- Mempunyai
pimpinan
- Mepunyai
kekayaan sendiri, tanah, bukanj tanah, berwujud dan tak berujud
- Wenang mengurus
kepentingan sendiri (otonom)
- Merupakan
subyek hukum, dapat berbuat di luar maupun di depan sidang pengadilan
HAK
ATAS TANAH DALAM HUKUM ADAT
Hak Persekutuan Atas Tanah adalah kewenangan persekutuan hukum adat atas
setiap jengkal tanah yang ada dalam wilayah persekutuan :
- Kewenangan
persekutuan untuk memanfaatkan bidang tanah tertentu untuk keperluan
persekutuan, kantor lembaga adat, tempat ibadah, jalan, saluran irigasi,
dsb.
- Kewenangan
persekutuan untuk mengatur pencadangan dan pemanfaatan semua bidang tanah
dalam wilyah persekutuan
- Kewenangan
persekutuan untuk mengizinkan warga persekutuan
membuka/mengolah/memanfaatkan bidang tanah tertentu, sehingga warga itu
memperoleh hak perorangan
- Kewenangan
persekutuan untuk mengurus dan mengatur peralihan bidang tanah dalam
wilayah persekutuan, baik antar warga persekutuan, maupun dengan pihak
luar.
Istilah Hak Persekutuan:
Ambon : Patuanan; Jawa: Wewengkon; Kalimantan : panyampeto/pawatasan;
Bolaang Mongondow: totabuan; Sulsel : Limpo; Buru: nuru; Minangkabau: wilayat;
Bali: Prabumian; Indonesia (UUPA): Ulayat, Van Collenhoven : Beschickingsrecht
Hak Persorangan Atas
Tanah
Adalah kewenangan dari anggota persekutuan atas bidang tanah tertentu
dari wilayah persekutuan
- Memungut
hasil: mengambil kayu, rotan, damar, gaharu, ikan, binatang liar, dalam
wilayah persektuannya
- Dengan
izin perekutuan, membuka dan mengusahakan terus menerus bidang tanah
tertentu dalam wilayah persekutuan: pemukiman, sawah, tambak, toko, dsb.
- Dengan
izin persekutuan melakukan transaksi tanah dan transaksi yang berhubungan
dengan tanah dengan berbagai pihak
Hubungan Hak Persekutuan dengan hak perseorangan:
Teori Balon (mengembang dan mengempis)
Pada waktu seorang warga persekutuan atas izin persekutuan membuka dan
mengurus terus menerus bidang tanah tertentu, hak ulayat persekutuan menipis
(tapi tetap ada) hak perorangan menonjol. Bila tanah diterlantarkan, hak
persekutuan penuh kembali
Transaksi Atas
Tanah:
- Transaksi
Tanah:
a. Jual Beli Tanah
b. Hibah Tanah
c. Tukar Menukar
Tanah
d. Wakaf Tanah
2. Transaksi Yang berhubungan dengan tanah :
a. pinjam meminjam
tanah
b. gadai tanah
(Jual Gadai)
c. sewa menyewa
tanah (jual tahunan dan sewa)
d. bagi hasil tanah
Pengaruh Luar Terhadap Hukum Tanah Adat
- Pengaruh
hukum Islam
- Pengaruh
hukum kolonial Belanda
- Pengaruh
Perundangan RI
Dasar Hukum Berlakunya Hukum Tanah Adat
- Landasan
Sosiologis;
- Landasan Yuridis Formal;
- Landalasan
Filosofis
A.Landasan Sosiologis
Berlakunya Hukum Adat
Sebelum Inodonesia
dijajah Belanda, wilayah Inodonesia terdiri dari beberpa kerjaan kecil dan
besar. Pada saat itu, kehidupan masyarakat pada masing-masing kerajaan itu,
diatur hanya dengan menggunakan hukum adat, karena dalam hidup bermasyarakat pasti diperlukan adanya hukum guna memenuhi
kebutuhan hidup masyarakatnya. Jadi pada masa ini landasan berlakunya hukum
adat adalah landasan sosiologis, yakni kebutuhan hidup masyarkat yang
memerlukan hukum adat.
Setelah Indonesia
dijajah Belanda dan akhirnya merdeka, yang menjadi unsur utma WNI ialah
masyarakat pribumi, maka walaupun sudah berubah status menjadi WNI, hukum adat
mereka mengikuti subyeknya; sehingga dewasa ini landasan sosiologis berlakunya
hukum adat masih tetap ada, yakni kebutuhan masyarakat hukum adat itu sendiri
yang memerlukan hukum adat.
Dasar Hukum Berlakunya Hukum Adat
B. Landasan Yuridis Formal, Perundangan dan keputusan masyarakat yang
berkaitan dengan hukum adat
1. Pasal 11 AB (1848), Pasal 75
RR Lama (1854) dan RR Baru (1920);
Selama Gubernur
Jendral tidak memberlakukan huku perdata dan dagang Eropa, bagi masyarakat Bumi
Putra tetap berlaku godsdientigeweten volks instellingen en gebruiken. (Aturan
Agama, lembaga rakyat, dan kebiasaan mereka). Dipakai isteilah
godsdientigeweten, karena pengaruh dari ajaran Receptio in complexu dari Van
Den Berg yang memandang kitab suci sebagai undang-undang
2. Pasal 131 IS (1926)
Bagi golongan Bumi
Putra berlaku het hunne godsdienten en gebruike. (aturan agama dan
kebiasaan-kebiasaaan mereka)
3. Keputusan Rapat Pemuda
Indonesia (1928), di samping mengakui : bertanah air yang satu, tanah
Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia dan menjunjung bahaswa
persatuan, bahasa Indonesias; juga mengeluarkan keyakinan bahwa Persatuan
Indonesia diperkuat oleh dasar persatuannya, kemauan, sejarah, hukum adat,
pendidikan dan kepanduan
Setelah Merdeka
1. Pasal II (I setelah amandemen)
Aturan Peralihan UUD 1945 (sebelum amandemen)
Segala badan
negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku sebelum diadakan yang baru menurut
UUD ini. Pasal 11 AB, 75 RR, dan 131 IS tetap berlaku
2. Penjelasan Umum Angka I UUD 1945
UUD suatu negara
hanay sebagian dari hukum dasar negara itu. UUD ialah hukum dasar yang tertulis
sedangkan di sampingnya berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah
aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara,
meskipun tidak tertulis. Untuk meneyelidiki hukum dasar, tidak cukup hanaya
menyelidik pasal2 UUD saja, tetapi harus meneyelidiki pula parakteknya dan
suasana kebatinannya. Untuk mengerti maksud sungguh2 UUD, kita harus
mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu dan dalam suasana apa teks itu dibikin.
Berdasarkan pasal
ini, kita harus memperhatikan sejarah perjuangan kemerdekaan RI, termasuk
Sumpah Pemuda yang menginginkan Hukum Adat sebagai Dasar Persatuan RI dan
merupakan sumber utama Hukum Nasional Indonesia.
Setelah
Merdeka
3. Pasal 18 B ayat 2 UUD 1945 Negara mengakui dan menghormati kesatuan2
masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup, sesuai
dengan perkembangan masyarakat, dan prinsip NKRI yang diatur dalam UU
4. Pasal 146 Ayat 1 Konstitusi RIS;
Segala keputusan
hakim harus bersisi alasan2-nya, dan dalam perkara hukuman harus menyebut
aturan2 UU dan aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu.
5. Pasal 104 ayat 1 UUDS 1950 (Hukum adat dan Peradilan Adat diakui);
Isinya sama denan
Pasal 146 Konstitusi RIS.
6. Pasal 5 UUPA, Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang
angkaa ialah hukum adat, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa, dengan sosioalime Indonesia serta dgn peraturan yang tertulis
dalam UU ini dan peraturan per-uu-an lainnya, segala sesuatu degnan mengindahkan
usnsur2 yang bersandar apda hukum agama
7. Pasal 3 jo. Pasal 17 UU N0.19/1964 (UUPKK, Hukum yang dipakai ialah
hukum yang bedasrkan Pancasila, yaitu hukum yang sifat2-nya berakar pada
kepribadian bangsa. Pasal 17 (2). Peradilan menggunakan hukum tertulis dan
tidak tertulis. Penjelasan Umum : Tidak ada tempat preadilan adat dan swapraja,
pelaksanaan hukum adat dipindah ke peradilan negara.
8. Pasal 23 ayat 1 dan Pasal 27 UUPK No.14/1970); menjadi Pasal 24
dan 28 UUPK No. 4/2004
Dalam kedua UU ini kebijaksanaan bahwa peradilan hanya peradilan negara
dilanjutkan.
Pasal 23 UU 14/70 / Pasal 24 UU 4/2004 : Segala putusan pengadilan
selain harus memuat alasan2 dan dasar2 putusan itu, juga harus memuat passal2
tertentu dari per uu an atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan
dasar untuk mengadili.
Pasal 27 UU 14/70 /Pasal 28 UU 4/2004 : hakim sebagai penegak hukum dan
keadilan wajib menggali, memahami dan mengikuti nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat.
hukum tak tertulis + nilai-nilai hukum yang
hidup ialah hukum adat
9. Pasal 18 UUD 1945; Pembagian daerah Ind … dengan UU dengan
memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan dan
hak2 asal usul dalam daerah yang bersfat istimewa,
Penjelasan : Dalam
teritori Ind. Terdapat lk. 250 zelfbesturende landschapen dan
volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau,
dusun dan marga di Palembang dsb.
Pasal 18 B (2) UUD
45 setelah amandemen : Negara mengakui dan menghormati kesatuan2 masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam UU
10. Pasal
1 (o) UU No No. 22/1999 / Pasal 1 angka
(12) UU No. 32/2004, desa yang disebut dengan nama lain (nagari di
Minangkabau) adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan asal usul dan adat istiadat setempat diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pasal ini nagari sebagai persekutuan
hukum adat di Minangkabau diakui dan dihormati sebagai pelaksana pemerintahan
RI.
Penjelasan Umum angka
10. : landasan pengaturan adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. UU ini akui otonomi desa/nagari
dan kepada pem desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari
Pemerintah/ Pemda untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Desa dapat
pula dibentuk di kota
C.Landasan Filosofis Berlakunya Hukum Adat
1. Aliran Sosiologis Mengenai Hukum dari Von Savigny
Hukum tidak dibuat,
tetapi hukum adalah menifestasi dari volksgeist (jiwa rakyat) yang berkembang
sesuai dengan sejarah perkembangan masy yang bersangkutan. Setiap masyarakat
mempunyai jiwa sendiri2 yang berbeda dengan masyarakat lainnya, sehingga hukum
pada masy tertentu tidak dapat diterapkan begitu saja kepada masy lainnya.
2. Pancasila Sebagai Filsafat Hidup Masyarakat Indonesia
Pasal 3 UU No.19/64
UUPKK, hukum yang dipaka di Ind ialah hukum yang berdasarkan Pancasila. Dalam penjelasan
disebut bahwa hukum Pancasila itu terdiri dari hukum yang tertulis dan tidak
tertulis.
Menurut Prof.
Mubiarto, SH, hukum adat ialah hukum Pancasila. Sepanjang menyangkut hukum,
Pancasila itu merupakan kristalisasi dari hukum adat yang sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia.
Permenag 5/1999 : Pasal 1
1. Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat (untuk
selanjutnya disebut hak ulayat), adalah kewenangan yang menurut hukum adat
dipunyai oleh masyarakat hukum adatt tertentu atas wilayah tertentu yang
merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber
daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan
kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun
menurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah
yang bersangkutan.
2. Tanah Ulayat : Tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya
terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu
3. Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh
tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena
kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
Wilayah Hukum Adat (Adatrecht kringen)
Adalah suatu wilayah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adat
yang berlaku seragam
Ciri : Bahasa Daerah; Sistem Kekerabatan; Sistem Perkawinan; Sistem
Pemerintahan
1.
Aceh; 2. Tanah Gayo, Alas, Batak, Nias; 3. Daerah
Minangkabau Beserta Mentawai ; 4. Sumatera Selatan; 5. Daerah Melayu (Sumtim,
Jambi dan Riau); 6. Bangka dan Belitung; 7. Kalimanatan; 8. Minahasa; 9.
Gorontalo; 10. Daerah Toraja; 11. Sulawesi Selatan; 12. Kepulauan Ternate; 13.
Maluku, Ambon; 14. Irian; 15. Kepulauan Timor; 16. Bali dan Lombok serta
Sumbawa Barat; 17. Jawa Tengah dan Timur serta Madura; 18. Daerah Swapraja
(Surakarta dan Yogyakarta); 19. Jawa Barat
Kukuban Hukum : Tiap Wilayah Hukum Adat dibagi atas
kukuban hukum, yakni wilayah yang corak dan sifat hukum adatnya seragam. Contoh
: Jawa Barat terdiri dari Betawi, Banten, Priangan, dan Cirebon. MInangkabau :
Darek (Luhak Nan Tigo) dan Rantau
Masyarakat Hukum Adat
(Adat Recht Gemeenschap)
Sekelompok orang yang
merasa sebagai suatu kesatuan, baik karena keturunan maupun tempat tinggal dan
kepentingan, mempunyai organisasi yang jelas dengan pimpinannya; dan harta
kekayaan sendiri baik tanah maupun bukan tanah, berujud dan tak berujud serta
berwenang mengurus kepentingan sendiri.
Huff... Cape juga... ngeringkasnya y....?? Udah dulu ya...
thx ... : )
BalasHapusMakasi gan atas komentarnya
BalasHapusthx u/ hasil karya nya...
BalasHapusbenar2 bermanfaat buat yg ingin belajar...
thanks, dan izin copy. tapi saya sarankan lebih lengkap lagi dalam membahas hukum tanah adat, kalau bisa beserta contohnya dan bagaimana penyelesaian jika terjadi sengketa daalam tanah adat
BalasHapustulisannya warna kuning bikin pusing
BalasHapusKurang lengkap,,,,klau saya mau tanya ,,,apakah definisi hukum adat tanah???
BalasHapusthanks
BalasHapusbesok besok tambah kasus ya hehe
bhas tentang jual beli tanah menurut islam nya dong :)))
BalasHapusthanks kak
BalasHapusmohon digunakan referensi kalau menguarai sesuatu biar tidak terlalu subyektif, selain itu bermanfaat utk dikutip oleh orang lai. usul saja....
BalasHapus